Tur 'Pereda Ketegangan' Menteri Luar Negeri AS  

Reporter

Editor

Abdul Manan

Selasa, 26 Maret 2013 23:18 WIB

Tur 'Pereda Ketegangan' John Kerry

TEMPO.CO, Kabul - Kedatangan tak terduga Menteri Luar Negeri AS John Kerry ke Afganistan, Senin 25 Maret 2013, memulihkan hubungan dua negara yang tegang karena sejumlah soal belakangan ini. Usai bertemu Presiden Afganistan Hamid Karzai di Kabul, Kerry mengatakan, "Kami berada di halaman yang sama" dalam isu-isu keamanan dan menepis anggapan bahwa hubungan dua negara dalam bahaya.

Karzai telah membuat marah pejabat Amerika Serikat belakangan ini. Salah satunya karena menuduh Washington berkolusi dengan gerilyawan Taliban agar Afghanistan terlihat tetap rawan. Padahal, pemerintahan Obama melakukan langkah maju soal rencana penyerahan tanggung jawab keamanan negara itu kepada pasukan Afganistan setelah misi pasukan koalisi NATO berakhir tahun 2014.

''Saya yakin presiden (Karzai) tidak percaya AS memiliki kepentingan lain kecuali melihat Taliban ke meja perundingan untuk berdamai,'' kata Kerry dalam konferensi pers bersama Karzai, usai pertemuan keduanya di Kabul, Senin 25 Maret 2013.

Kerry mengaku mempertanyakan komentar Karzai yang menyebut AS berkolusi dengan Taliban. Mantan senator Demokrat ini mengaku puas dengan respons koleganya itu sehingga menyebut bahwa ia dan Karzai berada di pihak yang sama. "Saya tidak berpikir ada perselisihan antara kami dan saya sangat nyaman dengan penjelasan presiden," kata Kerry.

Di depan wartawan, Karzai mengatakan, "Hari ini adalah hari yang sangat baik". Ia merujuk pada pengalihan fasilitas pusat penahanan Parwan, di dekat pangkalan militer Bagram di utara Kabul, yang selama ini dibawah kendali AS. Dia juga menyatakan rasa terima kasih atas pengorbanan AS untuk negara ini.

Namun ia tetap membela pernyataan sebelumnya yang menyebut ada pasukan Amerika menyiksa warga sipil Afghanistan. "Ketika saya mengatakan sesuatu kepada publik, hal ini tidak dimaksudkan untuk menyinggung sekutu kami, tetapi untuk memperbaiki situasi,'' katanya. '' Saya bertanggung jawab untuk melindungi rakyat Afganistan. Saya presiden negara ini."

Kerry mengatakan, AS menghormati kedaulatan Afghanistan, dan penyerahan fasilitas penahanan ini adalah salah satu buktinya. Serahterima fasilitas penahanan Parwan dilakukan Senin pagi. Serahterimanya dilakukan dari Komandan tertinggi AS di Afghanistan, Jenderal Joseph Dunford, kepada Menteri Pertahanan Afghanistan Bismullah Khan Mohammadi.

Perjanjian serahterima Parwan sudah ditandatangani tahun lalu, tetapi upaya ini tersandung kekhawatiran AS bahwa Afghanistan akan membebaskan tahanan yang dianggap berbahaya. Selain itu, penghambat lainnya adalah masih berlangsungnya negosiasi perjanjian keamanan bilateral setelah pasukan NATO dan AS meninggalkan negara ini tahun depan.

AS merasa kekhawatirannya punya dasar. Salah satu yang dijadikan contoh adalah kasus Zakir Qayyum, mantan tahanan Guantanamo yang diserahkan ke penahanan Afghanistan, tahun 2007. Ternyata ia dibebaskan empat bulan kemudian, dan bergabung kembali dengan Taliban. Pangkatnya juga naik menjadi pemimpin no 2 di Taliban.

Rintangan penting lainnya adalah adanya putusan majelis hakim Afghanistan yang menyatakan bahwa penahanan administratif --penahanan terhadap seseorang tanpa tuduhan resmi-- melanggar hukum Afganistan. AS berpendapat bahwa hukum internasional memungkinkan penahanan administratif dan tak mau ambil risiko menyerahkan nasib beberapa tahanan bernilai tinggi kepada pengadilan Afghanistan yang dikenal korup.

Tempat penahanan itu dihuni sekitar 3.000 tahanan dan mayoritas sudah di bawah kendali Afganistan. Amerika Serikat hanya belum menyerahkan sekitar 100 tahanan, sebagiannya karena AS menganggap mereka bagian dari konflik yang sedang berlangsung. Ada juga sekitar tiga lusin tahanan non-Afghanistan, seperti dari Pakistan dan negara lainnya, yang tetap di tangan Amerika.

Keduanya juga menyerukan kepada Taliban untuk mengambil kesempatan dari adanya penawaran untuk membuka kantor politik di Doha, Qatar. Melalui perwakilan itu, mereka bisa terlibat dalam pembicaraan rekonsiliasi dengan Dewan Perdamaian Afghanistan dan berpotensi melakukan negosiasi untuk mengakhiri permusuhannya dengan pemerintahan di Kabul.

