Pasukan Israel Nyamar Jadi Dokter Bunuh 3 Warga Palestina, Pakar: Langgar Hukum Internasional!
Reporter
Tempo.co
Editor
Sita Planasari
Rabu, 31 Januari 2024 12:16 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pasukan Israel mungkin melanggar hukum internasional saat menyamar menjadi dokter dan membunuh tiga warga Palestina yang dirawat di rumah sakit di Tepi Barat.
Pasukan Israel (IDF) mungkin telah melanggar hukum internasional saat menyamar menjadi dokter, tenaga medis hingga wanita berhijab dan membunuh tiga warga Palestina yang tengah dirawat di sebuah rumah sakit di Kota Jenin, Tepi Barat.
Hal ini diungkapkan sejumlah pakar kepada ABC News pada Rabu 31 Januari 2024.
Anggota IDF menyamar sebagai dokter dan pasien untuk menyusup ke Rumah Sakit Ibnu Sina di Jenin pada Senin pekan ini dan membunuh tiga pria Palestina yang diklaim oleh Hamas dan Jihad Islam sebagai anggotanya. Hal ini diungkapkan Dr. Wisam Sebehat, direktur umum Kementerian Kesehatan Palestina di Jenin , kepada ABC News.
Salah satu anggota IDF membawa kursi roda, dua orang membawa boneka dalam kereta bayi, beberapa orang mengenakan pakaian perawat, satu lagi mengenakan pakaian dokter, dan beberapa lainnya mengenakan pakaian sipil, kata Sebehat.
Dokter dan pasien diberikan “status dilindungi” dalam konflik bersenjata berdasarkan Konvensi Jenewa.
Para ahli mengakui bahwa pada akhirnya Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) adalah badan yang dapat menentukan apakah hukum internasional dilanggar dalam penggerebekan tersebut.
Namun, mereka menunjuk pada unsur-unsur Statuta Roma, perjanjian yang mengatur ICC, dan studi tentang aturan-aturan kebiasaan internasional serta hukum kemanusiaan yang mungkin dilanggar IDF dalam melakukan serangan tersebut.
Amerika Serikat, Israel, Cina, India, Rusia – totalnya sekitar 40 negara – tidak menandatangani Statuta Roma dan bukan anggota ICC, menurut Dewan Hubungan Luar Negeri.
ICC berbeda dengan Mahkamah Internasional (ICJ), yang mengeluarkan keputusan awal pekan lalu dalam kasus yang diajukan Afrika Selatan terhadap Israel. Afsel menuduh Israel melakukan genosida terhadap warga Palestina.
ICC dapat “menerapkan yurisdiksi” dalam bentuk pemeriksaan pendahuluan, investigasi dan, kadang-kadang, pengadilan, atas “genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan atau kejahatan perang,” kata para pakar.
Israel bukan anggota ICC dan menolak yurisdiksi pengadilan tersebut, namun jaksa ICC telah menyelidiki tindakan Israel terhadap warga Palestina sebelumnya.
Merupakan pelanggaran hukum internasional jika berpura-pura mendapatkan status dilindungi, dalam hal ini, dengan menyamar sebagai dokter atau pasien, “untuk mengundang kepercayaan pihak lawan dan kemudian melanjutkan dengan membunuh atau melukai mereka,” Aurel Sari, profesor asosiasi hukum publik internasional di Universitas Exeter, kepada ABC News.
Hal ini melanggar larangan membunuh atau melukai musuh dengan melakukan pengkhianatan, kata Sari.
“Aturan tersebut merupakan bagian dari hukum kebiasaan internasional baik dalam konflik bersenjata internasional maupun non-internasional, yang berarti Israel terikat olehnya,” kata Sari.
Berdasarkan laporan, tampaknya pasukan Israel yang terlibat dalam operasi di Rumah Sakit Ibnu Sina di Jenin memang melakukan pelanggaran hukum konflik bersenjata, tambah Sari.
Tidak jelas apakah IDF menggunakan penyamaran untuk mendapatkan akses ke rumah sakit atau untuk mendapatkan kepercayaan dari musuh yang mereka targetkan secara langsung.
