Presiden Burundi Bakal Melenggang ke Tampuk Kekuasaan Berikutnya
Kamis, 24 Juni 2010 17:50 WIB
Enam calon presiden abstain dalam pemilihan umum 28 Juni -pemilu kedua sejak dua dekade perang sipil yang menewaskan 300 ribu orang- setelah partai-partai oposisi komplain atas kemenangan partai Nkurunziza CNDD-FDD dalam pemilihan distrik, Mei.
Lembaga pemilu Burundi menolak permintaan pemilu ulang serta menunda pemilihan presiden di negeri penghasil kopi berpenduduk delapan juta jiwa.
"Oposisi memutuskan tidak ambil bagian. Itu keputusan mereka. Pierre Nkurunziza akan terpilih," kata Thierry Vircoulon, kepala proyek International Crisis Group's Central Africa.
Partai Nkurunziza memperoleh 64 persen suara di pemilihan distrik. Menurut pengamat pemilu Uni Eropa pemilu tersebut sesuai dengan standar internasional meskipun dikeluhkan oleh oposisi.
Beberapa pemilihan umum, termasuk juga pemilihan parlemen bulan Juli, adalah gelaran politik terbesar stabilitasnya sejak 2005 ketika bekas pemimpin pemberontak Nkurunziza terpilih sebagai presiden.
"Kami bisa menyelenggatakan pemilihan umum dengan satu calon dan ini seharusnya bisa terjadi di seluruh negara-negara Afrika," kata pengamat politik Julien Nimubona. "Namun masalah besar di sini adalah kredibilitas untuk sebuah pemilihan umum dengan satu partai, satu program politik, dan satu calon."
"Apa yang menarik untuk diketahui jika Nkurunziza benar-benar seorang yang kredibel, seorang pemenang. Dia akan menjadi seorang pemenang dalam partainya jika dia terpilih secara masif," tambah Nimubona.
Rentetan serangan granat menewaskan sejumlah orang dan melukai lusinan. Menurut pejabat berwenang, belum ada yang mengaku bertanggung jawab.
Partai oposisi utama yang didominasi suku Tutsi Partai UPRONA menginginkan pemilihan umum diundur hingga kondisinya memungkinkan.
"Keamanan sangat buruk setelah ledakan dua granat. Ketegangan antarpartai politik begitu tinggi menyebabkan di sana tak ada dialog," kata juru bicara UPRONA Anicet Niyongabo.
Tetapi CNDD-FDD menolak pernyataan oposisi yang menyebutkan terjadinya instabilitas saat digelar pemilihan umum. Sementara lembaga pemilihan umum tetap melangsungkan pesta demokrasi tersebut sesuai jadwal.
Burundi relatif aman sejak bekas kelompok gerilyawan Hutu Forces for National Liberation (FNL), tahun lalu, sepakat meletakkan senjata dan bergabung dengan pemerintah.
Namun serangan granat menimbulkan ketakutan mendalam para korban. ICG menuduh pemerintah mengintimidasi dan memperingatkan para pesaingnya khususnya FNL dan partai oposisi utama Hutu FRODEBU agar tak memobilisasi pemuda.
Kendati pemilihan presiden berlangsung damai, ICG tetap beroposisi dan memboikot pemilihan parlemen yang digelar 28 Juli.
"Ada resiko dengan sitem politik seperti ini, tidak mungkin bisa bekerja, dan kami tak boleh memiliki satu partai. Ini tak mungkin di Burundi," tambahnya.
REUTERS | CHOIRUL