Mantan Presiden Rusia Curiga Hubungan Amerika dan Uni Eropa Retak
Reporter
Tempo.co
Editor
Suci Sekarwati
Selasa, 29 November 2022 15:30 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Presiden Rusia Dmitry Medvedev menilai ‘pernikahan’ antara Amerika Serikat dan Uni Eropa tampaknya akan segera berakhir dengan perceraian menyusul adanya kecurangan ekonomi yang cukup jelas oleh Amerika Serikat. Ucapan Medvedev itu disampaikan di tengah derasnya laporan media kalau negara-negara anggota Uni Eropa mulai marah atas apa yang mereka lihat sebagai oportunisme Amerika di tengah krisis Ukraina.
“Amerika Serikat tidak punya niat untuk membagi pemasukannya. Sebaliknya, Amerika mencuri tabungan terakhir dari kelompok lansia dan sumber-sumber keuangan lainnya tanpa ragu,” kata Medvedev, yang sekarang menjabat sebagai Wakil Kepala Dewan Keamanan Rusia, Senin, 28 November 2022.
Washington telah meningkatkan aktivitas bisnisnya di dalam negeri agar bisa menarik perusahaan-perusahaan dari Eropa dan mendorong negara-negara lain agar membeli produk buatan Amerika. Sedangkan pasar untuk barang-barang buatan Eropa menurun karena keputusan untuk memisahkan diri dari Rusia.
“Anda tidak bisa benar-benar mempercayai pelanggan kaya. Sesederhana itu, Eropa tidak dibolehkan !. Uni Eropa bisa saja berpisah dengan pasangannya yang curang dan memulai sebuah hidup baru yang bebas, namun kebanyakan mereka tidak punya cukup tekad dan testosteron untuk itu,” kata Medvedev.
Baca juga:Orient Riwu Kore Mengaku Ikut Pilkada Sabu Raijua karena Amanat Orang Tua
Keretakan antara para pemimpin Eropa dan mitra-mitra mereka di Amerika Serikat telah terefleksikan dalam sejumlah pernyataan publik di lingkup Uni Eropa dan laporan media-media Barat. Sebelumnya pada akhir pekan lalu, media Politico mewartakan ada sebuah kemarahan di Uni Eropa karena persepsi, di mana Washington mendapat keuntungan dari krisis yang sedang dialami negara-negara anggota Uni Eropa.
Politico dalam pemberitaannya menyebut sejumlah pejabat senior di Uni Eropa marah dengan fakta para pemasok energi dari Amerika Serikat menjual gas alam cair ke negara-negara Eropa dengan harga empat kali lipat lebih tinggi dari harga di dalam negeri. Sedangkan para kontraktor dari militer Amerika Serikat mendapat keuntungan dari penjualan yang lebih banyak senjata-senjata ke Ukraina.
Para pejabat di Uni Eropa juga menyoroti undang-undang pengurangan inflasi Amerika Serikat dan dampaknya pada insentif keuangan bagi pelaku bisnis yang ramah lingkungan yang mencoba bersaing dengan perusahaan-perusahaan asal Eropa. Uni Eropa sedang menghadapi kesulitan mengatasi naiknya harga energi di dalam negeri yang mencapai rekor tertinggi.
Sumber: RT.com
Baca juga: Dmitry Medvedev Ungkap Alasan Rusia Belum Hentikan Invasi ke Ukraina
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini.