NSA Kumpulkan Jutaan Daftar Kontak dari Internet

Reporter

Editor

Abdul Manan

Selasa, 15 Oktober 2013 21:05 WIB

Markas Besar agen keamanan Amerika, National Security Agency (NSA) di Fort Meade, Maryland. wikimedia.com

TEMPO.CO, Washington - Badan intelijen Amerika Serikat, National Security Agency (NSA) tak hanya mengumpulkan meta data panggilan telpon dan informasi di internet. Laporan Washington Post 14 Oktober 2013 mengatakan, NSA mengumpulkan ratusan juta daftar kontak dari e-mail pribadi dan akun instan messaging di seluruh dunia. Informasi ini didapatkan Washington Post dari pejabat intelijen senior AS dan dokumen rahasia yang diberikan oleh mantan kontraktor NSA Edward Snowden.

Program pengumpulan data itu, yang belum diungkapkan sebelumnya, menyadap buku alamat e-mail dan "daftar teman" dari layanan instan messaging saat melintasi link data global. Ini dimungkinkan karena layanan online sering mengirimkan daftar kontak ketika penggunanya melakukan log on, membuat pesan baru, atau melakukan sinkronisasi dengan komputer atau perangkat mobile dengan informasi yang tersimpan di server terpisah.

Selama satu hari di tahun lalu, Special Source Operations, salah satu cabang NSA, mengumpulkan 444.743 buku alamat e-mail dari Yahoo, 105.068 dari Hotmail, 82.857 dari Facebook, 33.697 dari Gmail dan 22.881 dari penyedia jasa internet lain, kata dokumen presentasi powerpoint di internal NSA.

Pengumpulan informasi itu tergantung pada perjanjian rahasia dengan perusahaan telekomunikasi di luar negeri atau badan intelijen sekutu Amerika Serikat yang mengendalikan fasilitas lalu lintas langsung di sepanjang rute utama data di internet.

Meskipun pengumpulan berlangsung di luar negeri, dua pejabat intelijen senior AS mengakui bahwa program itu juga menyapu daftar kontak di email milik orang Amerika. Keduanya menolak untuk memberikan perkiraan, tetapi tidak membantah bahwa jumlah alamat email yang dikumpulkan kemungkinan mencapai jutaan atau puluhan juta.

Shawn Turner, juru bicara Kantor Direktur Intelijen Nasional AS, lembaga yang mengawasi NSA, mengatakan, badan ini "fokus pada menemukan dan mengembangkan informasi intelijen tentang target intelijen asing seperti teroris, perdagangan manusia dan penyelundupan narkoba. Kami tidak tertarik pada informasi pribadi orang Amerika pada umumnya."

Pengumpulan data panggilan telpon dan data di internet oleh NSA, yang dilakukan dengan program yang terpisah, telah menimbulkan kontroversi yang signifikan sejak terungkap ke publik pada bulan Juni lalu. Direktur NSA, Jenderal Keith B. Alexander, membela program pengumpulan massal itu sebagai alat penting bagi upaya kontraterorisme dan menghadapi intelijen asing.

Bagi NSA, daftar kontak yang disimpan secara online menjadi sumber yang sangat berguna daripada data catatan panggilan telpon. Buku alamat itu umumnya tidak hanya berisi nama dan alamat e-mail , tetapi juga nomor telepon, jalan, informasi bisnis dan keluarga. Daftar Inbox dari akun e-mail yang tersimpan di penyimpanan "awan" kadang-kadang berisi isi email, seperti beberapa baris pertama dari pesannya.

Secara keseluruhan, data-data itu akan memungkinkan NSA, jika diizinkan, untuk membuat gambar peta rinci dari kehidupan seseorang, seperti koneksi personal, profesional, politik dan agama. Gambaran seperti itu juga dapat menyesatkan, karena menciptakan asosiasi palsu dengan mantan pasangan atau orang-orang dengan akun yang tidak memiliki kontak bertahun-tahun lamanya.

NSA belum disahkan oleh Kongres atau pengadilan khusus intelijen yang mengawasi pengintaian terhadap sasaran asing, untuk mengumpulkan daftar kontak dalam jumlah besar. Pejabat intelijen senior itu juga mengatakan, pengumpulan informasi seperti itu tidak saha jika dilakukan dari fasilitas di dalam negeri Amerika Serikat.

NSA menghindari adanya pembatasan dalam Foreign Intelligence Surveillance Act dengan melakan pencegatan daftar kontak dari titik akses "di seluruh dunia", kata seorang pejabat senior intelijen, yang berbicara secara anonim untuk membahas program rahasia ini. "Tak satu pun dari mereka (yang dicegat informasinya) berada di wilayah Amerika Serikat."

Karena metode yang digunakan, NSA tidak diwajibkan secara hukum atau secara teknis tidak dapat membatasi pencegatan daftar kontak yang jadi target pengintaian intelijen di luar negeri. Ketika informasi melewati "aparat pengumpulan di luar negeri", tambah pejabat itu, "asumsinya Anda bukan orang AS."

