Top 3 Dunia: Buka Puasa Penambang Kosovo, Cina Bangun Pangkalan Besar di Dekat Taiwan

Reporter

Tempo.co

Kamis, 21 Maret 2024 06:00 WIB

Seorang sukarelawan membawa makanan untuk dibagikan pada muslim Kosovo yang akan berbuka puasa bersama di pusat kota Pristina, Kosovo, 14 Juni 2016. AP/Visar Kryeziu

TEMPO.CO, Jakarta - Top 3 dunia kemarin dimulai dari penambang Kosovo yang berbuka puasa di kedalaman 800 meter. Kisah para penambang muslim yang berbuka puasa di tengah panjangnya jam kerja dan matahari yang terik.

Berita kedua top 3 dunia tentang kemenangan Putin di pemilu Rusia. Berita terakhir adalah Cina membangun pangkalan militer laut besar-besaran di dekat Taiwan. Berikut berita selengkapnya:

1. Buka Puasa Ramadan di Kedalaman 800 Meter, Penambang Kosovo: Kami Lebih Dekat dengan Tuhan

Penambang Kosovo Emin Hasani merasa lebih dekat dengan Tuhan ketika ia berbuka puasa Ramadan di kedalaman 800 meter di bawah tanah.

Setelah melewati shift yang panjang dan terik di tambang Trepca di Stanterg di Kosovo utara, Hasani memeriksa jam untuk mengetahui kapan matahari terbenam di permukaan dan apakah sudah waktunya untuk makan.

Duduk mengelilingi meja kecil di kantor darurat di tambang, dia dan empat rekannya mengeluarkan kurma, yogurt, acar, dan keju yang mereka minum dengan teh manis.

Para pria tertawa dan mengobrol satu sama lain saat mereka berbagi makanan berbuka puasa, yang disantap setelah seharian berpuasa antara matahari terbit dan terbenam selama bulan suci Ramadan.

Advertising
Advertising

“Saya selalu terhubung dengan Allah, di saat seperti sekarang ini kita berada 800 meter di bawah tanah,” kata Hasani sebelum membacakan doa berbuka. "Semakin dalam aku pergi, semakin aku merasa dekat dengan Allah."

Kosovo adalah negara mayoritas Muslim dan ratusan penambang di tambang timah, seng, dan perak milik negara sedang menjalankan Ramadan. Mereka terkadang mengalami suhu mendekati 40 derajat Celcius dan kelembapan ekstrem.

Simak di sini selengkapnya.

<!--more-->

2. Vladimir Putin Raup 87 Persen Suara, Prabowo Butuh 58 Persen Suara untuk Menang Pemilu

Vladimir Putin menang telak dalam pemilihan presiden Rusia. Menurut perhitungan suara sementara, Putin meraih 87,8 persen suara, atau yang tertinggi dalam sejarah Rusia setelah Uni Soviet runtuh. Sementara itu, Prabowo Subianto diperkirakan meraup 58 persen suara dari rekapitulasi nasional Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI.

Hasil yang didapat Putin menunjukkan bahwa Putin akan kembali menjadi Presiden Rusia enam tahun mendatang, yang membuatnya menjadi pemimpin terlama Rusia selama lebih dari 200 tahun, menyalip Josef Stalin. Mantan letnan kolonel KGB yang berusia 71 tahun ini, pertama kali menjabat pada 1999.

Ia menegaskan bahwa hasil pemilu tersebut harus memberikan pesan kepada Barat bahwa para pemimpinnya memperhitungkan keberanian Rusia, baik dalam perang atau damai, untuk menghadapi lebih banyak hal lagi di tahun yang akan datang.

Putin meraih 87,8 persen suara dalam Pemilu Rusia, menurut jajak pendapat yang dilakukan oleh lembaga jajak pendapat Public Opinion Foundation (FOM). Pusat Penelitian Opini Publik Rusia (VCIOM) juga menempatkan Putin meraup 87 persen suara. Kandidat presiden lain yaitu Nikolai Kharitonov menempati posisi kedua dengan hanya di bawah 4 persen. Pendatang baru Vladislav Davankov di posisi ketiga, dan ultra-nasionalis Leonid Slutsky keempat.

Hasil resmi pertama menunjukkan bahwa jajak pendapat tersebut akurat. Amerika Serikat, Jerman, Inggris dan negara-negara lain mengatakan pemungutan suara tersebut tidak bebas dan tidak adil karena rezim Putin telah memenjarakan lawan politiknya.

Baca di sini selengkapnya.

<!--more-->

3. Cina Bangun Pangkalan Militer Besar-besaran di Laut Cina Selatan Dekat Taiwan

Kementerian Luar Negeri Taiwan pada Rabu, 20 Maret 2024, mengumumkan Cina telah membangun pangkalan militer besar-besaran di tiga pulau yang ada di Laut Cina Selatan, dekat Taiwan. Meski begitu, Taipe memastikan tak ingin mencari perkara yang bisa memantik ketegangan lebih lanjut di perairan strategis itu.

Baik Cina dan Taiwan sama-sama mengklaim punya teritorial di Laut Cina Selatan, namun Taiwan hanya mengendalikan satu pulau kecil di Kepulauan Spratly yang diperebutkan di Laut Cina Selatan. Pulau kecil milik Taiwan itu disebut Aba atau Taipe memanggilnya Taiping.

