Lima Hari Kerusuhan di Prancis: 700 Orang Ditangkap, Rumah Wali Kota Diserang

Reporter

Andika Dwi

Editor

Ida Rosdalina

Selasa, 4 Juli 2023 08:00 WIB

Kendaraan yang terbakar terlihat saat kerusuhan berlanjut menyusul kematian seorang remaja berusia 17 tahun yang dibunuh oleh seorang polisi Prancis saat pemberhentian lalu lintas, di Nanterre, pinggiran kota Paris, Prancis, 1 Juli 2023. REUTERS/Yves Herman

TEMPO.CO, Jakarta - Sudah satu pekan berlalu semenjak kerusuhan di Prancis akibat insiden penembakan remaja hingga tewas oleh aparat kepolisian. Pada Minggu dini hari waktu setempat, 2 Juli 2023, pengunjuk rasa menargetkan rumah wali kota dengan sebuah mobil yang terbakar. Namun, kekacauan yang disebabkan oleh anak-anak muda itu secara keseluruhan tampak berkurang daripada malam-malam sebelumnya.

Kementerian Dalam Negeri Prancis kemudian menyatakan per 2 Juli bahwa 719 orang telah ditangkap, 45 petugas polisi terluka, 577 kendaraan dan 74 bangunan dibakar, serta tercatat 871 kebakaran di jalan umum.

Rangkaian krisis tersebut menimbulkan tantangan baru bagi kabinet Presiden Emmanuel Macron. Ketidakpuasan yang mendalam ikut terungkap jelas di kalangan masyarakat berpenghasilan rendah atas diskriminasi dan kurangnya kesempatan.

Menurut seorang pekerja transportasi dari Clichy bernama Samba Seck, peristiwa penembakan Nahel Merzouk seakan menjadi pemantik yang mengobarkan api amarah. Anak-anak muda yang putus asa sudah lama menunggu momen itu. Mereka kekurangan tempat tinggal dan pekerjaan. Kalaupun memiliki pekerjaan, upahnya terlalu rendah.

“Kita seharusnya merasa aman bersama polisi, bukan justru takut kepada mereka,” ungkap seorang pengunjuk rasa lainnya yang dilansir dari cbsnews.com.

Advertising
Advertising

Mayoritas dari mereka adalah remaja yang tergerak untuk protes ke jalanan karena korban penembakan juga merupakan seorang anak muda. Nahel (17) langsung diidentifikasi secara publik hanya dengan nama depannya, memicu kemarahan yang membara hingga ke pusat Kota Paris.

Ibu Nahel mengungkap kemarahannya secara khusus kepada polisi yang menembak putranya, bukan aparat kepolisian secara umum. “Ia (polisi yang menembak Nahel) melihat anak muda bertampang Arab dan ingin mengambil nyawanya,” ujar sang ibu. Keluarga Nahel sendiri adalah keturunan Aljazair.

Kronologi Kericuhan

Sabtu lalu, komunitas Muslim di Nanterre telah mengadakan upacara peringatan kematian Nahel. Kerumunan kecil juga berkumpul di Champs-Elysees saat malam tiba untuk memprotes tindakan sewenang-wenang polisi, tetapi diadang ratusan petugas yang menggunakan pentungan dan perisai. Di utara Paris, pengunjuk rasa menyalakan petasan pada barikade, sementara polisi membalasnya dengan gas air mata dan granat kejut.

<!--more-->

Sebuah mobil yang terbakar menabrak rumah Wali Kota l’Hay-les-Roses, Vincent Jeanbrun, di pinggiran Paris. Serangan pribadi seperti itu sejatinya tak lazim dibanding aksi vandalisme lain yang menyasar sekolah-sekolah, kantor polisi, balai kota, serta toko penduduk.

Jeanbrun lalu menyatakan bahwa istri dan salah satu anaknya terluka dalam peristiwa pukul 01.30 pagi tersebut ketika seisi rumah sedang tidur, sementara ia sendiri berada di balai kota untuk memantau kerusuhan. Sang istri menderita patah tulang kering yang cukup serius, sedangkan kondisi anak-anak mereka yang berusia 5 dan 7 tahun belum diketahui.

Selaku bagian dari oposisi konservatif Partai Republik, Jeanbrun menyebut serangan terhadapnya sebagai “horor dan aib” dan mendesak pemerintah untuk segera memberlakukan keadaan darurat. Kekerasan menjadi makin tak terkendali sehingga nenek Nahel memohon massa untuk tenang sekaligus menuduh sejumlah oknum pengunjuk rasa telah menggunakan kematian cucunya sebagai dalih.

Seorang jaksa daerah, Stephane Hardouin, lantas membuka kasus atas percobaan pembunuhan dalam serangan terhadap keluarga Jeanbrun. Penyelidikan awal mengungkap bahwa mobil sengaja menabrak rumah sang wali kota, kemudian dibakar menggunakan cairan akselerator api yang ditemukan di dalamnya.

Posisi Diplomatik Macron

Kerusuhan juga meletus di kota mediterania Marseille, tetapi tak sehebat malam-malam sebelumnya. Menteri Dalam Negeri Gerald Darmanin menyebut kontingen polisi telah diperkuat untuk menangkap 55 orang di sana sebagai bentuk tindakan tegas pasukan keamanan.

