Hasil Referendum: Warga Australia Menolak Akui Keberadaan Penduduk Asli

Reporter

Tempo.co

Editor

Ida Rosdalina

Minggu, 15 Oktober 2023 12:09 WIB

Para pemilih berjalan melewati tanda Pilih 'Ya' dan Pilih 'Tidak' di Gedung Parlemen Australia Lama, selama referendum The Voice di Canberra, Australia, 14 Oktober 2023. REUTERS/Tracey Nearmy

TEMPO.CO, Jakarta - Para pemimpin masyarakat adat Australia pada Minggu, 15 Oktober 2023, menyerukan keheningan dan refleksi selama seminggu setelah referendum untuk mengakui Penduduk Asli dalam konstitusi ditolak dengan tegas oleh mayoritas penduduk.

Lebih dari 60% warga Australia memilih "Tidak" dalam referendum penting pada hari Sabtu, yang pertama dalam hampir seperempat abad, yang menanyakan apakah akan mengubah konstitusi untuk mengakui masyarakat Aborigin dan Pulau Selat Torres melalui pembentukan badan penasehat Masyarakat Adat. , "Suara kepada Parlemen", yang dapat memberikan nasihat kepada parlemen mengenai hal-hal yang menyangkut masyarakat.

Hasil ini merupakan kemunduran besar bagi upaya rekonsiliasi dengan komunitas Pribumi di negara tersebut, dan juga merusak citra Australia di mata dunia mengenai cara mereka memperlakukan penduduk aslinya.

Berbeda dengan negara-negara lain yang memiliki sejarah serupa seperti Kanada dan Selandia Baru, Australia belum secara formal mengakui atau mencapai perjanjian dengan Penduduk Aslinya.

Penduduk Aborigin dan Pulau Selat Torres merupakan 3,8% dari 26 juta penduduk Australia dan telah mendiami negara tersebut selama sekitar 60.000 tahun. Namun mereka tidak disebutkan dalam konstitusi dan berdasarkan sebagian besar ukuran sosial-ekonomi, mereka adalah kelompok masyarakat yang paling dirugikan di negara ini.

Advertising
Advertising

"Ini adalah sebuah ironi yang pahit. Bahwa orang-orang yang baru berada di benua ini selama 235 tahun menolak untuk mengakui mereka yang telah tinggal di benua ini selama 60.000 tahun atau lebih adalah hal yang tidak masuk akal," kata para pemimpin dalam sebuah pernyataan yang dirilis di platform media sosial.

Para pemimpin mengatakan mereka akan menurunkan bendera Aborigin dan Pulau Selat Torres menjadi setengah tiang selama seminggu dan mendesak negara lain untuk melakukan hal yang sama.

Pemimpin Masyarakat Adat Australia dan mantan pemain rugby nasional Lloyd Walker mengatakan jalan menuju rekonsiliasi tampaknya sulit saat ini, namun masyarakat harus terus berjuang.

“Kami dapat mengatakan bahwa hal tersebut tidak mendapat dukungan suara, namun masih ada 40% orang yang menginginkannya. Bertahun-tahun yang lalu kami tidak akan mendapatkan persentase tersebut secara pasti,” kata Walker.

Jade Ritchie, seorang juru kampanye “Ya” mengatakan setelah hasil pemilu pada Sabtu malam bahwa seluruh bangsa harus berduka atas hilangnya kesempatan tersebut.

“Kami mempunyai kesempatan untuk membuat perubahan nyata,” katanya kepada Reuters.

“Kesenjangan ini, ketidakberuntungan ini, pencabutan hak seluruh bagian masyarakat kita…. kita membicarakan hal ini sepanjang waktu dan pemerintah demi pemerintah mencoba untuk mengatasi masalah ini dan di sinilah kita dengan proposal yang sangat moderat dan adil serta cara praktis ke depan, dan itu tidak diterima."

<!--more-->

Refleksi Keras

Perdana Menteri Anthony Albanese mempertaruhkan modal politik yang signifikan pada referendum Voice, namun para pengkritiknya mengatakan ini adalah kesalahan terbesarnya sejak ia berkuasa pada Mei tahun lalu.

Pemimpin oposisi Peter Dutton mengatakan referendum ini "tidak perlu dilakukan Australia", dan hanya akan memecah belah bangsa.

Namun, salah satu alasan terbesar kekalahan referendum adalah kurangnya dukungan bipartisan, di mana para pemimpin partai konservatif besar berkampanye untuk memberikan suara “Tidak”.

Tidak ada referendum yang berhasil di Australia tanpa dukungan bipartisan.

“Banyak yang akan ditanya mengenai peran rasisme dan prasangka terhadap masyarakat adat dalam hasil ini,” kata para pemimpin dalam pernyataannya.

