TEMPO Interaktif!-- @page { size: 21cm 29.7cm; margin: 2cm } P { margin-bottom: 0.21cm } -->, Bangkok - Lebih dari 6.000 polisi berjaga-jaga di ibukota Thailand. Pengunjuk rasa anti-pemerintah menandai ulang tahun ketiga kudeta militer yang mereka katakan sebagi kemunduran besar bagi sistem demokrasi, Sabtu (19/9).
Para demonstran, yang berkumpul di alun-alun Bangkok, menginginkan Perdana Menteri Abhisit Vejjajiva, saingan Thaksin, untuk mundur. Mereka mengklaim ia berkuasa tidak sah dengan bantuan militer dan peradilan, dua pilar dari kelas penguasa Thailand.
Thaksin sangat populer di kalangan rakyat yang mayoritas hidup di pedesaan. Thaksin dianggap murah hati dan melembagakan program-program kesejahteraan sosial. "Kami di sini untuk menunjukkan bahwa kita ingin demokrasi. Pemerintah ini tidak datang dari demokrasi. Mereka menyamarkan kediktatorannya," kata Jiraporn Litmontri, 62 tahun, dari Provinsi Loei.
Lebih dari 6.000 polisi telah dikerahkan untuk menjaga ketertiban. Pemerintah Abhisit awal pekan ini akan menggunakan hukum darurat untuk membolehkan militer memulihkan ketertiban.
Selama protes besar-besaran terakhir pada bulan April, pemerintah menyatakan keadaan darurat setelah demonstran anti-Abhisit menyerbu pertemuan para pemimpin Asia Tenggara di kota wisata Pattaya dan mengadakan protes di Bangkok. Demonstrasi ini berakhir rusuh, dan menewaskan setidaknya dua orang dan ratusan lainnya terluka.
AP| NUR HARYANTO