Kemungkinan pelanggaran hukum internasional lainnya yang mungkin dilakukan IDF dalam kasus ini adalah pelanggaran larangan menyerang kombatan yang tidak berdaya karena luka atau sakit, atau menyerang “hors de Combat,” kata profesor hukum internasional Tom Dannenbaum kepada ABC News.
Salah satu pria Palestina yang terbunuh, Basel Ghazawi, sedang dirawat di Rumah Sakit Ibnu Sina dan mengalami kelumpuhan, kata Sebehat.
IDF membantah laporan bahwa Ghazawi lumpuh.
Ghazawi sempat dirawat di rumah sakit selama tiga bulan. Dia terluka setelah serangan pesawat tak berawak di Jenin pada Oktober, kata Sebehat.
Kakak laki-lakinya, Muhammad Ghazawi, dan teman mereka, Muhammed Jalamneh, berada di kamar rumah sakit bersama Basel Ghazawi ketika ketiganya dibunuh oleh IDF, menurut Sebehat.
“Pejuang yang menjadi tidak mampu karena luka atau penyakit dilindungi dari serangan sebagai orang yang ‘hors de Combat’,” menurut hukum internasional, kata Dannenbaum.
“Jelas, seseorang yang lumpuh tidak mempunyai kemampuan dalam hal tersebut, sehingga serangan terhadap orang tersebut akan dilarang. Melanggar larangan tersebut akan menjadi kejahatan perang.”
IDF menuduh Jalamneh mentransfer senjata dan amunisi "kepada teroris untuk mendorong serangan penembakan dan merencanakan serangan yang terinspirasi oleh serangan teror Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober", kata IDF dalam sebuah pernyataan tentang serangan itu.
“Bersama Jalamneh, dua teroris tambahan yang bersembunyi di dalam rumah sakit berhasil dilumpuhkan,” kata IDF dalam pernyataannya. IDF tidak merinci mengapa dua orang lainnya terbunuh namun mengatakan ketiga orang tersebut adalah anggota Hamas.
“Untuk waktu yang lama, tersangka yang dicari bersembunyi di rumah sakit dan menggunakannya sebagai basis untuk merencanakan kegiatan teroris dan melakukan serangan teror, sementara mereka berasumsi bahwa eksploitasi rumah sakit akan berfungsi sebagai perlindungan terhadap kegiatan kontraterorisme pasukan keamanan Israel,” kata IDF.
IDF telah berulang kali mengklaim bahwa Hamas menggunakan rumah sakit di Gaza untuk menutupi kegiatan teroris. IDF mengatakan pihaknya hanya menargetkan Hamas dan militan lainnya di Gaza dan menuduh bahwa Hamas sengaja berlindung di belakang warga sipil, namun hal ini dibantah oleh kelompok tersebut.
ICC pada akhirnya akan menjadi badan yang dapat menentukan apakah kejahatan perang telah dilakukan atau jika hukum internasional dilanggar dalam serangan ini. Pada Maret 2023, ICC mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Vladimir Putin atas kejahatan terkait invasi ke Ukraina.
“Untuk menyimpulkan bahwa kejahatan perang telah dilakukan, pengadilan pidana sering melakukan investigasi dan penilaian selama bertahun-tahun,” Robert Kolb, profesor hukum internasional publik dan organisasi internasional di Universitas Jenewa, mengatakan kepada ABC News.
Lebih dari 26.000 orang tewas di Gaza dan lebih dari 65.000 lainnya terluka sejak 7 Oktober, menurut Kementerian Kesehatan Gaza yang dikelola Hamas. Di Israel, setidaknya 1.140 orang tewas dan 6.900 lainnya terluka sejak 7 Oktober, menurut kantor perdana menteri Israel. Para pejabat Israel mengatakan 556 tentara Pasukan Pertahanan Israel telah tewas, termasuk 221 orang sejak operasi darat di Gaza dimulai.
Pilihan Editor: Tentara Israel Menyamar Jadi Dokter Saat Gerebek Rumah Sakit Terekam CCTV
ABC NEWS