Teror Paris, KBRI: Belum Ada Laporan WNI Jadi Korban
Editor
Maria Rita Hasugian
Sabtu, 14 November 2015 11:10 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Paris menyatakan belum mendapat informasi mengenai adanya warga negara Indonesia (WNI) yang tewas atau terluka dalam serangan bom di restoran, gedung konser, dan stadion sepak bola di Paris, Prancis, pada Jumat, 13 November 2015.
“Sampai saat ini belum ada WNI yang diketahui meninggal dalam peristiwa tersebut,” ujar staf KBRI Paris, Yosep Tutu, saat dihubungi pada Sabtu, 14 November 2015.
Yosep mengatakan, menurut informasi yang diperoleh KBRI di Paris dari Crisis Center setempat, belum diketahui jumlah korban pasti akibat teror bersenjata yang dilancarkan sejumlah pria bersenjata tersebut. “Terlalu cepat menyimpulkan berapa jumlah korban serta adanya WNI yang meninggal atau tidak,” tuturnya, menirukan ucapan petugas Crisis Center di Paris.
Menurut Yosep, sejak aksi teror terjadi tadi malam, banyak keluarga WNI di Paris menanyakan keberadaan dan kondisi sanak keluarganya. “Sejak semalam tidak berhenti. Banyak masyarakat menghubungi keluarga mereka di Paris, tapi tidak tersambung sehingga menghubungi kami,” katanya.
Yosep berujar, gagalnya sambungan komunikasi dengan para WNI di Paris oleh sanak keluarganya di Indonesia hanya karena masalah komunikasi. “Mungkin karena di sini masih jam 4 pagi sehingga tidak tersambung,” ujarnya.
Saat ini, menurut Yosep, KBRI di Paris berupaya memastikan kondisi WNI yang berada di Paris dengan menghubungi WNI yang tinggal di Paris secara langsung.
Kemarin malam, sejumlah pria bersenjata menyerang dan mengebom sejumlah tempat di Paris, Prancis. Sejumlah lokasi yang menjadi sasaran di antaranya restoran Petit Cambodge, gedung konser musik Bataclan, restoran Kamboja, dan stadion Stade de France, yang tengah menggelar pertandingan timnas Prancis melawan Jerman.
Menurut sejumlah sumber di kepolisian dan media setempat, jumlah korban tewas sudah mencapai 140 orang dan puluhan luka-luka dari lima lokasi serangan.
ANGELINA ANJAR SAWITRI | REUTERS