Di Tengah Penyelidikan Kejahatan Perang Israel, Jaksa ICC Hadapi Kampanye Kotor
Editor
Ida Rosdalina
Kamis, 24 Oktober 2024 03:00 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Dalam apa yang secara luas dianggap sebagai kampanye kotor untuk menghalangi penuntutan terhadap para pemimpin Israel di Mahkamah Pidana Internasional (ICC), muncul laporan-laporan yang menuduh Kepala Jaksa Penuntut Umum Karim Khan terkait perilakunya dengan seorang kolega wanita. Korban yang disebut-sebut belum membuat pengaduan resmi, dan Khan dengan keras membantah tuduhan tersebut.
Menurut Daily Mail Inggris, yang pertama kali melaporkan berita ini, Khan menyatakan bahwa ada kampanye fitnah yang disengaja untuk melawan dia dan ICC.
"Saya benar-benar dapat mengkonfirmasi bahwa tidak ada kebenaran atas tuduhan pelanggaran," kata Khan. "Ini adalah momen di mana saya dan Mahkamah Pidana Internasional menjadi sasaran berbagai serangan dan ancaman. Dalam beberapa bulan terakhir, keluarga saya termasuk istri dan anak saya juga menjadi sasaran."
Mekanisme Pengawasan Independen, yang menyelidiki tuduhan pelanggaran di pengadilan, telah mengkonfirmasi bahwa korban yang dituduhkan telah memutuskan untuk tidak mengajukan pengaduan resmi. Masalah ini tidak dilanjutkan ke tahap investigasi.
Tuduhan tersebut muncul di tengah langkah penting Khan pada Mei untuk meminta surat perintah penangkapan untuk Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Menteri Pertahanan Yoav Gallant atas dugaan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza. Namun, sejak permintaan tersebut diajukan, belum ada kemajuan yang terlihat dalam kasus ini.
ICC telah menghadapi tekanan internasional yang signifikan terkait potensi investigasi terhadap para pejabat Israel. Tuduhan terbaru terhadap Khan dipandang oleh para pengamat sebagai bagian dari taktik intimidasi yang sedang berlangsung yang bertujuan untuk menghalangi pekerjaan pengadilan.
Khan, yang terpilih sebagai jaksa penuntut ICC pada 2021, telah mempertahankan komitmennya terhadap misi pengadilan, dengan menekankan bahwa ia telah bekerja secara global selama tiga dekade tanpa ada keluhan seperti itu yang diajukan kepadanya. Dia telah menyatakan kesediaannya untuk bekerja sama sepenuhnya dengan proses resmi apa pun, sambil menegaskan kembali dukungannya bagi para korban pelecehan.
Waktu dan sifat dari tuduhan-tuduhan ini telah menimbulkan kekhawatiran di antara para pendukung keadilan internasional tentang upaya-upaya untuk melemahkan independensi ICC dan investigasi yang sedang berlangsung terhadap dugaan kejahatan perang.
Israel memiliki sejarah mengintimidasi, mengancam, dan berusaha memeras para pejabat ICC dalam upaya untuk menggagalkan kerja pengadilan. Pada bulan Mei, terungkap bahwa mantan kepala Mossad, badan intelijen Israel, secara pribadi mengancam Fatou Bensouda, mantan jaksa penuntut utama ICC, dan keluarganya dalam serangkaian pertemuan rahasia.
Ancaman tersebut merupakan bagian dari kampanye kotor yang terkoordinasi oleh Israel untuk melemahkan Bensouda, yang juga melibatkan Mossad yang secara aktif mencari informasi yang membahayakan tentang jaksa penuntut dan anggota keluarganya.
Penargetan Bensouda oleh Mossad hanyalah salah satu bagian dari "perang" rahasia selama hampir satu dekade yang dilancarkan oleh beberapa badan intelijen Israel terhadap ICC.
<!--more-->
Netanyahu dan Gallant
Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) mengatakan pada Jumat, 6 September 2024, bahwa pihaknya telah menghentikan proses hukum terhadap mendiang pemimpin Hamas, Ismail Haniyeh, menyusul kematiannya pada bulan Juli.
Putusan ini menyusul surat yang diajukan jaksa ICC, Karim Khan, yang membatalkan permohonan surat penangkapan untuk Haniyeh pada 2 Agustus, “karena situasi berubah akibat kematian Mr. Haniyeh,” kata ICC dalam pernyataan.
"Sebagai hasilnya, (pengadilan) menghentikan proses hukum terhadap Mr. Ismail Haniyeh," tambah pernyataan tersebut.
Pengadilan masih mempertimbangkan permohonan Khan untuk mendapatkan surat perintah penangkapan terhadap para pemimpin Israel dan Hamas yang diajukan pada awal tahun ini.
Pada Mei, kepala jaksa penuntut ICC, Karim Khan, meminta surat perintah penangkapan untuk para pemimpin Hamas, dengan mengatakan bahwa ada alasan yang masuk akal untuk mencurigai bahwa Yahya Sinwar, kepala militer Mohammed Al-Masri dan Haniyeh, memikul tanggung jawab kriminal atas dugaan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Dalam pernyataan yang sama, jaksa penuntut mengumumkan bahwa ia juga mencari surat perintah untuk menangkap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan menteri pertahanannya, Yoav Gallant. Belum ada kabar perkembangan lebih lanjut mengenai permintaan tersebut.
Haniyeh dibunuh di Iran pada 31 Juli. Israel juga mengatakan bahwa mereka membunuh Al-Masri, yang juga dikenal sebagai Mohammed Deif, dalam serangan udara lainnya, meskipun Hamas tidak akan mengkonfirmasi atau menyangkalnya.
Para hakim mengatakan bahwa keputusan mereka untuk menghentikan proses pengadilan menyusul penarikan permintaan jaksa penuntut untuk mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Haniyeh pada awal bulan ini.
Yahya Sinwar juga telah dinyatakan tewas pada 16 Oktober 2024. Ini berarti nama yang ada dalam surat penangkapan terkait kejahatan perang yang diajukan jaksa ICC tinggal Netanyahu dan Gallant.
MIDDLE EAST MONITOR
Pilihan Editor: Survei: Mayoritas Warga Yakin Militer Polandia Tidak Mampu Lindungi Negara