Dokumen: Junta Militer Myanmar Izinkan Warga Sipil yang Loyal Membawa Senjata
Editor
Ida Rosdalina
Minggu, 12 Februari 2023 19:59 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Myanmar yang dikuasai junta militer akan memperkenankan para warga sipil “yang loyal terhadap negara” untuk mengajukan izin membawa senjata api, menurut laporan media dan dokumen pemerintah yang belum diverifikasi.
Dokumen yang bocor, konon berasal dari kementerian dalam negeri, diulas oleh Reuters dan media lainnya. Myanmar menetapkan kriteria bagi mereka yang mencari lisensi senjata.
Para pakar khawatir bahwa mengizinkan warga sipil membawa senjata akan memberikan kelompok-kelompok pro-junta kekuasaan dan hanya akan meningkatkan kekerasan dan bentrokan hampir setiap hari antara militer dan pasukan perlawanan bersenjata yang telah berkecamuk di seluruh negeri.
Persyaratan yang tercantum dalam dokumen tersebut termasuk ambang batas usia 18 tahun dan kebutuhan senjata yang dapat dibuktikan untuk tujuan keamanan, selain persyaratan loyalitas.
Reuters tidak dapat memverifikasi dokumen 15-halaman, dan tidak jelas kapan undang-undang seperti itu berlaku. Panggilan telepon kepada juru bicara militer untuk meminta komentar tidak dijawab.
Dokumen tersebut menetapkan anggota badan kontra-pemberontakan, milisi yang dibentuk secara resmi, dan mereka yang pensiun dari militer untuk membawa pistol, senapan, dan senapan mesin ringan selama mereka memiliki izin tersebut. Pemerintah militer juga memiliki hak untuk mengimpor dan menjual senjata api dan amunisi yang diberi izin oleh kementerian pertahanan.
Para jenderal tertinggi negara Asia Tenggara itu memimpin pemberontakan pada Februari 2021 setelah lima tahun pembagian kekuasaan yang penuh ketegangan di bawah sistem politik semi-sipil yang diciptakan oleh militer.
Kelompok pemantau konflik yang berbasis di AS, Acled, mengatakan sekitar 19.000 orang tewas tahun lalu ketika tindakan keras militer terhadap protes menyebabkan banyak orang mengangkat senjata melawan junta.
Sekitar 1,2 juta orang telah mengungsi dalam konflik itu dan lebih dari 70.000 telah meninggalkan negara itu, menurut PBB, yang menuduh militer melakukan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
REUTERS
Pilihan Berita: 10 Gempa Terdahsyat dari M 8,6 hingga 9,5, Dua di Antaranya di Indonesia