TEMPO.CO, Manila - Presiden Filipina Rodrigo Duterte mengatakan badan intelijen Amerika Serikat, Central Intelligence Agency (CIA), berencana untuk membunuhnya.
Hal itu terungkap dalam pidato yang disampaikan di hadapan masyarakat Filipina di Intercontinental Hotel, Hanoi, Vietnam, pada Rabu malam, 28 September 2016. "Itulah kondisinya. Mereka mengatakan CIA berencana untuk membunuh saya," kata Presiden Duterte seperti yang dilansir Sun Star.
Kemudian dengan nada bercanda, Presiden Duterte yang kini berusia 71 tahun bersyukur sebab CIA telah menyadarkannya bahwa dia sekarang seorang presiden. Presiden Duterte mengatakan ia masih tidak percaya bahwa ia adalah seorang presiden.
"Sampai sekarang, saya tidak percaya bahwa akulah (Presiden). Beri aku kesempatan untuk berpikir (dan menyadari bahwa akulah) Presiden," kata Presiden Duterte.
Baca:
Donald Trump Langgar Embargo AS, Berbisnis di Kuba
Kongres Setujui RUU Keluarga Korban 9/11 Gugat Arab Saudi
Rencana CIA membunuh Presiden Duterte berdasarkan kesaksian Wilford Palma, yang ditangkap otoritas atas kasus penyelundupan senjata dari Amerika. Palma mengungkapkan pelanggan regulernya telah memberi tahu Palma tentang rencana pembunuhan terhadap Presiden Duterte.
Terpengaruh oleh ancaman kematian, Presiden Duterte mengatakan dia bersedia untuk mempertaruhkan hidupnya untuk memenuhi mandat dalam melayani rakyat Filipina.
Ancaman pembunuhan Presiden Duterte datang di tengah kampanyenya memerangi narkoba yang telah menewaskan ribuan orang. Kebijakan Presiden Duterte memerangi para penjahat narkoba mendapat kecaman dari luar negeri, terutama Amerika.
Baca:
Pasifik Tantang Indonesia Bongkar Pelanggaran HAM di Papua
Belanda Cari Bukti 2 Pria Ini Terlibat Merudal MH17
Namun, Presiden Duterte dalam pidato-pidatonya secara konsisten meminta pasukan pemerintah untuk melanjutkan perang berdarah melawan narkoba, meskipun dia telah meninggal saat masih memimpin Filipina.
Tuduhan Duterte terkait dengan CIA tersebut dibuat setelah serangkaian pernyataannya yang cukup memanaskan pihak Amerika, mulai dari menghina Presiden Barack Obama hingga yang terbaru untuk mengakhiri hubungan dengan negeri Paman Sam tersebut.
Sebelumnya dia menekankan bahwa Filipina tidak akan bergabung dengan Amerika dalam patroli Laut Cina Selatan yang disengketakan.
Presiden Duterte juga telah mengindikasikan ia ingin menjauhkan Filipina dari Amerika dan membentuk aliansi baru dengan Cina dan Rusia, dua negara dengan akar komunis yang selama ini sering berbeda dengan negara adidaya Barat itu di panggung internasional.
SUN STAR| INQUIRER | YON DEMA
Berita terkait
Perundingan Gencatan Senjata Hamas-Israel Dilanjutkan di Kairo pada Hari Ini
22 hari lalu
Negosiasi gencatan senjata di Gaza, setelah sekitar setengah tahun pertempuran antara tentara Israel dan Hamas, akan berlangsung hari ini di Kairo
Baca SelengkapnyaIntelijen Militer Rusia Disebut Terkait 'Sindrom Havana', Penyakit Apakah itu?
28 hari lalu
Laporan Insider menyebutkan anggota unit intelijen militer Rusia (GRU) kemungkinan terlibat dalam penyebaran Sindrom Havana.
Baca SelengkapnyaCIA Beri Dana dan Latih Mata-mata Ukraina, Siapa yang Diuntungkan?
26 Februari 2024
CIA mendanai dan melatih mata-mata Ukraina untuk menghadapi Rusia sejak 2014.
Baca SelengkapnyaNetanyahu Temui Direktur CIA dalam Kunjungan Mendadak ke Israel
16 Februari 2024
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu bertemu dengan Direktur CIA dalam sebuah kunjungan mendadak ke Israel.
Baca SelengkapnyaPresiden Palestina Desak Hamas Setujui Gencatan Senjata di Gaza
15 Februari 2024
Presiden Palestina Mahmoud Abbas menekan kelompok pejuang Hamas pada Rabu untuk segera menyetujui kesepakatan gencatan senjata di Gaza.
Baca SelengkapnyaSosok Ferdinand Marcos Jr yang Terancam Dimakzulkan Duterte
1 Februari 2024
Menanggapi tuduhan keras Duterte, Marcos hanya tertawa. Dia menyatakan bahwa ia tidak akan memberikan tanggapan serius terhadap pertanyaan tersebut.
Baca SelengkapnyaBegini Konflik Antara Duterte dan Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr
31 Januari 2024
Marcos bekerja sama dengan putri Duterte, Sara, untuk menjadikannya wakil presiden dalam kemenangan Pemilu 2022. Namun, keretakan dalam aliansi keluarga tersebut muncul ketika petahana telah menyimpang dari kebijakan anti-narkoba dan kebijakan luar negeri pendahulunya.
Baca SelengkapnyaBos CIA dan Mossad Temui PM Qatar, Kembali Negosiasi Pembebasan Sandera di Gaza
26 Januari 2024
Direktur CIA William Burns akan bertemu kepala Mossad, dan PM Qatar untuk membahas pembebasan sandera Israel di Gaza
Baca SelengkapnyaCIA Rekrut Intel Rusia Lewat Video, Ditawarkan Jadi Mata-mata
24 Januari 2024
Badan intelijen AS, CIA mengedarkan video untuk merekrut anggota dari dinas rahasia Rusia.
Baca SelengkapnyaIntelijen AS Temukan Bukti ISIS Afghanistan di Balik Pengeboman Iran
6 Januari 2024
Penyadapan komunikasi oleh intelijen Amerika Serikat mengkonfirmasi bahwa cabang ISIS berbasis di Afghanistan melakukan dua pemboman di Iran
Baca Selengkapnya