Junta Militer Beri Aung San Suu Kyi Grasi, Kekacauan di Myanmar Berlanjut
Reporter
Daniel A. Fajri
Editor
Ida Rosdalina
Selasa, 1 Agustus 2023 15:28 WIB
TEMPO.CO, Jakarta – Junta Myanmar memberikan grasi kepada tokoh demokrasi terkemuka Aung San Suu Kyi untuk lima dari banyak pelanggaran yang dia lakukan dengan total 33 tahun. Kekacauan di Myanmar terus berlanjut saat rezim militer menunda pemilu yang dijanjikan dan memilih memperpanjang keadaan darurat.
Media pemerintah Myanmar yang dikuasai militer melaporkan soal grasi terhadap Suu Kyi pada Selasa, 1 Agustus 2023. Tetapi sebuah sumber informasi mengatakan dia akan tetap ditahan. "Dia tidak akan bebas dari tahanan rumah," kata sumber yang menolak disebutkan namanya karena sensitifnya isu tersebut, dilansir Reuters.
Suu Kyi, yang merupakan peraih Nobel, pekan lalu dipindahkan dari penjara ke tahanan rumah di ibu kota, Naypyitaw. Ia ditahan sejak militer merebut kekuasaan dalam kudeta pada awal 2021.
Pemimpin partai National League League for Democracy yang diluluhkan junta itu mengajukan banding untuk berbagai pelanggaran mulai dari penghasutan dan penipuan pemilu hingga korupsi. Dia membantah semua tuduhan.
Suu Kyi, 78 tahun, putri pahlawan kemerdekaan Myanmar, pertama kali menjadi tahanan rumah pada 1989 setelah protes besar-besaran menentang kekuasaan militer selama puluhan tahun.
Pada 1991, dia memenangkan Hadiah Nobel Perdamaian karena berkampanye untuk demokrasi tetapi baru dibebaskan sepenuhnya dari tahanan rumah pada 2010. Ia memenangkan pemilu pada 2015, yang diadakan sebagai bagian dari reformasi militer tentatif yang dihentikan oleh kudeta 2021.
Kelompok sipil di Myanmar skeptis dengan keputusan junta memberikan grasi terhadap Aung San Suu Kyi. Pemerintahan bayangan yang tergabung dalam NUG menuntut Suu Kyi, U Win Myint, dan semua tahanan politik harus segera dibebaskan tanpa syarat.
“SAC #Junta harus bertanggung jawab atas kesejahteraan mereka,” kata penjabat presiden NUG atau Pemerintah Persatuan Nasional Myanmar dalam cuitannya pada Selasa, 1 Agustus 2023.
<!--more-->
Kekacauan di Myanmar Berlanjut
Myanmar berada dalam kekacauan sejak kudeta. Kisruh politik itu menuai kecaman global dan Barat kembali memberlakukan sanksi Naypyidaw. Gerakan perlawanan melawan militer di berbagai front setelah itu bermunculan.
Junta Myanmar secara resmi menunda pemilu pada Agustus tahun ini. Semula, pemilu itu dijanjikannya setelah kudeta 2021. Pemimpin junta Jenderal Min Aung Hlaing, dalam pertemuan pada Senin, 31 Juli 2023, dengan Dewan Pertahanan dan Keamanan Nasional (NDSC) yang didukung tentara, kemudian memutuskan memperpanjang keadaan darurat enam bulan lagi.
Tatmadaw atau militer Myanmar telah berjanji untuk mengadakan pemilihan pada Agustus 2023 setelah menggulingkan pemerintah terpilih Aung San Suu Kyi. Namun mereka berdalih, kekerasan yang sedang berlangsung sebagai alasan untuk menunda pemungutan suara.
Militer merebut kekuasaan setelah mengadukan kecurangan dalam pemilihan umum November 2020 yang dimenangkan oleh partai Suu Kyi. Kelompok pemantau pemilu tidak menemukan bukti kecurangan massal.
Penggulingan pemerintah terpilih Suu Kyi menggagalkan satu dekade reformasi, keterlibatan internasional dan pertumbuhan ekonomi, sambil meninggalkan jejak kehidupan yang terbalik setelahnya.
ASEAN dibikin frustrasi oleh Tatmadaw yang dianggap tidak mematuhi mekanisme perdamaian yang disepakati blok, yakni konsensus lima butir. Konsensus menyerukan segera diakhirinya kekerasan; penyelenggaraan dialog di antara semua pihak; penunjukan utusan khusus; mengizinkan bantuan kemanusiaan dari ASEAN; dan mengizinkan utusan khusus mengunjungi Myanmar untuk bertemu dengan semua pihak.
Banyak pihak yang menganggap rencana perdamaian ASEAN atas krisis Myanmar itu tidak memberikan perkembangan signifikan dalam menyelesaikan masalah tersebut.
Kementerian Luar Negeri RI menyebut bahwa hal-hal yang semakin memperlambat terjadinya proses perdamaian dan rekonsiliasi kian menyulitkan posisi Myanmar sendiri. Ini menanggapi penundaan pemilu oleh junta militer di negara itu. Sejauh ini belum ada tanggapan khusus dari ASEAN, yang tahun ini dipimpin oleh Indonesia.
“Ini proses internal yang semakin memperlambat proses pemulihan demokrasi di Myanmar,” kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah saat ditemui wartawan di Jakarta pada Selasa, 1 Agustus 2023.
DANIEL A. FAJRI
Pilihan Editor: Oposisi Rusia Kara-Murza Divonis 25 Tahun, Inggris Jatuhkan Sanksi ke Hakim dan Jaksanya