TEMPO.CO, Washington - Beberapa artefak yang belum pernah diperlihatkan di depan publik, dari menit dan jam setelah terjadinya pembunuhan Presiden John F. Kennedy, akan dipamerkan di Washington DC, Amerika Serikat.
Newseum, sebuah museum yang didedikasikan untuk jurnalisme dan Amandemen Pertama Konstitusi Amerika, yang akan memamerkan artefak itu. Pameran ini menandai peringatan 50 tahun pembunuhan Kennedy.
Salah satu pamerannya berjudul "Three Shots Were Fired," yang menampilkan liputan berita setelah Kennedy tertembak di Dallas pada 22 November 1963. Pameran Ini terbuka untuk umum hari Jumat, bersamaan dengan pameran foto oleh fotografer pribadi Kennedy, berjudul "Creating Camelot."
Untuk pertama kalinya, museum ini menampilkan barang dari pembunuh Kennedy, Lee Harvey Oswald, pada saat penangkapannya. Termasuk pakaian Oswald, jaket, dompet, dan selimut yang digunakannya untuk menyembunyikan senapan di garasi temannya. Barang-barang ini pinjaman dari Arsip Nasional.
Lebih dari 100 benda yang jarang dilihat publik juga akan dipamerkan, termasuk kamera film 8 mm yang digunakan oleh Abraham Zapruder. Ia satu-satunya saksi yang merekam seluruh peristiwa pembunuhan itu dalam film.
Pameran foto akan menampilkan 70 gambar Kenndey yang hampir hilang dalam serangan 11 September 20001 di New York. Fotografer pribadi Kennedy, Jacques Lowe, menyimpan lebih dari 40.000 negatif foto Kennedy di sebuah lemari besi bank di World Trade Center. Karena negatif foto itu hilang dalam serangan itu, Newseum bekerja dengan Lowe untuk memulihkan lagi foto itu dari cetakan yang disimpannya di fasilitas lain di Kota New York.
Lowe berumur 28 tahun ketika ia bertemu keluarga Kennedy dan dipekerjakan sebagai fotografer pribadi. Fotonya meliputi tahun 1958, saat ia kampanye untuk pemilihan kembali sebagai anggota Senat hingga masa-masa awalnya sebagai presiden di Gedung Putih.
ABC News | Abdul Manan
Berita terkait
Indonesia Sumbang 1,09 Persen Kasus Covid-19 Dunia
7 Februari 2021
Indonesia saat ini menempati urutan ke-19 kasus sebaran Covid-19 dari 192 negara.
Baca SelengkapnyaOrient Riwu Kore Mengaku Ikut Pilkada Sabu Raijua karena Amanat Orang Tua
6 Februari 2021
Bupati Sabu Raijua terpilih, Orient Riwu Kore, mengungkapkan alasannya mengikuti pemilihan kepala daerah 2020
Baca SelengkapnyaTidak Lagi Jadi Presiden, Pemakzulan Donald Trump Tak Cukup Kuat
4 Februari 2021
Tim pengacara Donald Trump berkeras Senat tak cukup kuat punya otoritas untuk memakzulkan Trump karena dia sudah meninggalkan jabatan itu.
Baca SelengkapnyaKeluarga Korban Sriwijaya Air SJ 182 Diminta Tak Teken Release And Discharge
3 Februari 2021
Pengacara keluarga korban Lion Air JT 610 meminta ahli waris korban Sriwijaya Air SJ 182 tidak meneken dokumen release and discharge atau R&D.
Baca SelengkapnyaKrisis Semikonduktor, Senator Amerika Desak Gedung Putih Turun Tangan
3 Februari 2021
Pada 2019 grup otomotif menyumbang sekitar sepersepuluh dari pasar semikonduktor senilai 429 miliar dolar Amerika Serikat.
Baca SelengkapnyaAmerika Serikat Longgarkan Aturan soal Imigran Suriah
30 Januari 2021
Imigran dari Suriah mendapat kelonggaran aturan sehingga mereka bisa tinggal di Amerika Serikat dengan aman sampai September 2022.
Baca SelengkapnyaTutorial Membuat Bom Ditemukan di Rumah Pelaku Kerusuhan US Capitol
30 Januari 2021
Tutorial pembuatan bom ditemukan di rumah anggota kelompok ekstremis Proud Boys, Dominic Pezzola, yang didakwa terlibat dalam kerusuhan US Capitol
Baca SelengkapnyaAmerika Serikat Kecam Pembebasan Pembunuh Jurnalis Oleh Pakistan
29 Januari 2021
Pemerintah Amerika Serikat mengecam pembebasan pembunuh jurnalis Wall Street, Journal Daniel Pearl, oleh Mahkamah Agung Pakistan.
Baca SelengkapnyaAmerika Serikat Izinkan Pensiunan Dokter Lakukan Vaksinasi Covid-19
29 Januari 2021
Pemerintah Amerika Serikat kini mengizinkan dokter dan perawat yang sudah pensiun untuk memberikan suntikan vaksin Covid-19
Baca SelengkapnyaJenderal Israel Minta Joe Biden Tidak Bawa AS Kembali Ke Perjanjian Nuklir Iran
27 Januari 2021
Kepala Staf Pasukan Pertahanan Israel (IDF) Letnan Jenderal Aviv Kochavi mengatakan hal yang salah jika AS kembali ke perjanjian nuklir Iran
Baca Selengkapnya