Kisah SAVAK, Satuan Intelijen Iran yang Disebut Kejam dan Brutal

Jumat, 19 April 2024 10:00 WIB

Ilustrasi hukuman cambuk di Iran. REUTERS

TEMPO.CO, Jakarta - Sebelum dikenal sebagai negara yang dinamis di Timur Tengah, Iran dikenal sebagai negara yang bergejolak. Pergantian rezim dengan kudeta dan revolusi mewarnai negara Persia tersebut. Untuk melanggengkan kekuasaan, rezim membantuk instrumen satuan rahasia yang disebut-sebut kejam dan brutal.

Salah satu yang terkenal adalah Sazeman-e Ettela'at va Amniyat-e Keshvar atau SAVAK merupakan satuan polisi rahasia, keamanan dalam negeri, dan dinas intelijen di Kekaisaran Iran pada masa pemerintahan Shah Mohammad Reza Pahlavi.

Dilansir dari buku berjudul Tortured Confession, Prisons and Public Recantation in Modern Iran karya Ervan Abrahamian, cikal bakal munculnya SAVAK dimulai setelah kudeta Iran 1953 yang menggulingkan Perdana Menteri Mohammad Mosaddeq. Awalnya ia fokus pada nasionalisasi industri minyak Iran, namun juga berupaya melemahkan kekuasaan Shah.

Setelah kudeta, Mohammad Reza Shah Pahlavi, membentuk badan intelijen. Tujuan Shah adalah memperkuat rezimnya dengan menempatkan lawan politik di bawah pengawasan dan menindas gerakan oposisi. Pada 1956, badan ini direorganisasi dan diberi nama Sazeman-e Ettela'at va Amniyat-e Keshvar (SAVAK). Badan ini kemudian digantikan oleh instruktur SAVAK sendiri pada 1965.

Pada 1961 pemerintah Iran memberhentikan direktur pertama badan tersebut, Jenderal Teymur Bakhtiar yang menjadi pembangkang politik. Jenderal Hassan Pakravan kemudian dipilih menjadi pengganti Bakhtiar. Selama menjabat, Pakravan diketahui memiliki kedekatan dengan pelopor revolusi Iran, Ayatollah Khomeini. Pakravan bahkan pernah mencegah eksekusi Khomeini dengan alasan bahwa hal itu akan "membuat marah rakyat Iran". Namun, setelah Revolusi Iran, Pakravan termasuk pejabat Shah pertama yang dieksekusi oleh rezim Khomeini.

Advertising
Advertising

Pakravan digantikan pada 1966 oleh Jenderal Nematollah Nassiri, dinas tersebut direorganisasi dan menjadi semakin aktif dalam menghadapi meningkatnya militansi dan kerusuhan politik sayap kiri.

SAVAK mulai dikenal atas kebrutalannya setelah peristiwa serangan terhadap pos Gendarmerie di Ddesa Siahkal di Kaspia oleh sekelompok kecil kaum Marxis bersenjata pada Februari 1971. Kelompok Marxis itu dilaporkan telah menyiksa sampai mati seorang ulama Syiah, Ayatollah Muhammad Reza Sa'idi pada 1970. Menurut sejarawan politik Iran Ervand Abrahamian dalam bukunya berjudul Tortured Confessions: Prisons and Public Recantations in Modern Iran, setelah serangan tersebut interogator SAVAK dikirim ke luar negeri untuk "pelatihan ilmiah guna mencegah kematian yang tidak diinginkan akibat 'kekerasan'.

Abrahamian memperkirakan bahwa SAVAK berserta polisi dan militer membunuh 368 gerilyawan termasuk pimpinan organisasi gerilya kota besar seperti Hamid Ashraf antara 1971–1977 dan mengeksekusi hingga 100 orang tahanan politik antara 1971 dan 1979. Ini disebut sebagai era paling kejam dalam eksistensi SAVAK.

Pada akhir 1975, dua puluh dua penyair, novelis, profesor, sutradara teater, dan kreator film terkemuka dipenjara karena mengkritik rezim. Dan banyak lainnya yang diserang secara fisik karena menolak bekerja sama dengan pihak berwenang.

