Presiden Rusia Vladimir Putin, menanam pohon di Friendshiip Lawn, Yanqi Lake selama Asia-Pasifik Kerjasama Ekonomi (APEC) Summit di Beijing, Cina, 11 November 2014. Sasha Mordovets/Getty Images
TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga pemeringkat kredit internasional, Fitch Ratings, telah menurunkan peringkat kredit Rusia. Lembaga itu menerangkan, ekonomi Rusia sedang terpuruk seiring dengan runtuhnya mata uang rubel, penurunan harga minyak, inflasi yang tinggi, serta menurunnya cadangan devisa.
Fitch menurunkan peringkat Rusia dari BBB menjadi BBB- dengan outlook negatif. Hal itu memungkinkan adanya penurunan peringkat lebih lanjut.
Prospek ekonomi Rusia dinilai telah memburuk secara signifikan hanya dalam waktu enam bulan. Bahkan, Fitch menyatakan produk domestik bruto negara itu akan menyusut 4 persen tahun ini. Prediksi ini lebih buruk daripada perkiraan penyusutan sebelumnya yang hanya 1,5 persen. "Kemungkinan tak ada pertumbuhan kembali hingga 2017," kata Fitch seperti dikutip The Telegraph, Jumat, 9 Januari 2015.
Sanksi yang dijatuhkan oleh negara barat dilaporkan terus membebani ekonomi Rusia. Hal itu diperparah dengan jatuhnya harga minyak dunia. (Baca:Doktrin Baru Militer Rusia: NATO Ancaman Utama)
Harga minyak mentah jenis Brent telah anjlok sekitar 50 persen sejak pertengahan tahun lalu. Hal ini antara lain disebabkan oleh penolakan OPEC untuk memangkas produksi di tengah tekanan kuat dari revolusi shale Amerika Serikat.
Fitch memperkirakan harga minyak akan pulih pada kisaran US$ 70 per barel tahun ini. Jika harga minyak tetap signifikan di bawah US$ 70 per barel, bisa memicu resesi yang lebih dalam dan membebani keuangan publik. Hal itu juga sangat membatasi ruang pemerintah untuk bermanuver.
"Bahkan jika minyak turun menjadi US$ 45 atau lebih rendah dan bertahan pada level itu , Rusia akan menghadapi masalah besar," kata Mikhail Liluashvili, ekonom dari Oxford Economics. Bank sentral bisa saja membantu kelancaran volatilitas, namun mereka harus membiarkan rubel jatuh, yang bisa mendorong inflasi ke angka 20 persen.
Mata uang rubel terdepresiasi hingga 20 persen sejak Natal lalu. Rubel diperdagangkan pada level 63 terhadap dolar Amerika pada Jumat, 9 Januari 2015. Runtuhnya mata uang Rusia, menurut Fitch, dianggap sebagai sebagai salah satu alasan sektor perbankan mengalami kejutan besar. "Faktor lain adalah volatilitas pasar yang ketat dan keputusan bank sentral menaikkan suku bunga dari 10 menjadi 17 persen."