Lembaga Kursus Tanam Ganja Dibuka di Amerika Serikat

Reporter

Editor

Senin, 30 November 2009 13:41 WIB

MED GROW CANNABIS COLLEGE
TEMPO Interaktif, Southfield - Sebuah lembaga pendidikan di Michigan, Amerika Serikat, dibuka dengan spesialisasi mendidik siswanya menjadi petani ganja yang ahli.

Tempat kursus ini memanfaatkan undang-undang yang mengizinkan warga negara bagian itu menggunakan ganja asalkan untuk alasan kesehatan sejak April silam.

"Negara bagian ini membutuhkan lapangan kerja dan saya pikir ganja untuk kesehatan bisa merangsang ekonomi negara bagian dengan memberi ratusan pekerjaan dan jutaan dolar," kata pendiri tempat kursus ini, Nick Tennant, yang baru berusia 24 tahun.

Tempat kursus ini dibuka di pinggiran kota Detroit. Peserta akan mengikuti kursus selama enam pekan dengan biaya masing-masing US$485 (Rp 4,5 juta). Mereka juga menawarkan kelas dengan model seminar dua hari, Sabtu-Ahad masing-masing dari pukul 10 pagi sampai 10 malam, dengan tarif US$250 (Rp 2,3 juta).

Dalam kursus itu, para peserta bakal mendapat pendidikan cara memelihara ganja. Nutrisi apa yang dibutuhkan atau cahaya apa yang mesti diberikan. Ada juga kelas saat para peserta berbagi pengalaman bagaimana rasanya teler ganja.

Buku yang wajib dibaca siswa hanya satu: "Marijuana Horticulture: The Indoor/Outdoor Medical Grower's Bible" oleh Jorge Cervantes.

Michigan baru mengizinkan ganja untuk kesehatan mulai April silam. Negara bagian pertama yang mengizinkan ganja untuk kesehatan adalah California.

Dengan undang-undang Michigan, dokter bisa mengeluarkan surat yang menyatakan seseorang membutuhkan ganja untuk kebutuhan medis. Saat ini sudah 5.800 orang mendapat surat membutuhkan ganja sebagai obat.

Mereka yang diizinkan mengkonsumsi ganja, bisa menanam sendiri sampai 12 batang ganja. Pilihan kedua, pengguna ganja yang sah itu bisa menunjuk seorang petani ganja.

Setiap petani ganja diizinkan menjual ke maksimal lima orang. Untuk menjadi petani ganja juga gampang: usia di atas 21 tahun dan tidak memiliki kasus hukum terkait narkotika. Sebanyak 2.400 orang sudah tercatat sebagai petani ganja--sebagian petani juga resmi sebagai "pasien ganja".

Tennant sendiri tercatat sebagai petani sekaligus memiliki surat dari dokter bahwa ia membutuhkan ganja untuk membereskan masalah di perut dan psikis.

Tennant semula memiliki usaha salon mobil. Usaha ini dibuka begitu ia lulus kuliah. Tapi ekonomi yang memburuk--Detroit, pusat industri mobil Amerika, termasuk wilayah paling parah terkena dampak krisis--sehingga salon mobil itu tidak laku.

Pada September silam, ia mulai mengubah lokasi salon mobil itu menjadi kelas-kelas merawat ganja. Hampir tiap bulan dibuka kelas baru.

Materi kursus? Kelas yang diajar oleh Todd Alton, sarjana pertanian lulusan Universitas Northern Michigan, misalnya. Ia mengajarkan teknik menanam dari awal.

"Di awal pembenihan, tumbuhanini benar-benar membutuhkan cahaya biru," katanya di depan 16 murid. "Jika sudah berbunga, ia ingin ujung spektrum cahaya yang lain. Ia butuh cahaya merah."

Soal cahaya lebih penting lagi karena banyak ganja yang ditanam di dalam ruang sehingga membutuhkan cahaya buatan, bukan matahari. Alton pun menjelaskan soal cahaya ini tidak hanya dengan gambar tapi juga laboratorium yang berisi tanaman betulan.

Sebagai bekas koki, Alton juga memberi pelajaran berbagai resep yang dibuat dengan bahan ganja seperti crockpot cannabutter, chocolate canna-ganache, sampai greenies (semacam bronis tapi dari ganja).

Ada pula kelas yang mengajarkan daur hidup ganja, cara memanen, sampai teknik mengobati ganja yang sakit. Pengajar kelas ini tidak mau disebut namanya.

Saat ini Med Grow menjadi tempat berkumpul mereka yang tertarik pada ganja untuk pengobatan. Di ruang penerima tamu, ada papan tulis putih dengan daftar nama dan nomor telepon orang yang mencari petani ganja atau petani ganja mencari pelanggan.

Siswa kursus juga bermacam-macam. Ada yang berkulit putih, ada yang hitam. Ada yang baru 20-an tahun, ada pula yang sudah jauh lebih tua. Ada penganggur, tapi ada juga pegawai kantoran. Sebagian rajin datang, sebagian sering bolos.

Sebagian datang karena melihat menanam ganja itu peluang bisnis. "Saya tidak pernah mengkonsumsi ganja," kata Scott Austin, penganggur berusia 41 tahun. "Saya mendengar tentang ini pada salah satu pameran usaha beberapa bulan silam."

