Demonstrasi anti Donald Trump di Austin, Texas, 10 November 2016. Ratusan mahasiswa University of Texas melakukan long march di pusat kota Austin. Jay Janner/Austin American-Statesman via AP
TEMPO.CO, Jakarta -Hanya beberapa jam setelah hasil pemilihan presiden Amerika Serikat yang diselenggarakan tanggal 8 November menunjukkan suara terbanyak diperoleh Donald Trump, unjuk rasa pun merebak menolak kemenangan Trump.
Demo pertama pecah di California pada Rabu, 9 November subuh. Mereka mayoritas mahasiswa dan pelajar. Mereka bahkan menuntut California merdeka (Calexit) jika Trump tetap menjadi presiden AS.
Unjuk rasa semakin panas dengan aksi menutup akses jalan dan merusak. Polisi menembakkan gas air mata dan menangkap sedikitnya 13 pengunjuk rasa.
Hari kedua, jumlah peserta unjuk rasa menjadi ribuan orang dan merebak di sedikitnya 25 kota, mayoritas kantong-kantong pendukung kandidat presiden Hillary Clinton yang didukung partai Demokrat di antaranya California, Portland, Oregon, New York, Chicago, Denver, Dallas, Oakland, dan Maryland.
Di hari kedua unjuk rasa, polisi melaporkan 26 orang ditangkap. Pengunjuk rasa mulai melakukan kekerasan seperti memukul kaca mobil dengan pemukul basebal. Tindakan mereka dianggap sudah kriminal.
Don't Shoot PDX merupakan satu kelompok komunitas pengorganisasi aksi unjuk rasa dalam dua malam. Namun kelompok ini menyatakan tidak memaafkan pengunjuk rasa yang melakukan tindakan vandalisme. Dan akan menggelar aksi unjuk rasa damai.
Di hari kedua, beredar petisi online meminta dukungan untuk menuntut Trump dimakzulkan sebagai presiden AS. Lebih dari 13 ribu orang meneken petisi hanya beberapa menit setelah petisi dibagikan.
Berdasarkan data hasil pemilihan presiden AS tanggal 10 November, hampir 50 persen warga AS tidak menggunakan hak suaranya. Tidak ada penjelasan detil alasan tingginya warga AS golput. Mereka yang golput diduga pelaku unjuk rasa yang kemudian kaget dengan kemenangan Trump.
Trump melalui akun Twitternya merespons para pengunjuk rasa yang menolaknya menjadi presiden AS ke-45. "Baru saja menjalani pemilihan presiden yang sangat terbuka dan sukses. Sekarang demonstran profesional, yang dihasut media, mulai memprotes. Sangat tidak adil!" kata Trump dalam cuitannya pada Jumat, 11 November 2016.
Saling Serang Calon Presiden AS: Joe Biden Ungkit Pemutih sebagai Obat, Donald Trump: Jika Tak Menang, Demokrasi Berakhir
29 hari lalu
Saling Serang Calon Presiden AS: Joe Biden Ungkit Pemutih sebagai Obat, Donald Trump: Jika Tak Menang, Demokrasi Berakhir
Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, menyindir Donald Trump, yang akan menjadi pesaingnya lagi dalam pemilihan presiden AS yang akan datang pada bulan November.