TEMPO.CO, KOLOMBO---Partai Nasional Persatuan (UNP), partai oposisi utama di Sri Lanka Ahad 11 November 2012, mendesak parlemen melakukan penyelidikan independen terhadap kerusuhan penjara yang menewaskan 27 tahanan. Mereka menuding tentara melakukan pembantaian.
“Hampi semua korban tewas dibunuh dengan darah dingin,” kata juru bicara UNP, Mangala Samaraweera seperti dilansir AFP. UNP juga mempertanyakan keputusan pemerintah untuk menurunkan tentara saat kerusuhan. Pasalnya undang-undang darurat perang sebagai dasar penerjunan tentara di wilayah sipil, sudah dicabut.
Inisden ini terjadi Jumat pekan lalu di penjara dengan keamanan maksimun, Welikada, di ibu kota Kolombo. Masalah bermula ketika sekelompok polisi menyerbu penjara itu. Sejumlah tahanan merebut senjata berat milik penjaga dan membuat kerusuhan. Sejumlah tahanan berhasil melarikan diri dari penjara.
Pejabat hingga kini belum mengeluarkan hasil otopsi. Namun Kepala kepolisian Kolombo Anura Senanayake menegaskan sebagian besar korban tewas adalah kriminal kelas berat, beberapa bahkan sedang menjalani hukuman seumur hidup.
Kepala penjara P.W. Koddippili mengatakan hingga kini sipir tengah mencari sejumlah senjata yang masih raib. Tapi ia menolak mengatakan apakan ada tahanan yang berhasil melarikan diri dari penjara.
Kerusuhan Jumat pekan lalu itu merupakan yang terburuk setelah 1983. Saat itu sekitar 50 tahanan etnis Tamil tewas dibantai oleh tahanan bertenis Sinhala.