Demonstran, yang merupakan pendukung bekas Perdana Menteri Thaksin Shinawatra dan menyebut diri mereka Gerakan Kaus Merah, menuduh Komisi Pemilu menghentikan investigasi dugaan penyimpangan oleh partai Perdana Menteri Abhisit, Demokrat. Disebutkan, Demokrat menerima sumbangan untuk kampanye pemilu sebesar US$ 7,9 atau 258 juta baht pada 2005 dari perusahaan semen TPI Polene TPIP.BK.
Menurut demonstran, itu jelas menyimpang. Sebab, konstitusi hanya membolehkan seseorang menyumbang 10 juta baht dalam setahun. Jika Komisi Pemilu benar-benar menangani hal ini, mereka melanjutkan, partai Demokrat bisa dibubarkan oleh pengadilan konstitusi.
Pada kesempatan itu, pendukung Thaksin, yang bernama Front Persatuan untuk Demokrasi Melawan Kediktatoran (UDD), mengultimatum Komisi Pemilu untuk menjawab apakah membubarkan Partai Demokrat atau tidak. Mereka memberi batas waktu hingga pukul dua siang.
"Jika Komisi Pemilu, khususnya ketuanya, Aphichart Sukkhakanont, gagal menuruti permintaan ini, Kaus Merah akan mengepung Komisi Pemilu mulai pukul 2 siang," kata pemimpin Kaus Merah, Kwanchai Praiphana. Namun dilaporkan, Aphichart dan anggota Komisi lainnya tidak berada di kantor.
UDD juga menuduh Komisi menerapkan standar ganda dan sengaja menunda memutuskan dugaan penyelewengan yang telah diinvestigasi selama setahun itu.
Sebelumnya, Kaus Merah berusaha menekan Perdana Menteri Abhisit dengan menduduki jantung bisnis Thailand, persimpangan Ratchaprasong, selama dua malam. Mereka mengabaikan ancaman pemerintah yang akan menahan anggota Kaus Merah yang tetap bertahan di Ratchaprasong. Dan nyatanya, hingga kemarin pemerintah memang tidak menahan mereka.
Sebaliknya, pemerintah Thailand kemarin meminta surat perintah pengadilan untuk menahan para pemimpin Kaus Merah. Sebab, kata Abhisit, yang lahir di Inggris dan kuliah di Universitas Oxford, demonstrasi tersebut sudah melanggar hukum.
Namun respons ini dijawab Kaus Merah dengan mengatakan, "Kami tidak akan meninggalkan wilayah yang kami duduki. Kami mengirim pengacara kami ke pengadilan dan akan segera mengajukan keberatan jika pengadilan mengeluarkan keputusan untuk memaksa kami pergi," kata salah seorang pemimpin demonstran, Nattawut Saikua.
BANGKOK POST | REUTERS | THE GAZZETE | SUNARIAH