Foto satelit ladang gas Amenas Ain milik Aljazair. REUTERS/DigitalGlobe/Handout
TEMPO.CO, Aljir - Pasukan Aljazair mengakhiri pengepungan oleh militan Islam di sebuah ladang gas di gurun Sahara. Sebanyak 23 sandera dilaporkan tewas, dan serangan terakhir menewaskan semua sisa penyandera. Pengepungan menyelamatkan 107 sandera asing dan 685 sandera Aljazair.
Diyakini di antara 32 militan yang tewas adalah pemimpin mereka, Abdul Rahman al-Nigeri, yang dekat dengan Mokhtar Belmokhtar, dalang dugaan serangan itu.
Sebuah pernyataan kementerian dalam negeri Aljazair tak menyebutkan kewarganegaraan sandera yang tewas. Penyanderaan berlangsung sejak Rabu dinihari. Penyanderaan menandai eskalasi yang serius di barat laut Afrika, di mana pasukan Prancis dikirim ke Mali untuk memerangi ekstremis.
"Kami merasa kegelisahan yang mendalam dan berkembang ... kami takut bahwa selama beberapa hari ke depan kami akan menerima berita buruk," kata Helge Lund, Chief Executive Statoil Norwegia, yang mengoperasikan tambang itu bersama BP Inggris dan perusahaan minyak negara Aljazair.
Seorang warga Amerika Serikat dan seorang warga Inggris telah dikonfirmasi tewas. Statoil mengatakan, lima pekerja, semua warga negara Norwegia, masih hilang. Pekerja Jepang dan Amerika juga belum ditemukan.
Serangan ini menguji hubungan Aljazair dengan dunia luar, terkait dengan kerentanan operasi minyak multinasional di Sahara dan mendorong radikalisme Islam di Afrika Utara dalam pusaran perhatian dunia.
Barat menyatakan kecewa karena tidak mendapat informasi tentang rencana pemerintah Aljazair menyerbu kompleks itu. Aljazair, yang pernah mengalami perang sipil dengan gerilyawan Islam pada 1990-an yang menewaskan 200 ribu jiwa, menegaskan tidak akan melakukan negosiasi apa pun dalam menghadapi terorisme.