Represi ini melunak berkat publisitas dan pengawasan yang dilakukan oleh banyak organisasi internasional dan surat kabar asing. Presiden Amerika Serikat ketika itu, Jimmy Carter, mengangkat isu hak asasi manusia di Iran. Kondisi penjara dalam semalam berubah. Narapidana menjuluki ini sebagai awal "jimmykrasy".

Selama bertahun-tahun, jumlah personil SAVAK telah menjadi bahan perdebatan banyak sejarawan dan peneliti. Mengingat bahwa Iran tidak pernah mengungkapkan data mengenai jumlah personil badan rahasia tersebut banyak sejarawan memberikan angka yang beragam mulai dari 6.000, 20.000, 30.000, hingga 60.000 orang. Dalam salah satu wawancaranya, pada 4 Februari 1974, Shah menyatakan tidak mengetahui jumlah pasti personil SAVAK. Namun, dia memperkirakan jumlah totalnya kurang dari 2.000 orang.

Pada masa jayanya, SAVAK memiliki kekuasaan yang hampir tidak terbatas. Mereka mengoperasikan pusat penahanannya sendiri, seperti Penjara Evin. Selain keamanan dalam negeri, tugas dinas tersebut juga mencakup pengawasan terhadap warga Iran di luar negeri, terutama di Amerika Serikat, Prancis, dan Inggris, serta pelajar yang mendapat tunjangan pemerintah. Badan tersebut juga bekerja sama erat dengan CIA dengan mengirimkan agen mereka ke pangkalan angkatan udara di New York untuk berbagi dan mendiskusikan taktik interogasi.

Mansur Rafizadeh, direktur SAVAK Amerika Serikat pada 1970-an menulis tentang kehidupannya sebagai anggota SAVAK dan merinci pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan Shah dalam bukunya berjudul Witness: From the Shah to the Secret Arms Deal: An Insider's Account of US Involvement in Iran. Mansur Rafizadeh diduga merupakan agen ganda yang juga bekerja untuk CIA.

SAVAK juga terlibat dalam pemberontakan Lembah Panjshir tahun 1975 di Republik Afghanistan, bekerja sama dengan CIA dan ISI Pakistan. Menurut penulis Ryszard Kapuciski asal Polandia, SAVAK bertanggung jawab untuk berbagai hal yang meliputi sensor pers, buku, dan film, penyiksaan terhadap tahanan, dan pengawasan terhadap lawan politik.

Majalah Time pada 19 Februari 1979 menggambarkan SAVAK sebagai "lembaga yang paling dibenci dan ditakuti di Iran" yang telah "menyiksa dan membunuh ribuan penentang Shah." Federasi Ilmuwan Amerika juga menyatakan mereka bersalah atas "penyiksaan dan eksekusi ribuan tahanan politik" dan melambangkan "pemerintahan Shah dari tahun 1963–79." Daftar metode penyiksaan SAVAK yang tercantum dalam Federation of American Scientists (FAS) meliputi sengatan listrik, cambuk, pemukulan, memasukkan pecahan kaca dan menuangkan air mendidih ke dalam rektum, mengikat beban pada testis, dan mencabut gigi dan kuku."

SAVAK ditutup sesaat sebelum penggulingan monarki dan berkuasanya Ayatollah Ruhollah Khomeini dalam Revolusi Iran pada Februari 1979. Setelah kepergian Shah pada bulan Januari 1979, lebih dari 3.000 staf pusat SAVAK dan agen-agennya menjadi sasaran pembalasan. Namun, diyakini bahwa Khomeini telah berubah pikiran dan mungkin mempertahankan mereka.

Hossein Fardoust, mantan teman sekelas Shah, adalah wakil direktur SAVAK sampai ia diangkat menjadi kepala Inspektorat Kekaisaran, juga dikenal sebagai Biro Intelijen Khusus, untuk mengawasi pejabat tingkat tinggi pemerintah, termasuk direktur SAVAK. Fardoust kemudian berpindah pihak selama revolusi dan berhasil menyelamatkan sebagian besar organisasi SAVAK. Menurut penulis Charles Kurzman, SAVAK tidak dibubarkan melainkan diubah nama dan kepemimpinannya dan dilanjutkan dengan kode operasi yang sama, dan "staf" yang relatif tidak berubah.

SAVAK digantikan oleh SAVAMA atau juga dikenal sebagai Kementerian Intelijen dan Keamanan Nasional Iran. Setelah Revolusi Iran, sebuah museum dibuka di bekas Penjara Towhid di pusat Teheran yang disebut "Ebrat". Museum ini menampilkan bukti kekejaman SAVAK yang terdokumentasi.

