Terpidana Hukuman Mati Dua Jam Meregang Nyawa

Reporter

Editor

Natalia Santi

Kamis, 24 Juli 2014 20:02 WIB

REUTERS/Suhaib Salem

TEMPO.CO, Arizona - Seorang terpidana hukuman mati dengan cara disuntik meregang nyawa selama dua di Arizona sebelum diumumkan tewas. Para saksi menyaksikannya tersentak dan mendengus ratusan kali sebelum menghembuskan nafasnya yang terakhir, Rabu lalu.


“Eksekusi Joseph Wood dimulai pukul 13.57 di kompleks penjara negara Arizona (ASPC), Florence dan dia dinyatakan meninggal pada 3:49,” kata Jaksa Agung Arizona Tom Horne dalam pernyataanya.


Pengacara Wood mengajukan mosi penangguhan ketika Wood dilaporkan “tersentak dan mendengus lebih dari satu jam.” Hakim Anthony Kennedy menolak permohonan itu setengah jam setelah kematian Wood.


Gubernur Arizona Jan Brewer mengaku prihatin dengan hal tersbeut. “Sementara keadilan ditegakkan hari ini, saya minta Departemen Koreksi melakukan kajian menyeluruh atas proses tersebut,” kata Brewer.


“Satu hal yang pasti, bagaimanapun, terpidana Wood meninggal secara legal dan para saksi maupun medis menyatakan dia tidak menderita,” kata Brewer.


Advertising
Advertising

Wood, 55 tahun, terpidana dua pembunuhan tingkat pertama pada 25 Februari 1991. Dia divonis hukuman mati 2 Juli 1991.


Wood menembak mati mantan kekasihnya Debbie Dietz setelah menjalani hubungan lima tahun yang naik turun. Pada 7 Agustus 1989, Wood mendatangi toko milik keluarga Debbie dan menembak mati ayahnya, Gene Dietz di dada dengan revolver kaliber 38. Setelah itu dia mencari-cari Debbie yang bersembunyi, lalu menembaknya satu kali di perut dan satu kali di bagian dada. Debbie tewas seketika.


Jeane Brown, saudara Debbie, dalam jumpa pers mengatakan dia tidak percaya Wood menderita. “Ini sudah terlalu lama. 25 tahun yang mengerikan. Yang saya lihat hari ini, melihatnya dieksekusi, tidak ada apa-apanya dibandingkan apa yang terjadi pada 7 Agustus 1989,” kata Jeane. “Saya tidak percaya dia tersentak, saya tidak percaya dia menderita. Suaranya terdengar seperti sedang mengorok.”


Reporter Associated Press yang menyaksikan eksekusi mengatakan Wood berusaha bernapas dengan interval tiap 5-12 detik selama hampir dua jam. “Satu jam 50 menit. Hampir seperti mendengkur, hampir seperti menguap, tanpa suara.”


Michael Kieffer, saksi dari kalangan Republik Arizona mengatakan eksekusi itu merupakan yang kelima kalinya dia saksikan. “Biasanya berlangsung sekitar 10 menit, terpidana tertidur. Ini tidak seperti itu. Pada awalnya sekitar 5-7 menit dia menutup mata. Lalu dia mulai tersentak selama satu setengah jam, setiap dia buka mulut bis aterlihat dadanya bergerak, seperti ikan membuka dan menutup mulutnya.”


Namun Stephanie Grisham, sekretaris pers Gubernur Arizona mengatakan klaim media dan pengacara tidak akurat. “Dia tertidur, seperti mendengkur.”


Kasus Wood kembali mencuat di tengah kontroversi penggunaan suntikan dalam eksekusi. Dua ekskusi lainnya, satu menimpa terpidana di Ohio yang tersentak dan mendengus selama 26 menit sebelum mati. Di Oklahoma, seorang terpidana meninggal dunia terkena serangan jantung beberapa menit setelah petugas penjara menghentikan eksekusi lantaran proses penyuntikan tidak lancar.


