Partai Oposisi Kamboja Ditolak Ikut Pemilu, AS Kecewa

Jumat, 26 Mei 2023 18:00 WIB

Pekerja garmen melambaikan bendera nasional Kamboja saat ikut ambil bagian dalam peringatan May Day di Phnom Penh, Kamboja, 1 Mei 2015. REUTERS

TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Konstitusional Kamboja menolak banding yang diajukan partai oposisi terhadap diskualifikasi pihaknya dalam pemilu mendatang. Keputusan ini membuat partai yang berkuasa akan mencalonkan diri hampir tanpa lawan pada pemilu Juli mendatang.

The Candlelight Party didiskualifikasi dari pemilu karena alasan administratif. Para aktivis menganggap langkah itu sebagai bagian dari upaya selama bertahun-tahun untuk menghancurkan oposisi yang kritis terhadap Perdana Menteri Hun Sen yang telah lama menjabat.

Dewan beranggotakan sembilan orang itu mengatakan diskualifikasi Komisi Pemilihan Umum Kamboja (NEC) terhadap partai tersebut adalah konstitusional, dan keputusan pengadilan bersifat final.

"Atas dasar hukum, kami melihat fakta," kata wakil sekretaris jenderal pengadilan, Prom Vicheth Akara, dalam konferensi pers di Phnom Penh pada Kamis, 25 Mei 2023, seperti dilansir Reuters. Prom menambahkan ada 18 partai yang berhasil mendaftar.

Hun Sen adalah salah satu pemimpin terlama di dunia setelah hampir empat dekade memimpin. Pria 70 tahun itu sebelumnya sesumbar Partai Rakyat Kamboja (CPP) akan mendominasi politik hingga satu abad.

Advertising
Advertising

Departemen Luar Negeri AS mengatakan "sangat terganggu" atas penjegalan partisipasi Candelight dalam pemilihan.

"Amerika Serikat tidak berencana mengirim pemantau resmi ke pemilu Juli, bagian dari proses pemilu yang dinilai oleh banyak pakar independen Kamboja dan internasional tidak bebas dan tidak adil," kata juru bicara Matthew Miller.

Candlelight baru berusia lebih dari satu tahun. Partai itu adalah satu-satunya partai yang secara langsung melawan CPP, yang telah memonopoli semua tingkat politik sejak pembubaran Cambodia National Rescue Party (CNRP) pada 2017.

Puluhan mantan anggota CNRP telah ditahan atau dihukum karena kejahatan serius, banyak in absentia melarikan diri ke pengasingan dari tindakan keras Hun Sen terhadap kritik dan lawan politik.

"Kami sangat kecewa," kata Son Chhay, wakil presiden Candlelight, dalam pesan teks setelah keputusan pengadilan. Dia tidak merinci.

Meskipun Hun Sen telah secara luas diakui menjaga stabilitas di Kamboja pasca-perang dan menarik bantuan pembangunan dan investasi asing, pengkritiknya menuduhnya ia telah meningkatkan otoritarianisme dan merongrong institusi demokrasi.

Pemerintah telah berulang kali membantah bahwa mereka memiliki kampanye untuk memusnahkan oposisi dan mengatakan semua tindakan yang diambil sesuai hukum.

CPP belum berkomentar atas keputusan pengadilan tersebut.

REUTERS

Pilihan Editor: Putaran Kedua Pemilu Turki, Oposisi Kompak Ingin Singkirkan Erdogan

Berita terkait

Cuaca Panas di Kamboja Sebabkan Gudang Amunisi Meledak, 20 Tentara Tewas

2 jam lalu

Cuaca Panas di Kamboja Sebabkan Gudang Amunisi Meledak, 20 Tentara Tewas

Cuaca panas menerjang sejumlah negara di Asia. Di Kamboja, gudang amunisi meledak hingga menyebabkan 20 tentara tewas.

