Membatasi Peningkatan Suhu Udara Adalah Poin Pertama Usulan Indonesia

Reporter

Editor

Kamis, 17 Desember 2009 20:21 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memaparkan lima prioritas pemerintah Indonesia dalam perubahan iklim di Konferensi Perubahan Iklim COP-15 di Kopenhagen, Denmark, Kamis sore (17/12). Dalam pidato yang baru saja berlangsung pukul 17.30 WIB, Presiden Yudhoyono menyatakan poin pertama adalah membatasi peningkatan suhu dua derajat celcius.

"Dalam poin ini, tidak ada kompromi, semua harus sepakat, tetapi dengan tanggung jawab yang berbeda dan kemampuan saling menghargai," ujarnya dalam rilis yang diterima Tempo, Kamis (17/12).

Ia meminta pada poin kedua, bahwa negara maju harus bertanggung jawab pada sejarah emisinya. "Indonesia percaya bahwa komitmen penurunan emisi seharusnya berkisar pada angka 40 persen," urai Presiden. Angka tersebut merupakan prasyarat dari Panel Antar Pemerintah dalam Perubahan Iklim (IPCC). Tanggung jawab ini harus tersurat dan tidak boleh dialihkan atau ditunda.

Poin ketiga, Presiden melanjutkan, inisiatif "peluncuran dana cepat" pada konferensi ini merupakan awal yang baik bagi proyek mitigasi dan adaptasi. "Dalam pandangan saya, idealnya dana yang diluncurkan menjadi US$ 25-35 miliar per tahun hingga 2012," paparnya. Jumlah ini menurutnya hanya sebuah tetesan kecil dalam ember ketimbang US$ 6 triliun yang hilang selama krisis keuangan gobal.

Keempat, Ia menambahkan, negara berkembang harus berkomitmen untuk mengembangkan pola pembangunan rendah karbon agar tidak mengulangi sejarah buruk emisi negara-negara maju. "Mitigasi negara-negara maju saja tidak cukup," ujar Presiden Yudhoyono.

Advertising
Advertising

Terakhir, kata Presiden Yudhoyono, negara maju dan negara berkembang harus fleksibel terhadap Pengukuran, Laporan dan Verifikasi (MRV). Mekanisme MRV dalam rencana bali terbagi menjadi tiga kategori yakni komitmen dan aksi negara maju dalam mitigasi, aksi negara berkembang dalam mitigasi serta dukungan negara maju bagi negara berkembang untuk aksi mitigasi. "Ingat negara-negara maju yang terikat Protokol Kyoto untuk mengurangi emisinya saja, tidak tercapai," paparnya. MRV bukan ide yang mustahil, kata dia, karena jika seluruh negara menetapkan target pengurangan emisinya,"Kita perlu tahu jika kita sudah mencapai kemajuan dalam target masing-masing,"

Indonesia bersedia transparan untuk memaparkan kemajuan dan rencana MRV berdasar kesepakatan mekanisme multilateral. "MRV dibutuhkan untuk memastikan ada dukungan negara maju bagi negara berkembang tersalurkan denagn baik demi perubahan iklim," jelas Presiden Yudhoyono. Ini penting agar tidak timbul perdagangan yang diskriminatif.

Usulan Indonesia, Presiden Yudhoyono menguraikan, adanya upaya internasional untuk menetapkan perhitungan yang kredibel dalam menentukan emisi masing-masing negara.

DIANING SARI

Berita terkait

Kasus PLTU Buleleng, Hakim Diminta Akomodasi Isu Perubahan Iklim

26 Juni 2018

Kasus PLTU Buleleng, Hakim Diminta Akomodasi Isu Perubahan Iklim

Aktivis lingkungan meminta hakim mengakomodasi dampak perubahan iklim ketika menyidangkan gugatan izin pembangunan PLTU batubara.

Baca Selengkapnya

Stephen Hawking: Keputusan Trump Bisa Mengubah Bumi Jadi Venus

4 Juli 2017

Stephen Hawking: Keputusan Trump Bisa Mengubah Bumi Jadi Venus

Stephen Hawking menilai tindakan Trump mundur dari Kesepakatan Iklim Paris bisa membuat Bumi menjadi seperti Venus dengan suhu 250 derajat.

Baca Selengkapnya

Dunia Kecam Keputusan Trump Tarik AS dari Perjanjian Iklim Paris

2 Juni 2017

Dunia Kecam Keputusan Trump Tarik AS dari Perjanjian Iklim Paris

Para pemimpin dunia mengecam keputusan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang menarik AS dari perjanjian iklim Paris 2015.

Baca Selengkapnya

Donald Trump Umumkan AS Mundur dari Perjanjian Perubahan Iklim

2 Juni 2017

Donald Trump Umumkan AS Mundur dari Perjanjian Perubahan Iklim

Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengumumkan bahwa AS menarik diri dari perjanjian perubahan iklim yang disepakati di Paris pada 2015.

Baca Selengkapnya

Elon Musk Tinggalkan Trump Jika AS Keluar dari Kesepakatan Paris

1 Juni 2017

Elon Musk Tinggalkan Trump Jika AS Keluar dari Kesepakatan Paris

Elon Musk mengumumkan jika Presiden Trump mundur dari kesepakatan internasional Paris, dia akan mundur dari semua dewan penasihat Gedung Putih.

Baca Selengkapnya

Teken Paris Agreement, Indonesia Harus Ajak Aktor Non-Negara

23 April 2016

Teken Paris Agreement, Indonesia Harus Ajak Aktor Non-Negara

Setelah meneken Paris Agreement, pemerintah harus implementasikan pembangunan rendah karbon.

Baca Selengkapnya

170 Negara Teken Paris Agreement, Arab Saudi Masih Nunggu

23 April 2016

170 Negara Teken Paris Agreement, Arab Saudi Masih Nunggu

Respon terbaru dunia terhadap peningkatan suhu, naiknya permukaan air laut dan dampak lain dari perubahan iklim.

Baca Selengkapnya

Realisasikan COP 21, KLHK Gelar Festival Iklim di JCC  

1 Februari 2016

Realisasikan COP 21, KLHK Gelar Festival Iklim di JCC  

KLHK menggelar Festival Iklim di Jakarta Convention Center (JCC) pada 1-4 Februari 2016, agar semua pihak mengerti kesepakatan COP 21 di Paris.

Baca Selengkapnya

Festival Iklim Paparkan Langkah Lanjut Kesepakatan Paris

31 Januari 2016

Festival Iklim Paparkan Langkah Lanjut Kesepakatan Paris

Festival pada 1-4 Februari ini diadakan KLHK, Pemerintah Norwegia dan UNDP Indonesia.

Baca Selengkapnya

Siti Nurbaya: Indonesia Siap Jalankan Paris Agreement  

18 Desember 2015

Siti Nurbaya: Indonesia Siap Jalankan Paris Agreement  

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya pastikan Indonesia akan jalankan Kesepakatan Paris atau Paris Agreement.

Baca Selengkapnya