Perdana Menteri Kyrgyzstan, Almazbek Atambayev. mirror.co.uk
TEMPO.CO, Bishkek - Presiden Kyrgyzstan Almazbek Atambayev menegaskan, dirinya tidak akan mewajibkan kaum wanita di negaranya untuk mengenakan pakaian ortodoks Muslim yang menutupi seluruh tubuh termasuk hijab dan burka.
Sejak tahun 1950an, kata Atambayev, wanita-wanita Kyrgyzstan mengenakan rok mini. "Namun tidak pernah berpikir mengenakan sabuk peledak," ujar Atambayev meledek para pelaku teror yang membawa bom di tubuhnya.
Seperti dikutip dari Mirror, 13 Agustus 2016, Atambayev menyerang mereka yang mengkritik wanita Kyrgyzstan yang kurang berbusana muslimah padahal 80 persen populasi negara pecahan Uni Sovyet ini beragama Islam.
Selama beberapa minggu ini, terjadi debat antara kelompok pendukung pemerintah dan kelompok yang mengkritik pemerintah mengenai wanita-wanita Kyrgyzstan tetap mengenai rok mini atau seharusnya mengenakan pakaian Islam.
Debat semakin memanas dengan kemunculan satu banner besar yang menunjukkan foto pakaian tradisional Kyrgyzstan dan foto pakaian Muslim. Kemudian sebaris kalimat ditorehkan: "Orang-orang menyedihkan. Kemana kami sedang menuju?"
Atambayev mempersilakan wanita Kyrgyzstan untuk menggunakan jenis pakaian yang ingin dikenakan. "Ini bukan agama. Biarkan mereka mengenakan rok mini namun tidak seharusnya ada ledakan," ujarnya.
Justru dengan menggunakan pakaian Muslim berpotensi berbahaya. "Teroris itu orang-orang gila.Pakaian terkadang juga bisa mengubah pemikiran seseorang," ujar Atambayev.
Ia akhirnya meminta kepada orang-orang yang tak setuju dengan cara berbusana wanita Kyrgyzstan karena dianggap tak sesuai Islam, untuk meninggalkan negara itu.
"Jika anda tak suka Kyrgyzstan anda dapat meninggalkan negara kami dan pergilah kemana anda suka. Kami sanggup membayar biaya perjalanan anda, bahkan untuk ke Suriah," tegas Atambayev. MIRROR | MARIA RITA
Pemerintah sementara Kyrgyzstan, yang tengah berjuang mengatasi kekerasan etnik dan menyiapkan polisi dan militer yang tangguh, meminta Organisasi untuk Keamanan dan Kerjasama di Eropa (OSCE) mengirimkan satuan polisi internasional. Tujuannya agar ditempatkan di negeri Asia Tengah tersebut.
Pemerintah Amerika Serikat telah mengirim Robert Blake sebagai tuusan ke Kirgistan. Ia dijadwalkan bertemu dengan para pejabat negara itu Jumat dan Sabtu mendatang.
Presiden sementara Kirgistan Roza Otunbayeva hari ini memperkirakan jumlah korban tewas berlipat ganda ketimbang angka resmi yang dilansir pihaknya saat ini. Sejauh ini, korban terbunuh akibat empat hari kerusuhan etnis itu 176 orang.