Baca Selengkapnya

Badan Mata-mata Seoul Tuding Korea Utara Rencanakan Serangan terhadap Kedutaan Besar

2 jam lalu

Badan Mata-mata Seoul Tuding Korea Utara Rencanakan Serangan terhadap Kedutaan Besar

Badan mata-mata Korea Selatan menuding Korea Utara sedang merencanakan serangan "teroris" yang menargetkan pejabat dan warga Seoul di luar negeri.

Baca Selengkapnya

AS Kembalikan Barang Antik Curian ke RI, Ada Peninggalan Majapahit

5 hari lalu

AS Kembalikan Barang Antik Curian ke RI, Ada Peninggalan Majapahit

Jaksa New York mengembalikan barang antik yang dicuri dari Kamboja dan Indonesia. Dari Indonesia, ada peninggalan Kerajaan Majapahit.

Baca Selengkapnya

AS Kembalikan Barang Antik yang Dicuri dari Indonesia dan Kamboja

6 hari lalu

AS Kembalikan Barang Antik yang Dicuri dari Indonesia dan Kamboja

Jaksa wilayah New York AS menuduh dua pedagang seni terkemuka melakukan perdagangan ilegal barang antik dari Indonesia dan Cina senilai US$3 juta.

Baca Selengkapnya

Ada Youtuber Siksa Kera di Angkor, Pemerintah Kamboja Bakal Ambil Tindakan

22 hari lalu

Ada Youtuber Siksa Kera di Angkor, Pemerintah Kamboja Bakal Ambil Tindakan

Selama ini, penyiksaan terhadap kera di Angkor tidak mencolok, tapi lama kelamaan kasusnya semakin banyak.

Baca Selengkapnya

Thailand Berencana Legalisasi Kasino untuk Tingkatkan Pemasukan dan Lapangan Kerja

35 hari lalu

Thailand Berencana Legalisasi Kasino untuk Tingkatkan Pemasukan dan Lapangan Kerja

Perdana Menteri Thailand Srettha Thavisin mengatakan jika disahkan oleh parlemen, undang-undang kasino akan menghasilkan lebih banyak lapangan kerja

Baca Selengkapnya

Terkini: Dampak Ekonomi Konser Taylor Swift dan Coldplay di Singapura Tembus Rp 11 Triliun, Harga Tiket Promo AirAsia Rute Internasional Mulai Rp 990 Ribuan

46 hari lalu

Terkini: Dampak Ekonomi Konser Taylor Swift dan Coldplay di Singapura Tembus Rp 11 Triliun, Harga Tiket Promo AirAsia Rute Internasional Mulai Rp 990 Ribuan

LPM FEB UI meneliti dampak ekonomi dari konser Taylor Swift dan Coldplay di Singapura. Perhelatan konser dua bintang dunia tersebut tembus Rp 11 T.

Baca Selengkapnya

Untuk Idul Fitri, Indonesia Impor 22 Ribu Ton Beras dari Kamboja

46 hari lalu

Untuk Idul Fitri, Indonesia Impor 22 Ribu Ton Beras dari Kamboja

Pemerintah mengimpor 22.500 ton beras dari Kamboja untuk memenuhi kebutuhan stok beras menjelang Idul Fitri 1445H, selain mengandalkan produk nasional

Baca Selengkapnya

Pariwisata Kamboja dan Malaysia Paling Cepat Pulih di Asia Tenggara, Bagaimana Indonesia?

50 hari lalu

Pariwisata Kamboja dan Malaysia Paling Cepat Pulih di Asia Tenggara, Bagaimana Indonesia?

Sebuah perusahaan riset mengungkap tingkat pemulihan industri pariwisata Asia Tenggara dilihat dari kunjungan wisatawan asing, Kamboja paling tinggi.

Baca Selengkapnya

Uniknya Kuil Bayon di Angkor Wat yang Menampilkan 200 Wajah Tersenyum Damai

52 hari lalu

Uniknya Kuil Bayon di Angkor Wat yang Menampilkan 200 Wajah Tersenyum Damai

Identitas sosok yang sedang tersenyum ini menjadi perdebatan sejak penemuan kembali Bayon di Angkor Wat pada abad ke-19.

Baca Selengkapnya