TEMPO.CO, Kairo - Bentrok fisik antara aparat keamanan dan demonstran berlanjut di pinggiran Kairo, ibu kota Mesir, hanya beberapa jam setelah Presiden Mohamed Mursi menyatakan kondisi darurat di tiga kota di sepanjang Terusan Suez.
Untuk membubarkan pengunjuk rasa, polisi terpaksa menembakkan gas air mata ke arah demonstran yang kalap.
Unjuk rasa ini memasuki hari kelima setelah kekerasan di jalanan di Mesir, menyusul ulang tahun kedua revolusi Mesir pekan lalu. Demonstrasi digelar untuk merayakan kemenangan rakyat atas tumbangnya bekas Presiden Husni Mubarak, yang berkuasa selama lebih dari 30 tahun. Dalam revolusi itu, sekitar 50 orang meninggal.
Dalam sebuah pidato yang disiarkan televisi pada Ahad dinihari waktu setempat, Mursi mengatakan, kondisi darurat diberlakukan di tiga kota, yakni Port Said, Ismailia, dan Suez.
Dia mengatakan, keadaan ini berlaku efektif sejak Senin, 28 Januari 2013, pukul 9 petang (19.00 GMT) hingga pukul 6 pagi (04.00 GMT). Presiden yang diusung Ikhwanul Muslimin ini memperingatkan masyarakat bahwa pasukan keamanan akan bertindak tegas bagi para perusuh negara.
"Saya telah katakan bahwa sesungguhnya saya menentang keadaan darurat, tetapi saya harus sampaikan bahwa saya harus menghentikan pertumpahan darah dan melindungi rakyat sehingga saya harus bereaksi," kata Mursi.
Pada kesempatan itu, Mursi juga menyerukan diadakannya dialog dengan para politikus, yang dimulai pada Senin ini, guna memecahkan masalah.
Tujuh orang tewas ditembak dan ratusan lainnya cedera di Port Said pada Ahad, 27 Januari 2013. Mereka tewas ketika menghadiri pemakaman 30 orang yang meninggal dalam bentrokan di kota tersebut sehari sebelumnya. "Turunkan Mursi, rezim yang membunuh dan menyiksa kami," pekik masyarakat di Port Said.