Pengerahan polisi massal disambut baik oleh segelintir penduduk yang ketakutan serta para pemilik toko yang tokonya telah dijarah. Namun, hal tersebut justru membuat frustrasi mereka yang melihat perilaku polisi sebagai inti dari krisis Prancis saat ini.

Kerusuhan turut berdampak pada posisi diplomatik Macron. Ia menunda kunjungan kenegaraan pertama ke Jerman oleh seorang Presiden Prancis dalam 23 tahun terakhir yang seharusnya berlangsung pada Minggu, 2 Juli.

CBSNEWS | NIA HEPPY | SYAHDI MUHARRAM (CW)

Pilihan Editor: Vietnam Larang Film 'Barbie' karena Peta Laut China Selatan

Berita terkait

Macron Sebut Intelijen Prancis Konfirmasi ISIS di Balik Serangan Konser Rusia

44 hari lalu

Macron Sebut Intelijen Prancis Konfirmasi ISIS di Balik Serangan Konser Rusia

Prancis bergabung dengan AS dengan mengatakan bahwa intelijennya mengindikasikan bahwa ISIS bertanggung jawab atas serangan di konser Rusia

Baca Selengkapnya

Dari India hingga Ukraina, Begini Reaksi Dunia atas Penembakan di Gedung Konser Moskow

47 hari lalu

Dari India hingga Ukraina, Begini Reaksi Dunia atas Penembakan di Gedung Konser Moskow

Berikut beberapa reaksi dunia terhadap penembakan maut di gedung konser Moskow, mulai dari India, Ukraina hingga Uni Eropa

Baca Selengkapnya

Menang Pemilu, Putin Ingatkan Barat: Konflik Rusia-NATO Selangkah dari Perang Dunia III

52 hari lalu

Menang Pemilu, Putin Ingatkan Barat: Konflik Rusia-NATO Selangkah dari Perang Dunia III

Presiden Rusia Vladimir Putin memperingatkan negara-negara Barat,konflik langsung antara Rusia dan aliansi militer NATO berarti Perang Dunia III

Baca Selengkapnya

Macron Desak Sekutunya Tak Pengecut dalam Perang Lawan Rusia

6 Maret 2024

Macron Desak Sekutunya Tak Pengecut dalam Perang Lawan Rusia

Macron mengatakan sekutu Prancis semestinya ikut mengambil bagian penting membela Ukraina dalam perang melawan Rusia.

Baca Selengkapnya

Macron Isyaratkan Kemungkinan Kirim Pasukan ke Ukraina, Pemimpin Eropa Lain Tak Sepakat

28 Februari 2024

Macron Isyaratkan Kemungkinan Kirim Pasukan ke Ukraina, Pemimpin Eropa Lain Tak Sepakat

Jerman, Inggris dan negara-negara Eropa lainnya, mengatakan bahwa mereka tidak memiliki rencana untuk kirim pasukan darat ke Ukraina.

Baca Selengkapnya

Tiga Tahun Invasi Rusia, Zelensky Teken Pakta Keamanan dengan Jerman dan Prancis

16 Februari 2024

Tiga Tahun Invasi Rusia, Zelensky Teken Pakta Keamanan dengan Jerman dan Prancis

Kunjungan Zelensky ke dua negara terbesar Uni Eropa ini terjadi saat invasi Rusia ke Ukraina memasuki tahun ketiga.

Baca Selengkapnya

Petani Prancis Demo Blokir Jalan, Kenangan Pahit Rompi Kuning Muncul Lagi

25 Januari 2024

Petani Prancis Demo Blokir Jalan, Kenangan Pahit Rompi Kuning Muncul Lagi

Ribuan petani memblokir jalan raya di seluruh Prancis dan mengosongkan isi beberapa truk yang membawa sayuran impor pada Kamis, 25 Januari 2024

Baca Selengkapnya

Profil Gabriel Attal, Perdana Menteri Prancis Termuda yang Mengaku Gay

12 Januari 2024

Profil Gabriel Attal, Perdana Menteri Prancis Termuda yang Mengaku Gay

Profil Gabriel Attal yang ditunjuk sebagai perdana menteri baru Prancis

Baca Selengkapnya

Perdana Menteri Prancis Elisabeth Borne Mengundurkan Diri, Ini Profilnya

10 Januari 2024

Perdana Menteri Prancis Elisabeth Borne Mengundurkan Diri, Ini Profilnya

Perdana Menteri Prancis Elisabeth Borne mengundurkan diri pada 8 Januari 2024. Berikut profil alumnus Ecole Polytechnique, Prancis.

Baca Selengkapnya

Macron Pilih Gabriel Attal sebagai PM untuk Bendung Popularitas Oposisi

10 Januari 2024

Macron Pilih Gabriel Attal sebagai PM untuk Bendung Popularitas Oposisi

Dengan menunjuk Gabriel Attal sebagai PM, Macron ingin mengalahkan sayap kanan yang unggul dalam jajak pendapat karena juru kampanye muda mereka.

Baca Selengkapnya