Edward Snowden, Sang Pembocor Rahasia Intel AS

Reporter

Editor

Abdul Manan

Minggu, 19 Januari 2014 09:54 WIB

Edward Snowden, seorang analis intelijen Amerika Serikat berusia 29 tahun, telah mengungkapkan dirinya sebagai sumber yang mengungkapkan telepon rahasia pemerintah Ameriksa Serikat dan program pengawasan internet. AP/The Guardian

TEMPO.CO, Washington - Setelah debat publik panjang, di tengah masyarakat, ruang pengadilan dan Kongres, Amerika Serikat akhirnya bersedia mereformasi program salah satu badan intelijennya, National Security Agency (NSA). Pengumuman atas refrormasi NSA itu disampaikan Barack Obama dalam pidato di Washington, Jumat 17u Januari 2014.

Reformasi NSA ini terjadi setelah Edward Snowden membocorkan dokumen program-program rahasia NSA awalnya kepada wartawan Glenn Greenwald dari Guardian, dan pembuat film dokmenter, Laura Poitras, Mei 2013 lalu. Setelah itu, informasi dari dokumen itu diterbitkan sejumlah media besar. Selain --tentu saja-- Guardian, media besar yang menulisnya adalah New York Times, Washington Post (Amerika Serikat), Globo (Brazil), Spiegel (Jerman).

Aksi pembocoran dokumen itu bermula pada Mei 2013 lalu. Ketika terbang dari Hawaii menuju Hong Kong pada 20 Mei lalu, Snowden pamit cuti kepada koleganya di NSA untuk pengobatan epilepsi. Kenyataannya, beberapa hari kemudian ia bertemu penulis Guardian, Glenn Greenwald, dan pembuat film dokmenter, Laura Poitras.

Snowden lahir pada 21 Juni 1983 dan dibesarkan di Wilmington, North Carolina, sebelum pindah ke Ellicott City, Maryland. Ibunya, Wendy, adalah wakil kepala petugas administrasi dan teknologi informasi Pengadilan Federal di Baltimore. Ayahnya, Lonnie, adalah bekas petugas penjaga pantai yang tinggal di Pennsylvania.

Ia putus sekolah ketika kelas dua SMA, tetapi belakangan ia mengaku mendapatkan ijazah. Ia kemudian belajar komputer. Snowden menghabiskan empat bulan sebagai tentara cadangan Angkatan Darat Amerika, dari Mei sampai September 2004. Ia dipecat setelah kakinya patah akibat kecelakaan.

Kariernya di badan intelijen Amerika dimulai di NSA ketika ia menjadi petugas keamanan lembaga itu sebelum ia pindah ke seksi teknologi informasi Central Intelligence Agency (CIA). Dinas rahasia Amerika itu menempatkannya di Jenewa pada 2007. Dua tahun kemudian ia meninggalkan CIA dan bekerja di sejumlah kontraktor swasta, termasuk Dell dan Booz Allen Hamilton. Ketika bekerja di Booz Allen Hamilton itulah ia ditugaskan ke NSA yang kemudian menugaskannya ke Jepang, lalu Hawaii.

Ketika terbang dari Hawaii menuju Hong Kong pada 20 Mei lalu, Snowden pamit cuti kepada koleganya di NSA untuk pengobatan epilepsi. Kenyataannya, beberapa hari kemudian ia bertemu Greenwald dan Poitras.

Pertemuan itu sudah disiapkan sejak lama. Januari 2013, Snowden mengontak Poitras dan pertengahan Februari 2013 ia mengirim surat elektronik ke Greenwald, yang tinggal di Brazil. Awalnya Greenwald tak merespons, tetapi Poitras meyakinkannya untuk menerima tawaran Snowden untuk menerbitkan dokumen rahasia NSA. Greenwald lantas terbang ke New York pada 31 Mei untuk berbicara dengan editor Guardian dis ana. Hari berikutnya, ia dan Poitras terbang ke Hong Kong.

Tahu bahwa pertemuannya bisa dibuntuti, Snowden menyusun skema rumit untuk pertemuan itu. Snowden menyuruh Greenwald nya pergi ke suatu lokasi di lantai tiga sebuah hotel di Hong Kong dan bertanya dengan suara keras ke mana arah menuju restoran. Lalu, mereka akan masuk ke sebuah ruangan berisi buaya besar tiruan dan bertemu pria yang membawa Kubus Rubik.

Greenwald dan Poitras awalnya terkejut ketika yang mereka temui adalah laki-laki umur 30-an, jauh di luar bayangan mereka yang membayangkan bertemu laki-laki beruban, veteran, dengan 60 tahunan. "Ini perjalanan sia-sia," pikir Greenwald, saat itu. Setelah satu jam mendengarkan paparan Snowden, pandangan Greenwald berubah dan ia pun mulai mempercayai laki-laki yang memiliki nama sandi "Verax", yang berarti penutur kebenaran dalam bahasa Latin. Sandi itu digunakan saat Snowden berkomunikasi dengan wartawan Washington Post.

Saat berita itu keluar dan namanya disebut, ia tahu dia dalam bahaya. Tiga hari kemudian, Ia memberikan wawancara terakhirnya sebelum keluar dari hotel dan menghilang. Ia memilih Hong Kong karena menghormati kebebasan berbicara dan perbedaan pandangan politik. Ia juga percaya daerah administratif khusus Cina ini bisa menolak didikte Amerika.