ABC | NATALIA SANTI

Berita terkait

Indonesia Sumbang 1,09 Persen Kasus Covid-19 Dunia

7 Februari 2021

Indonesia Sumbang 1,09 Persen Kasus Covid-19 Dunia

Indonesia saat ini menempati urutan ke-19 kasus sebaran Covid-19 dari 192 negara.

Baca Selengkapnya

Orient Riwu Kore Mengaku Ikut Pilkada Sabu Raijua karena Amanat Orang Tua

6 Februari 2021

Orient Riwu Kore Mengaku Ikut Pilkada Sabu Raijua karena Amanat Orang Tua

Bupati Sabu Raijua terpilih, Orient Riwu Kore, mengungkapkan alasannya mengikuti pemilihan kepala daerah 2020

Baca Selengkapnya

Tidak Lagi Jadi Presiden, Pemakzulan Donald Trump Tak Cukup Kuat

4 Februari 2021

Tidak Lagi Jadi Presiden, Pemakzulan Donald Trump Tak Cukup Kuat

Tim pengacara Donald Trump berkeras Senat tak cukup kuat punya otoritas untuk memakzulkan Trump karena dia sudah meninggalkan jabatan itu.

Baca Selengkapnya

Keluarga Korban Sriwijaya Air SJ 182 Diminta Tak Teken Release And Discharge

3 Februari 2021

Keluarga Korban Sriwijaya Air SJ 182 Diminta Tak Teken Release And Discharge

Pengacara keluarga korban Lion Air JT 610 meminta ahli waris korban Sriwijaya Air SJ 182 tidak meneken dokumen release and discharge atau R&D.

Baca Selengkapnya

Krisis Semikonduktor, Senator Amerika Desak Gedung Putih Turun Tangan

3 Februari 2021

Krisis Semikonduktor, Senator Amerika Desak Gedung Putih Turun Tangan

Pada 2019 grup otomotif menyumbang sekitar sepersepuluh dari pasar semikonduktor senilai 429 miliar dolar Amerika Serikat.

Baca Selengkapnya

Amerika Serikat Longgarkan Aturan soal Imigran Suriah

30 Januari 2021

Amerika Serikat Longgarkan Aturan soal Imigran Suriah

Imigran dari Suriah mendapat kelonggaran aturan sehingga mereka bisa tinggal di Amerika Serikat dengan aman sampai September 2022.

Baca Selengkapnya

Tutorial Membuat Bom Ditemukan di Rumah Pelaku Kerusuhan US Capitol

30 Januari 2021

Tutorial Membuat Bom Ditemukan di Rumah Pelaku Kerusuhan US Capitol

Tutorial pembuatan bom ditemukan di rumah anggota kelompok ekstremis Proud Boys, Dominic Pezzola, yang didakwa terlibat dalam kerusuhan US Capitol

Baca Selengkapnya

Amerika Serikat Kecam Pembebasan Pembunuh Jurnalis Oleh Pakistan

29 Januari 2021

Amerika Serikat Kecam Pembebasan Pembunuh Jurnalis Oleh Pakistan

Pemerintah Amerika Serikat mengecam pembebasan pembunuh jurnalis Wall Street, Journal Daniel Pearl, oleh Mahkamah Agung Pakistan.

Baca Selengkapnya

Amerika Serikat Izinkan Pensiunan Dokter Lakukan Vaksinasi Covid-19

29 Januari 2021

Amerika Serikat Izinkan Pensiunan Dokter Lakukan Vaksinasi Covid-19

Pemerintah Amerika Serikat kini mengizinkan dokter dan perawat yang sudah pensiun untuk memberikan suntikan vaksin Covid-19

Baca Selengkapnya

Jenderal Israel Minta Joe Biden Tidak Bawa AS Kembali Ke Perjanjian Nuklir Iran

27 Januari 2021

Jenderal Israel Minta Joe Biden Tidak Bawa AS Kembali Ke Perjanjian Nuklir Iran

Kepala Staf Pasukan Pertahanan Israel (IDF) Letnan Jenderal Aviv Kochavi mengatakan hal yang salah jika AS kembali ke perjanjian nuklir Iran

Baca Selengkapnya