Cina Kecam Pernyataan Amerika Terkait Tribunal

Reporter

Editor

Erwin prima

Rabu, 13 Juli 2016 18:29 WIB

Dua kapal induk kelas Nimitz milik Angkatan Laut Amerika Serikat, USS John C. Stennis (kiri) dan USS Ronald Reagan dari Armada 7 di perairan Filipina, 18 Juni 2016. Amerika Serikat menempatkan dua kapal induknya setelah suasana di Laut Cina Selatan memanas. Jake Greenberg/U.S. Navy via Getty Images

TEMPO.CO, Beijing - Cina merasa sangat tidak senang dengan pernyataan terbaru Amerika Serikat terkait keputusan Pengadilan Tetap Arbitrase Internasional (PCA atau Tribunal). Sebelumnya, pada Senin, 11 Jui 2016, Tribunal telah menyatakan bahwa Cina tidak memiliki hak klaim atas Laut Cina Selatan dan memenangkan gugatan yang diajukan Filipina.

“Amerika Serikat memegang kuat prinsip rule of law. Kami pun mendukung usaha untuk menyelesaikan sengketa teritori dan maritim di Laut Cina Selatan secara damai melalui proses arbitrase. Keputusan dari Tribunal sudah final dan mengikat secara legal kedua negara, Cina maupun Filipina," ujar Kirby dalam jumpa pers di Washington, Selasa, 12 Juli 2016, yang dilansir dalam laman resmi Departemen Luar Negeri AS.

Pernyataan tersebut, menurut Lu Kang, juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina, malah bertentangan dengan semangat rule of law itu sendiri. Amerika Serikat, menurutnya, selalu pilah-pilih ketika menerapkan hukum internasional. "Mengutip hukum internasional ketika dirasa cocok, namun menyingkirkannya dalam kondisi lain," ujarnya seperti dikutip media lokal, Xinhua, Selasa, 12 Juli 2016.


“Anda mendesak negara-negara lain untuk mematuhi Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) namun tidak menyetujui konvensi lainnya. Apa yang membuat Amerika Serikat berpikir bahwa mereka bisa menentang negara lain dengan pernyataan-pernyataan tak bertanggung jawab tersebut?“ kata Lu Kang mengecam.

Lu bahkan mendesak Amerika Serikat untuk tidak campur tangan atau menyulut api dalam sengketa yang terjadi di Laut Cina Selatan. Dia juga meminta AS untuk berhenti menggangu kedaulatan dan kepentingan keamanan Cina.

Amerika Serikat sendiri memiliki perhatian serius di Laut Cina Selatan. Daniel Kritenbrink, Penasehat Presiden Barrack Obama, mengatakan bahwa Amerika Serikat memiliki kepentingan abadi di Laut Cina Selatan.

“Kami memiliki kepentingan abadi dalam sengketa teritori dan maritim di Asia Pasifik, termasuk Laut Cina Selatan. Kami berkepentingan untuk menyelesaikan sengketa tersebut tanpa paksaan dan konsisten terhadap hukum internasional,” ujar Kritenbrink dalam sebuah acara seperti yang dilansir oleh Reuters.

Laman resmi Depertemen Pertahanan Amerika Serikat, defense.gov, pun melansir berita pada hari Senin, 11 Juli 2016, bahwa Menteri Pertahanan Amerika Serikat, Ash Carter dan Menteri Pertahanan Filipina, Deflin Lorenzana akan melakukan konsultasi intens terkait hasil apapun keputusan Tribunal nantinya.

Presiden Xi Jinping, dalam pernyataan terbarunya, mengatakan bahwa Cina tidak akan mematuhi keputusan yang telah ditetapkan tersebut. Cina tetap bersikukuh bahwa wilayah yang disengketakan adalah bagian dari teritori Cina.