Sedang Sue Maxwell, seorang mahasiswi yang sekarang nyambi bekerja di pabrik roti dan menjadi perawat orang jompo, ingin profesi yang lebih menguntungkan.

Maxwell bersemangat datang meski perjalanan ke tempat kursus dari rumahnya mencapai empat jam. Ia melihat bahwa orang lanjut usia yang ia rawat, mungkin bisa mengkonsumsi ganja.

"Saya memiliki (pasien) berusia 85 tahun yang tidak memiliki nafsu makan," katanya. "Saya tidak tahu apakah ia tertarik pada ganja untuk pengobatan, tapi saya pikir ini akan banyak membantu."

Meski dalam undang-undang Michigan orang diizinkan menanam ganja untuk alasan medis, tapi para siswa dan pengajar sama-sama risih berada di sana. Para siswa menolak dipotret.

"Istri saya bekerja sebagai pegawai negeri," kata salah satu siswa. "Saya bilang kepada mertua kalau saya ikut kursus membuka usaha kecil." Sedang seorang pengajar meminta tidak disebutkan namanya.

NYT/WASHINGTON POST/NURKHOIRI

Berita terkait

Indonesia Sumbang 1,09 Persen Kasus Covid-19 Dunia

7 Februari 2021

Indonesia Sumbang 1,09 Persen Kasus Covid-19 Dunia

Indonesia saat ini menempati urutan ke-19 kasus sebaran Covid-19 dari 192 negara.

Baca Selengkapnya

Orient Riwu Kore Mengaku Ikut Pilkada Sabu Raijua karena Amanat Orang Tua

6 Februari 2021

Orient Riwu Kore Mengaku Ikut Pilkada Sabu Raijua karena Amanat Orang Tua

Bupati Sabu Raijua terpilih, Orient Riwu Kore, mengungkapkan alasannya mengikuti pemilihan kepala daerah 2020

Baca Selengkapnya

Tidak Lagi Jadi Presiden, Pemakzulan Donald Trump Tak Cukup Kuat

4 Februari 2021

Tidak Lagi Jadi Presiden, Pemakzulan Donald Trump Tak Cukup Kuat

Tim pengacara Donald Trump berkeras Senat tak cukup kuat punya otoritas untuk memakzulkan Trump karena dia sudah meninggalkan jabatan itu.

Baca Selengkapnya

Keluarga Korban Sriwijaya Air SJ 182 Diminta Tak Teken Release And Discharge

3 Februari 2021

Keluarga Korban Sriwijaya Air SJ 182 Diminta Tak Teken Release And Discharge

Pengacara keluarga korban Lion Air JT 610 meminta ahli waris korban Sriwijaya Air SJ 182 tidak meneken dokumen release and discharge atau R&D.

Baca Selengkapnya

Krisis Semikonduktor, Senator Amerika Desak Gedung Putih Turun Tangan

3 Februari 2021

Krisis Semikonduktor, Senator Amerika Desak Gedung Putih Turun Tangan

Pada 2019 grup otomotif menyumbang sekitar sepersepuluh dari pasar semikonduktor senilai 429 miliar dolar Amerika Serikat.

Baca Selengkapnya

Amerika Serikat Longgarkan Aturan soal Imigran Suriah

30 Januari 2021

Amerika Serikat Longgarkan Aturan soal Imigran Suriah

Imigran dari Suriah mendapat kelonggaran aturan sehingga mereka bisa tinggal di Amerika Serikat dengan aman sampai September 2022.

Baca Selengkapnya

Tutorial Membuat Bom Ditemukan di Rumah Pelaku Kerusuhan US Capitol

30 Januari 2021

Tutorial Membuat Bom Ditemukan di Rumah Pelaku Kerusuhan US Capitol

Tutorial pembuatan bom ditemukan di rumah anggota kelompok ekstremis Proud Boys, Dominic Pezzola, yang didakwa terlibat dalam kerusuhan US Capitol

Baca Selengkapnya

Amerika Serikat Kecam Pembebasan Pembunuh Jurnalis Oleh Pakistan

29 Januari 2021

Amerika Serikat Kecam Pembebasan Pembunuh Jurnalis Oleh Pakistan

Pemerintah Amerika Serikat mengecam pembebasan pembunuh jurnalis Wall Street, Journal Daniel Pearl, oleh Mahkamah Agung Pakistan.

Baca Selengkapnya

Amerika Serikat Izinkan Pensiunan Dokter Lakukan Vaksinasi Covid-19

29 Januari 2021

Amerika Serikat Izinkan Pensiunan Dokter Lakukan Vaksinasi Covid-19

Pemerintah Amerika Serikat kini mengizinkan dokter dan perawat yang sudah pensiun untuk memberikan suntikan vaksin Covid-19

Baca Selengkapnya

Jenderal Israel Minta Joe Biden Tidak Bawa AS Kembali Ke Perjanjian Nuklir Iran

27 Januari 2021

Jenderal Israel Minta Joe Biden Tidak Bawa AS Kembali Ke Perjanjian Nuklir Iran

Kepala Staf Pasukan Pertahanan Israel (IDF) Letnan Jenderal Aviv Kochavi mengatakan hal yang salah jika AS kembali ke perjanjian nuklir Iran

Baca Selengkapnya