TEMPO.CO, Washington - Calon Presiden Amerika Serikat dari Partai Demokrat, Hillary Clinton, unggul 15 persen atas pesaingnya dari Partai Republik, Donald Trump, pada pemilu awal.
Berdasarkan jajak pendapat yang dilakukan Reuters/Ipsos States of the Nation, mantan Menteri Luar Negeri Amerika itu unggul atas Trump melalui pemungutan suara awal di negara-negara bagian utama, seperti Ohio dan Arizona.
Clinton juga unggul di beberapa negara bagian yang dikuasai Republik, termasuk Georgia dan Texas. Tinjauan Reuters/Ipsos menemukan, secara keseluruhan, Clinton tetap berada di jalur untuk meraih suara mayoritas.
Seperti dilansir Independent pada 30 Mei 2016, survei itu menyebutkan 19 juta penduduk Amerika atau 20 persen pemilih telah berpartisipasi dalam pemilihan awal tersebut.
Survei juga menunjukkan Clinton kemungkinan akan memenangi 47 persen suara secara keseluruhan, sementara Trump mendapat 40 persen suara.
Hasil survei ini sama seperti yang diraih Barack Obama saat bersaing dengan calon Partai Republik, Mitt Romney, pada 2012.
Namun, sebagai catatan, keunggulan besar Clinton atas Trump pada pemilihan awal tersebut berdasarkan survei sebelum FBI merilis temuan baru dari hasil investigasi terkait dengan skandal surat elektronik (e-mail) yang menjerat Clinton saat menjabat Menteri Luar Amerika.
FBI mengumumkan telah menemukan bukti baru saat menyelidiki kasus Anthony Wiener, suami orang kepercayaan Clinton selama kampanye pemilihan presiden, Huma Abedin. FBI menemukan ada e-mail yang relevan pada kasus investigasi surat elektronik dan server pribadi milik Clinton. Padahal FBI sudah menutup investigasinya, yang sempat berjalan selama empat bulan.
FBI sebelumnya membongkar seribu lebih e-mail kerja Clinton sebagai Menteri Luar Negeri Amerika yang dikirim menggunakan akun pribadi dari server pribadi Clinton. Dia dianggap ceroboh karena tidak menggunakan surat elektronik resmi pemerintah. Jadi FBI turun tangan memeriksa kasus ini.