REUTERS | XINHUA | FAJAR PEBRIANTO | ERWIN Z

Berita terkait

Tak Hanya India, Jepang Juga Kecewa Atas Komentar Joe Biden tentang Xenofobia

13 jam lalu

Tak Hanya India, Jepang Juga Kecewa Atas Komentar Joe Biden tentang Xenofobia

Pemerintah Jepang menanggapi komentar Presiden AS Joe Biden bahwa xenofobia menjadi faktor penghambat pertumbuhan ekonomi di Cina, India dan Jepang.

Baca Selengkapnya

Menlu India Tak Terima Komentar Joe Biden tentang Xenofobia

18 jam lalu

Menlu India Tak Terima Komentar Joe Biden tentang Xenofobia

Menteri Luar Negeri India menolak komentar Presiden AS Joe Biden bahwa xenofobia menjadi faktor yang menghambat pertumbuhan ekonomi negaranya.

Baca Selengkapnya

Soal Internet di Cina, Kampanye Larangan Tautan Ilegal hingga Mengenai Pendapatan Periklanan

18 jam lalu

Soal Internet di Cina, Kampanye Larangan Tautan Ilegal hingga Mengenai Pendapatan Periklanan

Komisi Urusan Intenet Pusat Cina telah memulai kampanye nasional selama dua bulan untuk melarang tautan ilegal dari sumber eksternal di berbagai media

Baca Selengkapnya

Dugaan Ekspor Nikel Ilegal sebanyak 5,3 Juta Ton ke Cina, KPK: Masih Cari Alat Bukti

19 jam lalu

Dugaan Ekspor Nikel Ilegal sebanyak 5,3 Juta Ton ke Cina, KPK: Masih Cari Alat Bukti

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengaku tidak mengetahui ihwal penyidik meminta Bea Cukai untuk paparan dugaan ekspor nikel ilegal ke Cina.

Baca Selengkapnya

Penanganan Polusi Udara, Peneliti BRIN Minta Indonesia Belajar dari Cina

23 jam lalu

Penanganan Polusi Udara, Peneliti BRIN Minta Indonesia Belajar dari Cina

Cina menjadi salah satu negara yang bisa mengurangi dampak polusi udaranya secara bertahap. Mengikis dampak era industrialisasi.

Baca Selengkapnya

Menlu Selandia Baru Sebut Hubungan dengan Cina "Rumit"

1 hari lalu

Menlu Selandia Baru Sebut Hubungan dengan Cina "Rumit"

Menlu Selandia Baru menggambarkan hubungan negaranya dengan Cina sebagai hubungan yang "rumit".

Baca Selengkapnya

Badan Mata-mata Seoul Tuding Korea Utara Rencanakan Serangan terhadap Kedutaan Besar

1 hari lalu

Badan Mata-mata Seoul Tuding Korea Utara Rencanakan Serangan terhadap Kedutaan Besar

Badan mata-mata Korea Selatan menuding Korea Utara sedang merencanakan serangan "teroris" yang menargetkan pejabat dan warga Seoul di luar negeri.

Baca Selengkapnya

Gelombang Panas Serbu India sampai Filipina: Luasan, Penyebab, dan Durasi

2 hari lalu

Gelombang Panas Serbu India sampai Filipina: Luasan, Penyebab, dan Durasi

Daratan Asia berpeluh deras. Gelombang panas menyemai rekor suhu panas yang luas di wilayah ini, dari India sampai Filipina.

Baca Selengkapnya

Bahlil Bantah Cina Kuasai Investasi di Indonesia, Ini Faktanya

2 hari lalu

Bahlil Bantah Cina Kuasai Investasi di Indonesia, Ini Faktanya

Menteri Bahlil membantah investasi di Indonesia selama ini dikuasai oleh Cina, karena pemodal terbesar justru Singapura.

Baca Selengkapnya

Segera Hadir di Subang Smartpolitan, Berikut Profil BYD Perusahaan Kendaraan Listrik

2 hari lalu

Segera Hadir di Subang Smartpolitan, Berikut Profil BYD Perusahaan Kendaraan Listrik

Keputusan mendirikan pabrik kendaraan listrik di Subang Smartpolitan menunjukkan komitmen BYD dalam mendukung mobilitas berkelanjutan di Indonesia.

Baca Selengkapnya