Pilihan Editor: 4 Rudal Iran yang Diwaspadai Amerika dan Sekutunya

Berita terkait

Ini Poin-poin Penting dari 'Era Baru' Kemitraan Strategis Putin dan Xi

11 jam lalu

Ini Poin-poin Penting dari 'Era Baru' Kemitraan Strategis Putin dan Xi

Putin dan Xi Jinping sepakat memperdalam kemitraan strategis mereka sekaligus mengecam Amerika Serikat.

Baca Selengkapnya

Anggota Kongres AS Keturunan Palestina Ingin Hari Nakba Diakui

15 jam lalu

Anggota Kongres AS Keturunan Palestina Ingin Hari Nakba Diakui

Seorang anggota Kongres AS mendorong resolusi yang mengakui peristiwa Nakba dan hak pengungsi Palestina.

Baca Selengkapnya

20 Dokter AS Terjebak di Gaza, Gedung Putih Klaim Upayakan Evakuasi

1 hari lalu

20 Dokter AS Terjebak di Gaza, Gedung Putih Klaim Upayakan Evakuasi

Gedung putih mengatakan pemerintah AS berupaya mengevakuasi sekelompok dokter AS yang terjebak di Gaza setelah Israel menutup perbatasan Rafah

Baca Selengkapnya

All 4 One Gelar Konser di Jakarta 23 Juni, Ini Profil Grup Vokal yang Populerkan Lagu I Swear

1 hari lalu

All 4 One Gelar Konser di Jakarta 23 Juni, Ini Profil Grup Vokal yang Populerkan Lagu I Swear

Grup vokal legendaris dari Amerika Serikat, All 4 One menggelar konser bertajuk All 4 One 30 Years Anniversary Tour di Jakarta pada 23 Juni 2024.

Baca Selengkapnya

Putin Tiba di Cina atas Undangan Xi Jinping, Pertama Sejak Terpilih Kembali

1 hari lalu

Putin Tiba di Cina atas Undangan Xi Jinping, Pertama Sejak Terpilih Kembali

Presiden Rusia Vladimir Putin tiba di ibu kota Cina, Beijing, untuk memulai kunjungan resmi selama dua hari atas undangan Xi Jinping

Baca Selengkapnya

Anak Buah Biden Ragu Israel Bisa Menang Lawan Hamas di Gaza

1 hari lalu

Anak Buah Biden Ragu Israel Bisa Menang Lawan Hamas di Gaza

Pejabat AS mengatakan Israel tak bisa menang melawan Hamas karena strateginya meragukan.

Baca Selengkapnya

Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat Minta Kongres Evaluasi Bantuan Senjata Rp16 T ke Israel

1 hari lalu

Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat Minta Kongres Evaluasi Bantuan Senjata Rp16 T ke Israel

Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat menyerahkan paket bantuan senjata untuk Israel senilai USD1 miliar (Rp16 triliun)

Baca Selengkapnya

Marinir Amerika Serikat dan TNI AL Latihan Militer Bersama CARAT

1 hari lalu

Marinir Amerika Serikat dan TNI AL Latihan Militer Bersama CARAT

Marinir Amerika Serikat dan TNI AL memulai latihan militer bersama bernama Cooperation Afloat Readiness and Training (CARAT) Indonesia 2024

Baca Selengkapnya

Divonis 8 Tahun Penjara, Sutradara Mohammad Rasoulof Kabur dari Iran

2 hari lalu

Divonis 8 Tahun Penjara, Sutradara Mohammad Rasoulof Kabur dari Iran

Sutradara film Iran Mohammad Rasoulof mengatakan telah meninggalkan Iran setelah dijatuhi hukuman penjara atas tuduhan keamanan nasional

Baca Selengkapnya

Perwira Angkatan Darat AS Mundur, Protes Dukungan terhadap Israel untuk Serang Gaza

2 hari lalu

Perwira Angkatan Darat AS Mundur, Protes Dukungan terhadap Israel untuk Serang Gaza

Harrison Mann, perwira Angkatan Darat Amerika Serikat mengumumkan mundur sebagai protes atas dukungan Washington terhadap perang Israel di Gaza.

Baca Selengkapnya