Genjot Perekonomian, Anak-anak di Myanmar Dipaksa Kerja  

Reporter

Selasa, 19 April 2016 14:28 WIB

Pekerja anak duduk dipinggir kapanya sambil melihat ikan hasil tangkapannya di kota Htantabin, Yangon, Myanmar, 18 Februari 2016. Banyak anak-anak yang ikut bekerja dalam budidaya ikan dan pengolahannya. REUTERS/Soe Zeya Tun

TEMPO.CO, Yangon - Ketika perahu penuh muatan kerikil bersandar dan beberapa awak membongkar muatan itu di dermaga di Yangon, Myanmar, Than Aung Htet Myat, bocah berusia 14 tahun, dengan sigap memasukkan kerikil ke keranjangnya hingga penuh dan membawanya ke truk yang telah menunggu.

Untuk setiap keranjang, seorang broker tenaga kerja akan memberikan anak itu tongkat yang ditempatkan dalam botol plastik, yang terikat di sabuknya. Saat jam kerja berakhir, ia menukar tongkat dengan uang. Jika mampu mengumpulkan 100 keranjang, bocah itu akan mendapat upah US $ 2,50 atau Rp 32.875.

"Saya memikul keranjang dengan batu sepanjang hari," kata Myat, yang telah bekerja di dermaga dalam 2 tahun terakhir. "Jika tidak ada perahu kerikil yang membongkar (muatan), saya membantu pengemudi bus sebagai kernet."

Seperti dilansir dari laman Reuters, Selasa, 19 April 2016, angka laporan sensus lapangan kerja yang diterbitkan bulan lalu menunjukkan satu dari lima anak di Myanmar berusia 10-17 tahun menghabiskan waktu untuk bekerja, bukan sekolah. Upaya pemerintah mendorong pertumbuhan ekonomi sejak 2011 dipercaya telah memicu lonjakan permintaan tenaga kerja.

Baca Juga: Presiden Myanmar Htin Kyaw Disambut Hangat Pemimpin Dunia

Setelah hampir 50 tahun Myanmar berada di bawah kekuasaan militer, Yangon dianggap telah menjadi sebuah situs konstruksi besar.

Selain kisah memilukan Than Aung Htet Myat, terdapat seorang janda, Than Win, beserta dua anak remajanya, yang mulai bekerja di dermaga setelah suaminya meninggal. Keluarga tersebut sekarang bergantung pada broker tenaga kerja yang meminjamkan uangnya dengan imbalan kerja nonstop ketika perahu tiba.

"Dia memberi kami tempat tinggal dan kami juga dapat mengambil uang dari dia ketika kami tidak punya pekerjaan," kata Than Win. "Kami tidak punya cara untuk menggantinya, jadi setiap kali dia meminta kami untuk bekerja, kami tidak bisa menolak."

Michael Slingsby, ahli kemiskinan perkotaan, mengatakan kisah yang dialami Than Than Win dan keluaganya adalah hal umum yang terjadi di daerah kumuh Yangon, tempat berkumpul orang-orang dari pedesaan, yang menganggap ekonomi di kota telah mengalami kemajuan pesat.

Simak: Wanita Transgender Ini Mengaku Diperkosa 2.000 Kali

"Orang-orang meminjam uang dari pemberi pinjaman dan untuk membayar utang, mereka mengirim anak-anak untuk bekerja," ujarnya.

May Win Myint, anggota senior Partai Aung Suu Kyi, Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), yang mengambil alih kekuasaan bulan ini, mengatakan penanganan terhadap persoalan tenaga kerja anak adalah salah satu tujuan partai.

"Jika kami tidak bisa memecahkan masalah ini, tidak akan ada pembangunan di negara kami karena mereka akan menjadi orang-orang yang melayani negara di masa depan," ucapnya. "Mereka perlu dididik untuk melakukan itu."

Untuk melakukannya, hal pertama yang harus dilakukan adalah melihat dan menegaskan kembali hukum perburuhan. Para ahli negara mengatakan aturan itu sangat terfragmentasi dan tidak pernah ditegakkan.

Hukum Myanmar melarang anak di bawah 13 tahun bekerja di toko-toko atau pabrik-pabrik. Remaja berusia 13 -15 tidak bisa bekerja lebih dari 4 jam sehari atau di malam hari. Tapi, dalam prakteknya, aturan itu secara luas dilanggar tanpa ada konsekuensi hukum bagi para pihak yang melanggar.

Baca: Arab Saudi Ancam Jual Aset Jika Kongres AS Loloskan UU 9/11

Selain konstruksi, pekerja anak paling sering terlihat bekerja di perhotelan dan menjadi pelayan restoran. Yang lain bekerja di tempat budi daya dan pengolahan ikan.