Dalam prakteknya, data dari orang Amerika itu dikumpulkan dalam jumlah besar oleh NSA. Sebagian karena mereka tinggal dan bekerja di luar negeri, meski ada juga karena data itu melintasi batas-batas internasional bahkan ketika pemiliknya tinggal di rumahnya di Amerika Serikat. Perusahaan teknologi besar, termasuk Google dan Facebook, memelihara pusat data di seluruh dunia untuk menyeimbangkan beban pada server mereka dan tetap bisa beroperasi jika listrik mati.

Seorang pejabat intelijen senior AS mengatakan, privasi warga Amerika tetap dilindungi meskipun ada pengumpulan informasi massal karena "kami memiliki mekanisme pengujian dan pengimbang yang dimasukkan ke dalam alat kami."

Analis NSA, kata dia, kemungkinkan tidak akan mencari di dalam database kontak tersebut atau menyebarkan informasi dari sana kecuali mereka mendapat indikasi bahwa ada sesuatu di sana yang merupakan target intelijen luar negeri, yang itu merupakan yurisdiksi lembaga ini.

Washington Post | Abdul Manan

Berita terkait

Indonesia Sumbang 1,09 Persen Kasus Covid-19 Dunia

7 Februari 2021

Indonesia Sumbang 1,09 Persen Kasus Covid-19 Dunia

Indonesia saat ini menempati urutan ke-19 kasus sebaran Covid-19 dari 192 negara.

Baca Selengkapnya

Orient Riwu Kore Mengaku Ikut Pilkada Sabu Raijua karena Amanat Orang Tua

6 Februari 2021

Orient Riwu Kore Mengaku Ikut Pilkada Sabu Raijua karena Amanat Orang Tua

Bupati Sabu Raijua terpilih, Orient Riwu Kore, mengungkapkan alasannya mengikuti pemilihan kepala daerah 2020

Baca Selengkapnya

Tidak Lagi Jadi Presiden, Pemakzulan Donald Trump Tak Cukup Kuat

4 Februari 2021

Tidak Lagi Jadi Presiden, Pemakzulan Donald Trump Tak Cukup Kuat

Tim pengacara Donald Trump berkeras Senat tak cukup kuat punya otoritas untuk memakzulkan Trump karena dia sudah meninggalkan jabatan itu.

Baca Selengkapnya

Keluarga Korban Sriwijaya Air SJ 182 Diminta Tak Teken Release And Discharge

3 Februari 2021

Keluarga Korban Sriwijaya Air SJ 182 Diminta Tak Teken Release And Discharge

Pengacara keluarga korban Lion Air JT 610 meminta ahli waris korban Sriwijaya Air SJ 182 tidak meneken dokumen release and discharge atau R&D.

Baca Selengkapnya

Krisis Semikonduktor, Senator Amerika Desak Gedung Putih Turun Tangan

3 Februari 2021

Krisis Semikonduktor, Senator Amerika Desak Gedung Putih Turun Tangan

Pada 2019 grup otomotif menyumbang sekitar sepersepuluh dari pasar semikonduktor senilai 429 miliar dolar Amerika Serikat.

Baca Selengkapnya

Amerika Serikat Longgarkan Aturan soal Imigran Suriah

30 Januari 2021

Amerika Serikat Longgarkan Aturan soal Imigran Suriah

Imigran dari Suriah mendapat kelonggaran aturan sehingga mereka bisa tinggal di Amerika Serikat dengan aman sampai September 2022.

Baca Selengkapnya

Tutorial Membuat Bom Ditemukan di Rumah Pelaku Kerusuhan US Capitol

30 Januari 2021

Tutorial Membuat Bom Ditemukan di Rumah Pelaku Kerusuhan US Capitol

Tutorial pembuatan bom ditemukan di rumah anggota kelompok ekstremis Proud Boys, Dominic Pezzola, yang didakwa terlibat dalam kerusuhan US Capitol

Baca Selengkapnya

Amerika Serikat Kecam Pembebasan Pembunuh Jurnalis Oleh Pakistan

29 Januari 2021

Amerika Serikat Kecam Pembebasan Pembunuh Jurnalis Oleh Pakistan

Pemerintah Amerika Serikat mengecam pembebasan pembunuh jurnalis Wall Street, Journal Daniel Pearl, oleh Mahkamah Agung Pakistan.

Baca Selengkapnya

Amerika Serikat Izinkan Pensiunan Dokter Lakukan Vaksinasi Covid-19

29 Januari 2021

Amerika Serikat Izinkan Pensiunan Dokter Lakukan Vaksinasi Covid-19

Pemerintah Amerika Serikat kini mengizinkan dokter dan perawat yang sudah pensiun untuk memberikan suntikan vaksin Covid-19

Baca Selengkapnya

Jenderal Israel Minta Joe Biden Tidak Bawa AS Kembali Ke Perjanjian Nuklir Iran

27 Januari 2021

Jenderal Israel Minta Joe Biden Tidak Bawa AS Kembali Ke Perjanjian Nuklir Iran

Kepala Staf Pasukan Pertahanan Israel (IDF) Letnan Jenderal Aviv Kochavi mengatakan hal yang salah jika AS kembali ke perjanjian nuklir Iran

Baca Selengkapnya