Virus Stuxnet untuk Melumpuhkan Nuklir Iran

Reporter

Editor

Abdul Manan

Jumat, 1 Maret 2013 23:48 WIB

Iran Minta Siemens Jelaskan Stuxnet

TEMPO.CO, San Fransisco - Para peneliti di Symantec Corp telah menemukan versi dari virus komputer Stuxnet yang digunakan untuk menyerang program nuklir Iran pada bulan November 2007. Menurut Symantec, virus itu ternyata dibuat dua tahun lebih awal daripada yang diperkirakan sebelumnya.


Stuxnet, yang secara luas diyakini telah dikembangkan oleh Amerika Serikat dan Israel, ditemukan pada tahun 2010 setelah virus itu digunakan untuk menyerang fasilitas pengayaan uranium di Natanz, Iran. Ini adalah contoh pertama yang dikenal publik sebagai virus yang digunakan untuk menyerang mesin industri.


Peneliti Symantec, Selasa 26 Februari 2013 lalu mengatakan bahwa mereka telah menemukan sepotong kode yang mereka sebut "Stuxnet 0.5" di antara ribuan versi dari virus yang mereka temukan dari mesin yang terinfeksi. Mereka menemukan bukti Stuxnet 0,5 dikembangkan tahun 2005 ketika Iran masih menyiapkan fasilitas pengayaan uraniumnya. Virus itu ditempatkan tahun 2007, tahun yang sama saat fasilitas Natanz sudah mulai online.


Ahli keamanan yang mengkaji 18-halaman laporan Symantec soal Stuxnet 0,5 mengatakan, laporan itu menunjukkan bahwa senjata cyber yang sudah cukup kuat untuk melumpuhkan produksi di Natanz itu sudah ada enam tahun yang lalu.


"Serangan ini bisa merusak mesin pemisah dengan putaran (centrifuges) tanpa merusak begitu banyak yang membuat operator pabrik curiga," kata sebuah laporan yang ditulis oleh Institut Sains dan Keamanan Internasional, yang dipimpin oleh mantan inspektur senjata PBB David Albright.


Advertising
Advertising

Meskipun tidak jelas apa kerusakan yang ditimbulkan Stuxnet 0,5, Symantec mengatakan virus itu dirancang untuk menyerang fasilitas Natanz dengan membuka dan menutup katup yang memasok gas heksafluorida ke centrifuges, tanpa sepengetahuan operator yang mengoperasikannya.


Pembedahan terhadap versi Stuxnet sebelumnya diyakini telah digunakan untuk menyabot proses pengayaan uranium dengan mengubah kecepatan perputaran gas centrifuges sentrifugal tanpa sepengetahuan operatornya.


"The report provides even more concrete evidence that the United States has been activity trying to derail the Iranian nuclear program since it was restarted under President Mahmoud Ahmadinejad's reign," said John Bumgarner, an expert on cyber weapons who works as chief technology officer with the U.S. Cyber Consequences Unit.


"Laporan ini memberikan bukti lebih kongkret bahwa Amerika Serikat melakukan kegiatan yang berusaha untuk menggagalkan program nuklir Iran sejak diaktifkan di bawah pemerintahan Presiden Mahmoud Ahmadinejad," kata John Bumgarner, seorang ahli senjata cyber yang bekerja sebagai kepala bidang teknologi bersama Unit Konsekuensi Cyber Amerika Serikat.


Fasilitas Natanz telah menjadi subjek pengawasan intens oleh Amerika Serikat, Israel dan sekutunya. Mereka menuduh Iran berusaha membangun bom nuklir.


Amerika Serikat mulai membangun senjata cyber Stuxnet selama pemerintahan George W. Bush. Menurut pejabat AS yang mengetahui program tersebut, senjata itu untuk mencegah Teheran memperoleh senjata nuklir. Pemerintah AS menolak untuk mengomentari laporan Symantec itu dan telah melakukan penyelidikan atas bocornya informasi soal program cyber-nya itu.