Di Pasar San Pya, Yangon, pasar ikan terbesar di negara itu, selama 2 hari pada Februari, Reuters menemukan seorang anak perempuan dan laki-laki berusia sekitar 9 tahun membersihkan dan mengolah ikan yang akan dimuat di kapal dan truk. Mereka bekerja selama 12 jam hingga tengah malam.

"Saya tidak ingin anak saya kerja semacam ini," kata Hla Myint, 56, yang anaknya ,15 , bekerja di pasar San Pya.

Berbicara dari gubuk bambu reot di tepi sungai, Hla Myint tidak menyebut banyak harapan bagi pemerintahan baru Suu Kyi. "Apa pun yang mereka katakan, yang akan mereka lakukan atau berikan kepada kami, itu tidak akan pernah terjadi di sini," ucapnya. "Saya tidak percaya pada perubahan."

REUTERS | MECHOS DE LAROCHA

Berita terkait

Giliran KKP Tangkap Kapal Asing Malaysia yang Menangkap Ikan di Selat Malaka

1 hari lalu

Giliran KKP Tangkap Kapal Asing Malaysia yang Menangkap Ikan di Selat Malaka

KKP meringkus satu kapal ikan asing ilegal berbendera Malaysia saat kedapatan menangkap ikan di Selat Malaka.

Baca Selengkapnya

Perang Saudara Myanmar: Kelompok Perlawanan Tarik Pasukan dari Perbatasan Thailand

3 hari lalu

Perang Saudara Myanmar: Kelompok Perlawanan Tarik Pasukan dari Perbatasan Thailand

Tentara Pembebasan Nasional Karen memutuskan menarik pasukannya dari perbatasan Thailand setelah serangan balasan dari junta Myanmar.

Baca Selengkapnya

Jenderal Myanmar Menghilang Setelah Serangan Pesawat Tak Berawak

3 hari lalu

Jenderal Myanmar Menghilang Setelah Serangan Pesawat Tak Berawak

Wakil Ketua Junta Myanmar menghilang setelah serangan drone. Ia kemungkinan terluka.

Baca Selengkapnya

Ribuan Warga Rohingya Berlindung ke Perbatasan Myanmar-Bangladesh

6 hari lalu

Ribuan Warga Rohingya Berlindung ke Perbatasan Myanmar-Bangladesh

Ribuan warga etnis Rohingya yang mengungsi akibat konflik di Myanmar, berkumpul di perbatasan Myanmar-Bangladesh untuk mencari perlindungan

Baca Selengkapnya

Aktivis HAM Myanmar Dicalonkan Nobel Perdamaian 2024: Penghargaan Ini Tidak Sempurna

6 hari lalu

Aktivis HAM Myanmar Dicalonkan Nobel Perdamaian 2024: Penghargaan Ini Tidak Sempurna

Maung Zarni, aktivis hak asasi manusia dan pakar genosida asal Myanmar, dinominasikan Hadiah Nobel Perdamaian 2024, oleh penerima Nobel tahun 1976

Baca Selengkapnya

Pertempuran di Perbatasan Myanmar-Thailand, Pemberontak Targetkan Pasukan Junta

7 hari lalu

Pertempuran di Perbatasan Myanmar-Thailand, Pemberontak Targetkan Pasukan Junta

Pertempuran berkobar di perbatasan timur Myanmar dengan Thailand memaksa sekitar 200 warga sipil melarikan diri.

Baca Selengkapnya

Top 3 Dunia: Iran Siap Hadapi Israel, Sejarah Kudeta di Myanmar

8 hari lalu

Top 3 Dunia: Iran Siap Hadapi Israel, Sejarah Kudeta di Myanmar

Top 3 dunia adalah Iran siap menghadapi serangan Israel, sejarah kudeta di Myanmar hingga Netanyahu mengancam.

Baca Selengkapnya

Menilik Jejak Sejarah Kudeta Junta Militer Di Myanmar

9 hari lalu

Menilik Jejak Sejarah Kudeta Junta Militer Di Myanmar

Myanmar, yang dulunya dikenal sebagai Burma itu telah lama dianggap sebagai negara paria ketika berada di bawah kekuasaan junta militer yang menindas.

Baca Selengkapnya

Menlu Thailand Kunjungi Perbatasan dengan Myanmar, Pantau Evakuasi

15 hari lalu

Menlu Thailand Kunjungi Perbatasan dengan Myanmar, Pantau Evakuasi

Menlu Thailand Parnpree Bahiddha-Nukara tiba di perbatasan dengan Myanmar untuk meninjau penanganan orang-orang yang melarikan diri dari pertempuran.

Baca Selengkapnya

Ribuan Warga Myanmar Mengungsi ke Thailand Usai Kota Ini Dikuasai Pemberontak

15 hari lalu

Ribuan Warga Myanmar Mengungsi ke Thailand Usai Kota Ini Dikuasai Pemberontak

Thailand membuka menyatakan bisa menampung maksimal 100.000 orang warga Myanmar yang mengungsi.

Baca Selengkapnya