Beberapa anggota parlemen dari partai berkuasa di Taiwan maupun oposisi, sama-sama menyerukan para Presiden Taiwan Tsai Ing-wen agar kunjungan kerja ke Aba sebelum masa tugasnya habis pada Mei 2024. Kunjungan Tsai itu, diharapkan menjadi bentuk ketegasan Taiwan terhadap kedaulatannya dan Tsai bisa melihat langsung pelabuhan Taiwan yang baru direnovasi sehingga bisa menampung kapal-kapal yang lebih besar.

Dua presiden Taiwan sebelumnya sudah pernah ke Pulau Aba, namun Tsai selama menjabat orang nomor satu di Taiwan - belum pernah ke sana. Kementerian Luar Negeri Taiwan Joseph Wu mengatakan tidak diragukan lagi Pulau Aba milik Taiwan dan pemerintah akan mempertahankan kedaulatan atas pulau tersebut. Cina punya hak untuk membangun dan mempertahankan apa yang diyakini sebagai teritorialnya.

Selengkapnya baca di sini.

REUTERS

Pilihan Editor: Presiden Serbia: Tak Akan Akui Kemerdekaan Kosovo, meski Diganjar Nobel Perdamaian

Berita terkait

Top 3 Dunia: Daftar Orang Terkaya di Singapura dan Korsel, Cina Diminta Bantu Negara Miskin

3 jam lalu

Top 3 Dunia: Daftar Orang Terkaya di Singapura dan Korsel, Cina Diminta Bantu Negara Miskin

Top 3 dunia kemarin adalah daftar konglomerat Singapura dan Korsel yang masuk daftar Forbes hingga Cina diminta membantu negara miskin dari utang.

Baca Selengkapnya

Membawa Kuliner Sichuan ke Jakarta

8 jam lalu

Membawa Kuliner Sichuan ke Jakarta

Menikmati kuliner hotpot dan bbq dari Sichuan, Cina

Baca Selengkapnya

Cina Minta Israel Berhenti Menyerang Rafah

16 jam lalu

Cina Minta Israel Berhenti Menyerang Rafah

Beijing menyerukan kepada Israel untuk mendengarkan seruan besar masyarakat internasional, dengan berhenti menyerang Rafah

Baca Selengkapnya

Cina Perpanjang Kebijakan Bebas Visa ke 12 Negara Usai Xi Jinping Lawatan ke Prancis

17 jam lalu

Cina Perpanjang Kebijakan Bebas Visa ke 12 Negara Usai Xi Jinping Lawatan ke Prancis

Cina memperpanjang kebijakan bebas visa untuk 12 negara di Eropa dan Asia setelah kunjungan kerja Presiden Xi Jinping ke Prancis

Baca Selengkapnya

Jangan Coba Kasih Tip ke Staf Hotel atau Restoran di Dua Negara Ini, Bisa Dianggap Tak Sopan

22 jam lalu

Jangan Coba Kasih Tip ke Staf Hotel atau Restoran di Dua Negara Ini, Bisa Dianggap Tak Sopan

Layanan kepada pelanggan di restoran dipandang sebagai bagian dari makanan yang telah dibayar, jadi tak mengharapkan tip.

Baca Selengkapnya

Jerman Minta Cina Bantu Negara-Negara Miskin yang Terjebak Utang

1 hari lalu

Jerman Minta Cina Bantu Negara-Negara Miskin yang Terjebak Utang

Kanselir Jerman Olaf Scholz meminta Cina memainkan peran lebih besar dalam membantu negara-negara miskin yang terjebak utang.

Baca Selengkapnya

Top 3 Dunia: Jusuf Kalla Bertemu Hamas Hingga AS-Israel Diduga Langgar Hukum Internasional

1 hari lalu

Top 3 Dunia: Jusuf Kalla Bertemu Hamas Hingga AS-Israel Diduga Langgar Hukum Internasional

Berita Top 3 Dunia pada Selasa 7 Mei 2024 diawali oleh kabar Ketua Umum PMI Jusuf Kalla meminta kelompok Palestina Hamas untuk bersatu dengan Fatah

Baca Selengkapnya

Vladimir Putin Kembali Dilantik sebagai Presiden Rusia untuk Periode Kelima

1 hari lalu

Vladimir Putin Kembali Dilantik sebagai Presiden Rusia untuk Periode Kelima

Vladimir Putin kembali menjabat sebagai presiden Rusia untuk periode kelima selama enam tahun ke depan. Bakal mengalahkan rekor Stalin.

Baca Selengkapnya

Pelantikan Putin sebagai Presiden Rusia, Ini Respons dari AS dan Negara-negara Eropa

1 hari lalu

Pelantikan Putin sebagai Presiden Rusia, Ini Respons dari AS dan Negara-negara Eropa

Vladimir Putin diambil sumpahnya untuk masa jabatan kelima sebagai presiden Rusia dalam sebuah upacara di Kremlin, Selasa.

Baca Selengkapnya

Ukraina Tolak Akui Vladimir Putin sebagai Presiden Sah Rusia

1 hari lalu

Ukraina Tolak Akui Vladimir Putin sebagai Presiden Sah Rusia

Kementerian Luar Negeri Ukraina mengatakan tidak ada dasar hukum untuk mengakui Vladimir Putin sebagai presiden Rusia yang sah.

Baca Selengkapnya