"Satu-satunya hal yang kami minta adalah setiap warga Australia yang memberikan suara dalam pemilu ini merenungkan pertanyaan ini dengan keras."

REUTERS

Pilihan Editor: Warga Palestina Menolak Mengungsi: 'Kami akan Mati di Sini'

Berita terkait

Surati Paus Fransiskus, AMAN Cerita soal Proyek Pemerintah Ancam Masyarakat Adat

3 hari lalu

Surati Paus Fransiskus, AMAN Cerita soal Proyek Pemerintah Ancam Masyarakat Adat

Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) telah mengirimkan surat kepada Paus Fransiskus terkait perampasan wilayah adat oleh perusahaan milik Keuskupan Maumere dan Larantuka di Nusa Tenggara Timur.

Baca Selengkapnya

DPR Didesak untuk Segera Sahkan RUU Masyarakat Adat

12 hari lalu

DPR Didesak untuk Segera Sahkan RUU Masyarakat Adat

Pengurus Besar Majelis Adat Budaya Melayu Indonesia (PB MABMI) mendesak pemerintah dan DPR segera mengesahkan RUU Masyarakat Adat

Baca Selengkapnya

Kemendikbudristek Gelar Sarasehan Nasional Penghayat Kepercayaan, Penyusutan Organisasi Jadi Bahasan

18 hari lalu

Kemendikbudristek Gelar Sarasehan Nasional Penghayat Kepercayaan, Penyusutan Organisasi Jadi Bahasan

Ditjen Kebudayaan Kemendikbudristek memfasilitasi kegiatan sarasehan nasional bagi kelompok penghayat dan masyarakat adat.

Baca Selengkapnya

Prabowo Subianto Kunjungan Kerja ke Australia

19 hari lalu

Prabowo Subianto Kunjungan Kerja ke Australia

Prabowo Subianto akan kunjungan kerja ke Australia pada 19 - 20 Agustus 2024. Topik pembahasan dengan Albanese diantaranya soal ekonomi dan keamanan

Baca Selengkapnya

Pegiat HAM Sebut Pejabat Pakai Baju Adat Hanya Gimik: RUU Perlindungan Masyarakat Adat Malah Enggak Dibahas

20 hari lalu

Pegiat HAM Sebut Pejabat Pakai Baju Adat Hanya Gimik: RUU Perlindungan Masyarakat Adat Malah Enggak Dibahas

Pegiat hak asasi manusia atau HAM, Amiruddin al-Rahab mengatakan, aksi para pejabat yang memakai baju adat tak lebih dari sekadar gimik.

Baca Selengkapnya

AMAN: Penggunaan Pakaian Adat oleh Pejabat Negara Tak Sejalan dengan Perlindungan Masyarakat Adat

20 hari lalu

AMAN: Penggunaan Pakaian Adat oleh Pejabat Negara Tak Sejalan dengan Perlindungan Masyarakat Adat

Pada upacara 17 Agustus kemarin, Presiden Jokowi mengenakan pakaian adat Kustim asal Kalimantan Timur di IKN.

Baca Selengkapnya

Aktivis dan Warga Kibarkan Panji Perlawanan saat Upacara 17 Agustus di IKN

21 hari lalu

Aktivis dan Warga Kibarkan Panji Perlawanan saat Upacara 17 Agustus di IKN

Aktivis mengibatkan bendera "Indonesia is not for sale, merdeka!" pada upacara 17 agustus di IKN. Bentuk kritik atas HGU 190 tahun.

Baca Selengkapnya

Koalisi Masyarakat Adat singgung Pidato Jokowi di HUT RI ke-19: Nawacita Hanya Tipuan

21 hari lalu

Koalisi Masyarakat Adat singgung Pidato Jokowi di HUT RI ke-19: Nawacita Hanya Tipuan

Koalisi menyinggung pidato Jokowi saat menyampaikan laporan kinerja lembaga negara dan pidato kenegaraan pada perayaan Hari Ulang Tahun ke-79 Kemerdekaan RI tak menyebut frasa masyarakat adat. Nawacita dianggap tipuan Jokowi.

Baca Selengkapnya

Amnesty International Sebut Pembangunan Era Jokowi Semu dan Elitis

21 hari lalu

Amnesty International Sebut Pembangunan Era Jokowi Semu dan Elitis

Jokowi menyampaikan pencapaian dalam pembangunan infrastruktur dan sumber daya manusia selama 10 tahun terakhir.

Baca Selengkapnya

Masyarakat Adat Pulau Rempang Terancam, KKP Sebut Sulit Beri Perlindungan

22 hari lalu

Masyarakat Adat Pulau Rempang Terancam, KKP Sebut Sulit Beri Perlindungan

Kementerian KKP mengungkapkan salah satu hambatan utama dalam melindungi masyarakat adat Rempang adalah belum adanya pengakuan hukum yang sah atas keberadaan mereka.

Baca Selengkapnya