TEMPO Interaktif, Ingin menjadi astronot? Ada kesempatan emas mewujudkan impian itu setelah Badan Antariksa Amerika Serikat NASA membuka lowongan bagi siapa saja yang ingin bergabung dengan lembaga tersebut.
Saat ini jumlah astronot di NASA tak mencukupi untuk menjalankan program penerbangan ke luar angkasa kendati program penerbangan ulang-alik yang selama 30 tahun berjalan telah berakhir.
Namun, menurut Dewan Riset Nasional (NRC), sebuah kelompok nirlaba pemerhati kebijakan ilmu pengetahuan, NASA tetap membutuhkan astronot guna melaksanakan program penerbangan luar angkasa lainnya di masa depan.
NRC mengatakan para astronot itu dibutuhkan untuk menjadi staf Stasiun Luar Angakasa Internasional (ISS) dan membuka jalan untuk eksplorasi baru di angkasa. Belum lama ini, katanya, para astonot Amerika Serikat melakukan perjalanan ke luar angkasa menggunakan pesawat ruang angkasa Rusia menuju ISS.
Sejak para astonot Amerika Serikat memasuki usia pensiun dan mengundurkan diri tahun ini, jumlah astronot di sana hanya 60 orang. Jumlah ini turun drastis jika dibandingkan dengan satu dekade lalu yang mencapai 149 astronaut.
Dari jumlah yang ada, itu pun usia mereka rata-rata antara 55-60 tahun sehingga hal ini sangat berbahaya bagi keselamatan astronot serta dapat memudahkan mereka cedera.
Karena itu, dapat disimpulkan bahwa "Amerika Serikat perlu membuka peluang investasi, meningkatkan sumber daya manusia untuk kebutuhan penerbangan luar angkasa," ujar NRC.
Belum lama ini para astronot Amerika Serikat terbang bersama pesawat luar angkasa Soyuz Rusia untuk mencapai ISS. Mereka memiliki misi di stasiun luar angkasa setelah gagal membawa kargo pada Agustus lalu.
Jika NASA benar-benar tak bisa menyiapkan astronot yang mumpuni untuk mencapai stasiun luar angkasa ISS, stasiun tersebut akan menjadi sebuah tempat yang kosong melompong tanpa kegiatan, sehingga perlu diakhiri pada November ini.
BBC | CA
Berita terkait
Indonesia Sumbang 1,09 Persen Kasus Covid-19 Dunia
7 Februari 2021
Indonesia saat ini menempati urutan ke-19 kasus sebaran Covid-19 dari 192 negara.
Baca SelengkapnyaOrient Riwu Kore Mengaku Ikut Pilkada Sabu Raijua karena Amanat Orang Tua
6 Februari 2021
Bupati Sabu Raijua terpilih, Orient Riwu Kore, mengungkapkan alasannya mengikuti pemilihan kepala daerah 2020
Baca SelengkapnyaTidak Lagi Jadi Presiden, Pemakzulan Donald Trump Tak Cukup Kuat
4 Februari 2021
Tim pengacara Donald Trump berkeras Senat tak cukup kuat punya otoritas untuk memakzulkan Trump karena dia sudah meninggalkan jabatan itu.
Baca SelengkapnyaKeluarga Korban Sriwijaya Air SJ 182 Diminta Tak Teken Release And Discharge
3 Februari 2021
Pengacara keluarga korban Lion Air JT 610 meminta ahli waris korban Sriwijaya Air SJ 182 tidak meneken dokumen release and discharge atau R&D.
Baca SelengkapnyaKrisis Semikonduktor, Senator Amerika Desak Gedung Putih Turun Tangan
3 Februari 2021
Pada 2019 grup otomotif menyumbang sekitar sepersepuluh dari pasar semikonduktor senilai 429 miliar dolar Amerika Serikat.
Baca SelengkapnyaAmerika Serikat Longgarkan Aturan soal Imigran Suriah
30 Januari 2021
Imigran dari Suriah mendapat kelonggaran aturan sehingga mereka bisa tinggal di Amerika Serikat dengan aman sampai September 2022.
Baca SelengkapnyaTutorial Membuat Bom Ditemukan di Rumah Pelaku Kerusuhan US Capitol
30 Januari 2021
Tutorial pembuatan bom ditemukan di rumah anggota kelompok ekstremis Proud Boys, Dominic Pezzola, yang didakwa terlibat dalam kerusuhan US Capitol
Baca SelengkapnyaAmerika Serikat Kecam Pembebasan Pembunuh Jurnalis Oleh Pakistan
29 Januari 2021
Pemerintah Amerika Serikat mengecam pembebasan pembunuh jurnalis Wall Street, Journal Daniel Pearl, oleh Mahkamah Agung Pakistan.
Baca SelengkapnyaAmerika Serikat Izinkan Pensiunan Dokter Lakukan Vaksinasi Covid-19
29 Januari 2021
Pemerintah Amerika Serikat kini mengizinkan dokter dan perawat yang sudah pensiun untuk memberikan suntikan vaksin Covid-19
Baca SelengkapnyaJenderal Israel Minta Joe Biden Tidak Bawa AS Kembali Ke Perjanjian Nuklir Iran
27 Januari 2021
Kepala Staf Pasukan Pertahanan Israel (IDF) Letnan Jenderal Aviv Kochavi mengatakan hal yang salah jika AS kembali ke perjanjian nuklir Iran
Baca Selengkapnya