Sejumlah pelajar mengecat matanya saat memprotes ditemukannya 43 pelajar yang hilang di luar gedung Kejaksaan Agung, Meksiko, 15 Oktober 2014. REUTERS/Edgard Garrido
“Tidak ada unsur kekerasan dalam operasi tersebut,” kata juru bicara kejaksaan federal, Selasa, 4 November 2014, seraya menambahkan bahwa keduanya saat ini sedang diinterogasi kejaksaan federal.
Dua petugas keamanan yang tak bersedia disebutkan identitasnya tersebut mengatakan Abarca dan istrinya ditahan tanpa perlawanan. Menurutnya, saat ini kedua pasangan itu mendekam dalam sel tahanan kantor Kejaksaan Agung.
Penahanan terhadap pasangan suami-istri tersebut berlangsung lebih dari sebulan sejak sejumlah mahasiswa hilang setelah diserang oleh polisi pamong praja terkait dengan geng narkoba di Guerreros Unidos, kota terletak di sekitar 200 kilometer sebelah selatan Kota Meksiko.
Koresponden Al Jazeera, Rachel Levin, dalam laporannya dari Ayutla di negara bagian Guerrero, mengatakan, “Para orang tua mahasiswa sangat frustrasi dengan investigasi ini. Mereka berkali-kali mengatakan, Anda memiliki polisi federal dan militer namun tak sanggup menemukan 43 mahasiswa yang hilang.”
Salah seorang pengacara mewakili keluarga hilang mengatakan kepada Levin bahwa dia yakin penahanan ini dapat mengungkap kasus pembunuhan tersebut. “Keluarga korban mendesak wali kota dan istrinya bertanggung jawab atas pembunuhan ini,” ucap Levin.
Abarca, istrinya, dan kepala kepolisian kota tidak ada di tempat selama dua hari setelah terjadi serangan polisi pada 26 September 2014. Pihak berwajib yang tak disebutkan namanya mengatakan bahwa Abarca memerintahkan pejabat keamanan menghadapi mahasiswa karena takut mereka dapat menggagalkan pidato istrinya yang saat itu menjadi pimpinan Dewan Perlindungan Anak.
Abarca dan istrinya diduga terlibat dalam geng obat bius Guerreros Unidos. Namun keluarga Abarca menolak tudingan itu. Hingga saat ini pemerintah masih mencari mahasiswa yang hilang.
Sekitar 20 ribu demonstran menuntut Trump menghormati negara mereka, membatalkan rencana pembangunan tembok di perbatasan kedua negara, serta meminta maaf.