AS Sentuh Ambang Batas Utang, APBN Terancam Terganggu

Jumat, 20 Januari 2023 08:00 WIB

Gedung Kapitol difoto melalui pagar berantai di Washington, Amerika Serikat, Senin (30/9). Sekitar satu juta pegawai pemerintahan AS membuat rencana darurat pada hari Senin jika terjadi 'shutdown' atau penutupan pada tengah malam, dengan serikat pekerja mereka menuntut Kongress untuk segera membuat kesepakatan. REUTERS/Kevin Lamarque

TEMPO.CO, Jakarta -Pemerintah Amerika Serikat (AS) mencapai ambang batas utang sebesar US$31,4 triliun pada Kamis, 19 Januari 2023.

Baca juga: Amerika Terancam Bakal Hadapi Penutupan Pemerintahan di Tengah Pandemi Covid-19

Kondisi ini terjadi di tengah kebuntuan antara Dewan Perwakilan Rakyat yang dikendalikan Partai Republik dan Demokrat yang dipimpin Presiden Joe Biden. Hal ini memicu kekhawatiran krisis fiskal dalam beberapa bulan mendatang.

Partai Republik sebagai kubu mayoritas DPR bertujuan untuk menggunakan ambang utang federal yang diamanatkan oleh Kongres untuk memangkas pengeluaran dari Biden dan Senat yang dipimpin Demokrat.

Tenggat pada Kamis akan berdampak kecil sebab pejabat Departemen Keuangan bersiap untuk mulai menggunakan langkah-langkah manajemen kas darurat untuk mencegah default.

Advertising
Advertising

Risiko yang lebih serius diprediksi akan muncul mendekati Juni, ketika pemerintah mendekati apa yang disebut tanggal X. Pada periode itu, Kementerian Keuangan akan kehabisan manuver darurat.

Menjelang tenggat itu, tidak ada tanda-tanda bahwa kedua belah pihak bersedia melunak.

"Itu adalah sesuatu yang harus dilakukan tanpa syarat. Kita tidak boleh bernegosiasi. Itu adalah tugas dasar," kata juru bicara Gedung Putih Karine Jean-Pierre kepada wartawan.

Sebaliknya, Partai Republik mengejar rencana "prioritas utang" yang akan berusaha mencegah default dengan mendesak Departemen Keuangan untuk memprioritaskan pembayaran utang.

Kubu Partai Tua Besar juga mungkin akan mengajukan prioritas lain seperti Jaminan Sosial dan Medicare, jika batas tersebut dilanggar selama negosiasi. Mereka berharap untuk menyelesaikan undang-undang tersebut pada Maret.

Prospek genting telah menimbulkan kekhawatiran di Washington dan di Wall Street tentang pertarungan sengit atas plafon utang tahun ini.

Keadaan ini diperkirakan bisa setidaknya sama mengganggunya seperti pertempuran yang berlarut-larut pada 2011, yang mendorong penurunan peringkat kredit AS dan tahun-tahun pemaksaan pemotongan pengeluaran domestik dan militer.

"Kami tidak akan gagal membayar utang. Kami memiliki kemampuan untuk mengelola layanan dan membayar bunga kami. Namun, kami juga tidak boleh secara membabi buta menaikkan plafon utang," kata Perwakilan Chip Roy, seorang konservatif terkemuka, kepada Reuters.

Roy menepis kekhawatiran tentang pasar yang khawatir dan ancaman resesi.

"Itulah yang mereka katakan setiap saat. Ini seperti jarum jam. Kita sudah meluncur menuju resesi. Pertanyaannya adalah seperti apa jadinya - kecuali kombinasi kebijakan moneter dan kebijakan fiskal menyelamatkan kita dari kebodohan kita menghabiskan begitu banyak uang," kata Roy dalam sebuah wawancara.

Kongres mengadopsi plafon utang yang komprehensif, utang maksimum menurut undang-undang yang dapat dikeluarkan pemerintah. Langkah ini dikeluarkan pada 1939, dengan maksud untuk membatasi pertumbuhannya.

Langkah tersebut tidak memiliki efek itu, karena dalam praktiknya, Kongres telah memperlakukan proses anggaran atau APBN tahunan yang pada intinya menyetujui untuk menutup biaya pengeluaran yang telah disetujui sebelumnya.

Negosiasi tentang prioritas utang dan pengeluaran diperkirakan tidak akan berjalan lancar sampai anggota parlemen kembali ke Washington minggu depan.

Rencana Partai Republik menyerukan penyeimbangan anggaran federal dalam 10 tahun dengan membatasi pengeluaran diskresioner pada tingkat 2022.

Mereka ingin menggunakan pengawasan DPR untuk mengidentifikasi program federal yang dapat dihilangkan atau dikurangi dalam tagihan pengeluaran, yang diharapkan muncul dari Komite Alokasi DPR selama satu tahun.

Sementara itu, Kubu Republik bersumpah untuk menolak tagihan pendanaan pemerintah dari Pemimpin Mayoritas Senat Chuck Schumer, mirip dengan paket omnibus bipartisan US$1,66 triliun yang disahkan Kongres akhir tahun lalu.