Namun, soal ini masih tak mudah karena Karzai meminta Qatar menandatangani nota kesepahaman yang memungkinkan Taliban membuka kantor di sana. Pejabat Qatar menolak untuk menandatangani nota itu. Pekan lalu, Karzai sudah memiliki rencana ke Qatar untuk membicarakan masa depan negosiasi perdamaiannya dengan Taliban.

Kerry meminta Taliban menggunakan kesempatan itu karena Amerika Serikat berkomitmen untuk menjaga keamanan Afghanistan paska 2014. Tentara koalisi berjumlah 100.000 di Afghanistan, 66.000 di antaranya dari Amerika Serikat. Pejabat AS mengatakan, jumlah tentara AS dan koalisi yang kemungkinan dipertahankan di Afganistan sekitar 12.000.

Karzai menambahkan, pembicaraan damai dengan Taliban akan memerlukan keterlibatan Pakistan. Setiap proses perdamaian Afghanistan tanpa melibatkan negara tetangga itu, ditakdirkan untuk gagal. Pakistan, terutama dinas intelijennya, memiliki hubungan dekat dengan Taliban.

Sebelum ke Kabul, Kerry mengunjungi Yordania. Ia sebenarnya juga berencana ke Pakistan, meski akhirnya ditunda karena negara itu akan melaksanakan pemilihan umum 11 Mei mendatang.

Boston Globe | New York Times | Abdul Manan

Berita terkait

Indonesia Sumbang 1,09 Persen Kasus Covid-19 Dunia

7 Februari 2021

Indonesia Sumbang 1,09 Persen Kasus Covid-19 Dunia

Indonesia saat ini menempati urutan ke-19 kasus sebaran Covid-19 dari 192 negara.

Baca Selengkapnya

Orient Riwu Kore Mengaku Ikut Pilkada Sabu Raijua karena Amanat Orang Tua

6 Februari 2021

Orient Riwu Kore Mengaku Ikut Pilkada Sabu Raijua karena Amanat Orang Tua

Bupati Sabu Raijua terpilih, Orient Riwu Kore, mengungkapkan alasannya mengikuti pemilihan kepala daerah 2020

Baca Selengkapnya

Tidak Lagi Jadi Presiden, Pemakzulan Donald Trump Tak Cukup Kuat

4 Februari 2021

Tidak Lagi Jadi Presiden, Pemakzulan Donald Trump Tak Cukup Kuat

Tim pengacara Donald Trump berkeras Senat tak cukup kuat punya otoritas untuk memakzulkan Trump karena dia sudah meninggalkan jabatan itu.

Baca Selengkapnya

Keluarga Korban Sriwijaya Air SJ 182 Diminta Tak Teken Release And Discharge

3 Februari 2021

Keluarga Korban Sriwijaya Air SJ 182 Diminta Tak Teken Release And Discharge

Pengacara keluarga korban Lion Air JT 610 meminta ahli waris korban Sriwijaya Air SJ 182 tidak meneken dokumen release and discharge atau R&D.

Baca Selengkapnya

Krisis Semikonduktor, Senator Amerika Desak Gedung Putih Turun Tangan

3 Februari 2021

Krisis Semikonduktor, Senator Amerika Desak Gedung Putih Turun Tangan

Pada 2019 grup otomotif menyumbang sekitar sepersepuluh dari pasar semikonduktor senilai 429 miliar dolar Amerika Serikat.

Baca Selengkapnya

Amerika Serikat Longgarkan Aturan soal Imigran Suriah

30 Januari 2021

Amerika Serikat Longgarkan Aturan soal Imigran Suriah

Imigran dari Suriah mendapat kelonggaran aturan sehingga mereka bisa tinggal di Amerika Serikat dengan aman sampai September 2022.

Baca Selengkapnya

Tutorial Membuat Bom Ditemukan di Rumah Pelaku Kerusuhan US Capitol

30 Januari 2021

Tutorial Membuat Bom Ditemukan di Rumah Pelaku Kerusuhan US Capitol

Tutorial pembuatan bom ditemukan di rumah anggota kelompok ekstremis Proud Boys, Dominic Pezzola, yang didakwa terlibat dalam kerusuhan US Capitol

Baca Selengkapnya

Amerika Serikat Kecam Pembebasan Pembunuh Jurnalis Oleh Pakistan

29 Januari 2021

Amerika Serikat Kecam Pembebasan Pembunuh Jurnalis Oleh Pakistan

Pemerintah Amerika Serikat mengecam pembebasan pembunuh jurnalis Wall Street, Journal Daniel Pearl, oleh Mahkamah Agung Pakistan.

Baca Selengkapnya

Amerika Serikat Izinkan Pensiunan Dokter Lakukan Vaksinasi Covid-19

29 Januari 2021

Amerika Serikat Izinkan Pensiunan Dokter Lakukan Vaksinasi Covid-19

Pemerintah Amerika Serikat kini mengizinkan dokter dan perawat yang sudah pensiun untuk memberikan suntikan vaksin Covid-19

Baca Selengkapnya

Jenderal Israel Minta Joe Biden Tidak Bawa AS Kembali Ke Perjanjian Nuklir Iran

27 Januari 2021

Jenderal Israel Minta Joe Biden Tidak Bawa AS Kembali Ke Perjanjian Nuklir Iran

Kepala Staf Pasukan Pertahanan Israel (IDF) Letnan Jenderal Aviv Kochavi mengatakan hal yang salah jika AS kembali ke perjanjian nuklir Iran

Baca Selengkapnya