Pakar: Kecaman Indonesia terhadap Junta Myanmar Tidak Cukup
Reporter
Daniel A. Fajri
Editor
Ida Rosdalina
Kamis, 13 April 2023 13:27 WIB
TEMPO.CO, Jakarta – Peneliti senior di bidang politik internasional dan kebijakan luar negeri di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Dewi Fortuna Anwar, menilai langkah Indonesia dalam mengemban keketuaan di ASEAN sudah berjalan dengan tepat, termasuk dalam menangani krisis Myanmar. Namun, sikap RI dalam menanggapi kekerasan mematikan yang terjadi di negara itu belum cukup.
Dewi mengatakan, Indonesia perlu mengeluarkan dua kecaman. Satu sebagai Presiden Blok Asia tenggara, dan sebagai Indonesia. “Kita tak bisa menerima tindakan barbar pelanggaran HAM berat negara lain apalagi sesama tetangga, anggota ASEAN,” katanya saat dihubungi Tempo pada Kamis, 13 April 2023.
Menurut Dewi, jika sikap tersebut terus berlangsung, maka itu akan semakin menjauhkan Indonesia dari misi membangun komunitas ASEAN yang menghormati demokrasi dan HAM, sesuai dengan piagam ASEAN. “Indonesia kan bergerak cepat mengecam kalau terjadi kekerasan, misalnya di Palestina. Itu kan Indonesia tidak malu-malu mengecam itu,” ujarnya.
Tidak kurang dari 100 gerilyawan anti Junta Myanmar, termasuk warga sipil dan anak-anak, tewas dalam serangan udara di Sagaing, wilayah barat laut, Selasa, 11 April 2023. Peristiwa ini adalah yang paling mematikan dalam serangkaian serangan udara militer baru-baru ini.
Juru bicara Junta Zaw Min Tun mengatakan kepada saluran siaran militer Myawaddy pada Selasa malam, 11 April 2023, bahwa serangan terhadap upacara yang diadakan oleh National Unity Government (NUG), untuk memulihkan perdamaian dan stabilitas di wilayah tersebut.
"Saat upacara pembukaan itu, kami melakukan penyerangan. Anggota PDF tewas. Mereka yang menentang pemerintah negara, rakyat negara," kata Zaw Min Tun. "Menurut informasi lapangan kami, kami mengenai tempat penyimpanan senjata mereka dan itu meledak dan orang-orang tewas karenanya”.
Kyaw Zaw, juru bicara NUG, mengatakan 100 orang tewas dalam apa yang dilakukan oleh junta pada Selasa merupakan "serangan militer yang tidak masuk akal, biadab, dan brutal."
ASEAN telah mengutuk dengan keras serangan udara oleh Angkatan Bersenjata Myanmar di Desa Pa Zi Gyi, Kotapraja Kanbalu itu. Menurut ASEAN, dalam pernyataan Kamis, 13 April 2023, penghentian kekerasan akan menjadi satu-satunya cara untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi dialog nasional yang inklusif, demi menemukan solusi damai yang berkelanjutan di Myanmar.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, melalui juru bicara, menegaskan kembali seruannya kepada militer untuk mengakhiri kampanye kekerasan terhadap penduduk Myanmar di seluruh negeri. Aktivis hingga sejumlah negara juga menyampaikan kecamannya.