Amerika Serikat bereaksi keras atas aksi Snowden dan meminta Cina mendeportasinya ke Amerika. Dengan alasan administrasi, Cina menolak permintaan itu. Di tengah perbedaan pendapat antara Beijing dan Washington soal rencana deportasi itu, Snowden terbang dari Hongkong ke bandara Sheremetyevo, Moskow, dan tiba di sana 23 Juni 2013.

Amerika Serikat mencabut paspor Snowden setelah gugatan resmi diajukan terhadapnya dengan dakwaan Undang Undang Spionase dan mencuri properti pemerintah. Washington meminta Moskow mendeportasi Snowden. Alih-alih mengikuti kemauan Amerika Serikat, Rusia malah memberi suaka sementara kepada Snowden sejak 1 Agustus 2013. Hingga kini, ia berada di sana dan dikabarkan mencari alternatif tempat suaka dari negara lain. Suakanya bersifat sementara dan itu pun akan segera habis.

Guardian | Daily Beast | Reuter | Abdul Manan

Berita terkait

Indonesia Sumbang 1,09 Persen Kasus Covid-19 Dunia

7 Februari 2021

Indonesia Sumbang 1,09 Persen Kasus Covid-19 Dunia

Indonesia saat ini menempati urutan ke-19 kasus sebaran Covid-19 dari 192 negara.

Baca Selengkapnya

Orient Riwu Kore Mengaku Ikut Pilkada Sabu Raijua karena Amanat Orang Tua

6 Februari 2021

Orient Riwu Kore Mengaku Ikut Pilkada Sabu Raijua karena Amanat Orang Tua

Bupati Sabu Raijua terpilih, Orient Riwu Kore, mengungkapkan alasannya mengikuti pemilihan kepala daerah 2020

Baca Selengkapnya

Tidak Lagi Jadi Presiden, Pemakzulan Donald Trump Tak Cukup Kuat

4 Februari 2021

Tidak Lagi Jadi Presiden, Pemakzulan Donald Trump Tak Cukup Kuat

Tim pengacara Donald Trump berkeras Senat tak cukup kuat punya otoritas untuk memakzulkan Trump karena dia sudah meninggalkan jabatan itu.

Baca Selengkapnya

Keluarga Korban Sriwijaya Air SJ 182 Diminta Tak Teken Release And Discharge

3 Februari 2021

Keluarga Korban Sriwijaya Air SJ 182 Diminta Tak Teken Release And Discharge

Pengacara keluarga korban Lion Air JT 610 meminta ahli waris korban Sriwijaya Air SJ 182 tidak meneken dokumen release and discharge atau R&D.

Baca Selengkapnya

Krisis Semikonduktor, Senator Amerika Desak Gedung Putih Turun Tangan

3 Februari 2021

Krisis Semikonduktor, Senator Amerika Desak Gedung Putih Turun Tangan

Pada 2019 grup otomotif menyumbang sekitar sepersepuluh dari pasar semikonduktor senilai 429 miliar dolar Amerika Serikat.

Baca Selengkapnya

Amerika Serikat Longgarkan Aturan soal Imigran Suriah

30 Januari 2021

Amerika Serikat Longgarkan Aturan soal Imigran Suriah

Imigran dari Suriah mendapat kelonggaran aturan sehingga mereka bisa tinggal di Amerika Serikat dengan aman sampai September 2022.

Baca Selengkapnya

Tutorial Membuat Bom Ditemukan di Rumah Pelaku Kerusuhan US Capitol

30 Januari 2021

Tutorial Membuat Bom Ditemukan di Rumah Pelaku Kerusuhan US Capitol

Tutorial pembuatan bom ditemukan di rumah anggota kelompok ekstremis Proud Boys, Dominic Pezzola, yang didakwa terlibat dalam kerusuhan US Capitol

Baca Selengkapnya

Amerika Serikat Kecam Pembebasan Pembunuh Jurnalis Oleh Pakistan

29 Januari 2021

Amerika Serikat Kecam Pembebasan Pembunuh Jurnalis Oleh Pakistan

Pemerintah Amerika Serikat mengecam pembebasan pembunuh jurnalis Wall Street, Journal Daniel Pearl, oleh Mahkamah Agung Pakistan.

Baca Selengkapnya

Amerika Serikat Izinkan Pensiunan Dokter Lakukan Vaksinasi Covid-19

29 Januari 2021

Amerika Serikat Izinkan Pensiunan Dokter Lakukan Vaksinasi Covid-19

Pemerintah Amerika Serikat kini mengizinkan dokter dan perawat yang sudah pensiun untuk memberikan suntikan vaksin Covid-19

Baca Selengkapnya

Jenderal Israel Minta Joe Biden Tidak Bawa AS Kembali Ke Perjanjian Nuklir Iran

27 Januari 2021

Jenderal Israel Minta Joe Biden Tidak Bawa AS Kembali Ke Perjanjian Nuklir Iran

Kepala Staf Pasukan Pertahanan Israel (IDF) Letnan Jenderal Aviv Kochavi mengatakan hal yang salah jika AS kembali ke perjanjian nuklir Iran

Baca Selengkapnya