Pejabat Gedung Putih mencatat bahwa Partai Republik di Kongres mendukung beberapa kenaikan plafon utang ketika Donald Trump dari Partai Republik menjadi presiden.

Menurut Menteri Keuangan Janet Yellen, Kongres dan Gedung Putih kemungkinan memiliki waktu hingga awal Juni untuk menemukan kesepakatan tentang pendanaan pemerintah, sebelum Washington harus menghadapi momok gagal bayar yang pertama kali.

"Kami optimis bahwa Demokrat akan datang ke meja perundingan dan bernegosiasi dengan itikad baik. Ada banyak ruang untuk bernegosiasi mengenai langkah-langkah yang dapat diambil untuk mengatasi krisis fiskal yang kita hadapi," kata Perwakilan Republik Ben Cline, yang memimpin satuan tugas anggaran dan pengeluaran konservatif.

Baca juga: Shutdown Dihindari, tapi Trump Ingin Berlakukan Darurat Nasional

REUTERS

Berita terkait

Kuartal I-2024, KSSK Sebut Stabilitas Sistem Keuangan RI Terjaga meski Ketidakpastian Meningkat

6 jam lalu

Kuartal I-2024, KSSK Sebut Stabilitas Sistem Keuangan RI Terjaga meski Ketidakpastian Meningkat

Menkeu Sri Mulyani mengatakan Stabilitas Sistem Keuangan Indonesia pada kuartal pertama tahun 2024 masih terjaga.

Baca Selengkapnya

Terkini: Pendapatan Garuda Indonesia Kuartal I 2024 Melonjak, Sri Mulyani Kembali Bicara APBN untuk Transisi Energi

2 hari lalu

Terkini: Pendapatan Garuda Indonesia Kuartal I 2024 Melonjak, Sri Mulyani Kembali Bicara APBN untuk Transisi Energi

PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. mencatatkan pertumbuhan pendapatan di kuartal I 2024 ini meningkat hingga 18,07 persen dibandingkan kuartal I 2023.

Baca Selengkapnya

Sri Mulyani Tekankan Pentingnya Kekuatan APBN untuk Efektivitas Transisi Energi

2 hari lalu

Sri Mulyani Tekankan Pentingnya Kekuatan APBN untuk Efektivitas Transisi Energi

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menekankan pentingnya kekuatan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) untuk efektivitas transisi energi.

Baca Selengkapnya

Turunnya Penerimaan Pajak Berdampak pada Defisit APBN

2 hari lalu

Turunnya Penerimaan Pajak Berdampak pada Defisit APBN

Jika penerimaan pajak terus anjlok di tengah melesatnya belanja negara, defisit APBN bisa membengkak.

Baca Selengkapnya

AS Kembalikan Barang Antik yang Dicuri dari Indonesia dan Kamboja

6 hari lalu

AS Kembalikan Barang Antik yang Dicuri dari Indonesia dan Kamboja

Jaksa wilayah New York AS menuduh dua pedagang seni terkemuka melakukan perdagangan ilegal barang antik dari Indonesia dan Cina senilai US$3 juta.

Baca Selengkapnya

ByteDance Pilih Tutup TikTok di AS jika Opsi Hukum Gagal

6 hari lalu

ByteDance Pilih Tutup TikTok di AS jika Opsi Hukum Gagal

TikTok berharap memenangkan gugatan hukum untuk memblokir undang-undang yang ditandatangani oleh Presiden Joe Biden.

Baca Selengkapnya

Kemendag Berencana Selesaikan Utang Selisih Harga Minyak Goreng Bulan Depan

6 hari lalu

Kemendag Berencana Selesaikan Utang Selisih Harga Minyak Goreng Bulan Depan

Isy Karim mengatakan Kemendag akan memperjuangkan utang selisih harga minyak goreng yang tersendat sejak awal 2022.

Baca Selengkapnya

Semakin Turun, Surplus APBN Maret 2024 Hanya Rp 8,1 Triliun

7 hari lalu

Semakin Turun, Surplus APBN Maret 2024 Hanya Rp 8,1 Triliun

Sri Mulyani menilai kinerja APBN triwulan I ini masih cukup baik.

Baca Selengkapnya

Sri Mulyani: Anggaran Pemilu 2024 Belum Terbelanjakan Rp 12 Triliun

7 hari lalu

Sri Mulyani: Anggaran Pemilu 2024 Belum Terbelanjakan Rp 12 Triliun

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan masih ada Rp 12,3 triliun anggaran Pemilu 2024 yang belum terbelanjakan.

Baca Selengkapnya

Sri Mulyani Sebut Realisasi Anggaran IKN Baru Mencapai 11 Persen

7 hari lalu

Sri Mulyani Sebut Realisasi Anggaran IKN Baru Mencapai 11 Persen

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa realisasi anggaran dari APBN untuk pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) baru mencapai 11 per

Baca Selengkapnya