Reuters | Abdul Manan

Berita terkait

Indonesia Sumbang 1,09 Persen Kasus Covid-19 Dunia

7 Februari 2021

Indonesia Sumbang 1,09 Persen Kasus Covid-19 Dunia

Indonesia saat ini menempati urutan ke-19 kasus sebaran Covid-19 dari 192 negara.

Baca Selengkapnya

Orient Riwu Kore Mengaku Ikut Pilkada Sabu Raijua karena Amanat Orang Tua

6 Februari 2021

Orient Riwu Kore Mengaku Ikut Pilkada Sabu Raijua karena Amanat Orang Tua

Bupati Sabu Raijua terpilih, Orient Riwu Kore, mengungkapkan alasannya mengikuti pemilihan kepala daerah 2020

Baca Selengkapnya

Tidak Lagi Jadi Presiden, Pemakzulan Donald Trump Tak Cukup Kuat

4 Februari 2021

Tidak Lagi Jadi Presiden, Pemakzulan Donald Trump Tak Cukup Kuat

Tim pengacara Donald Trump berkeras Senat tak cukup kuat punya otoritas untuk memakzulkan Trump karena dia sudah meninggalkan jabatan itu.

Baca Selengkapnya

Keluarga Korban Sriwijaya Air SJ 182 Diminta Tak Teken Release And Discharge

3 Februari 2021

Keluarga Korban Sriwijaya Air SJ 182 Diminta Tak Teken Release And Discharge

Pengacara keluarga korban Lion Air JT 610 meminta ahli waris korban Sriwijaya Air SJ 182 tidak meneken dokumen release and discharge atau R&D.

Baca Selengkapnya

Krisis Semikonduktor, Senator Amerika Desak Gedung Putih Turun Tangan

3 Februari 2021

Krisis Semikonduktor, Senator Amerika Desak Gedung Putih Turun Tangan

Pada 2019 grup otomotif menyumbang sekitar sepersepuluh dari pasar semikonduktor senilai 429 miliar dolar Amerika Serikat.

Baca Selengkapnya

Amerika Serikat Longgarkan Aturan soal Imigran Suriah

30 Januari 2021

Amerika Serikat Longgarkan Aturan soal Imigran Suriah

Imigran dari Suriah mendapat kelonggaran aturan sehingga mereka bisa tinggal di Amerika Serikat dengan aman sampai September 2022.

Baca Selengkapnya

Tutorial Membuat Bom Ditemukan di Rumah Pelaku Kerusuhan US Capitol

30 Januari 2021

Tutorial Membuat Bom Ditemukan di Rumah Pelaku Kerusuhan US Capitol

Tutorial pembuatan bom ditemukan di rumah anggota kelompok ekstremis Proud Boys, Dominic Pezzola, yang didakwa terlibat dalam kerusuhan US Capitol

Baca Selengkapnya

Amerika Serikat Kecam Pembebasan Pembunuh Jurnalis Oleh Pakistan

29 Januari 2021

Amerika Serikat Kecam Pembebasan Pembunuh Jurnalis Oleh Pakistan

Pemerintah Amerika Serikat mengecam pembebasan pembunuh jurnalis Wall Street, Journal Daniel Pearl, oleh Mahkamah Agung Pakistan.

Baca Selengkapnya

Amerika Serikat Izinkan Pensiunan Dokter Lakukan Vaksinasi Covid-19

29 Januari 2021

Amerika Serikat Izinkan Pensiunan Dokter Lakukan Vaksinasi Covid-19

Pemerintah Amerika Serikat kini mengizinkan dokter dan perawat yang sudah pensiun untuk memberikan suntikan vaksin Covid-19

Baca Selengkapnya

Jenderal Israel Minta Joe Biden Tidak Bawa AS Kembali Ke Perjanjian Nuklir Iran

27 Januari 2021

Jenderal Israel Minta Joe Biden Tidak Bawa AS Kembali Ke Perjanjian Nuklir Iran

Kepala Staf Pasukan Pertahanan Israel (IDF) Letnan Jenderal Aviv Kochavi mengatakan hal yang salah jika AS kembali ke perjanjian nuklir Iran

Baca Selengkapnya