Kesepakatan COP27 untuk Beri Kompensasi Negara Miskin Dapat Pujian

Reporter

magang_merdeka

Senin, 21 November 2022 16:00 WIB

Anak-anak muda yang berdemonstrasi di areal COP27 di Sharm el-Sheikh Convention Center menuntut pembiayaan kerusakan dan kehilangan keragaman hayati akibat krisis iklim.

TEMPO.CO, Jakarta - Para negosiator berhasil menyepakati apa yang disebut dana kerugian dan kerusakan. Kesepakatan yang dibuat pada Minggu, 20 November 2022 tersebut akan memberi kompensasi kepada negara-negara miskin yang mengalami cuaca ekstrem seperti kekeringan, banjir, dan gelombang panas yang diperparah oleh emisi karbon dari negara-negara kaya.

Kesepakatan tersebut dianggap sebagai kemenangan yang pantas untuk keadilan iklim yang akan menguntungkan negara-negara yang telah berkontribusi sedikit terhadap polusi yang memanaskan dunia tetapi yang paling menderita. Akan tetapi kesepakatan yang lebih besar dan bisa dibilang lebih penting untuk melangkah lebih jauh dalam pengurangan emisi terbukti terlalu banyak di KTT iklim ini atau COP27.

“Beginilah perjalanan kami selama 30 tahun, akhirnya. Kami harap bisa membuahkan hasil hari ini,” kata Menteri Iklim Pakistan Sherry Rehman, yang sering memimpin negara-negara termiskin di dunia. Satu pertiga wilayah Pakistan terendam banjir bandang padahal sedang musim panas.

Kesepakatan yang dibuat pada 20 November 2022 tersebut, mendapat pujian dari pakar dengan menyebutnya sebagai keputusan bersejarah.

“Dana kerugian dan kerusakan ini akan menjadi penyelamat bagi keluarga miskin yang rumahnya hancur, petani yang ladangnya rusak, dan penduduk pulau yang terpaksa meninggalkan rumah leluhur mereka,” kata Ani Dasgupta, Presiden lembaga kajian bidang lingkungan World Resources Institute, beberapa menit setelah persetujuan dini hari.

“Hasil positif dari COP27 ini merupakan langkah penting untuk membangun kembali kepercayaan dengan negara-negara yang rentan.” tambahnya.

Baca juga: Guardian Ajak Tempo dan Puluhan Media Buat Editorial Bersama Serukan Mitigasi Krisis Iklim Global

Pujian juga disampaikan oleh Alex Scott, pakar diplomasi iklim di lembaga kajian E3G. Dia menyebut kesepakatan itu adalah cerminan dari apa yang bisa dilakukan ketika negara-negara termiskin tetap bersatu.

"Saya pikir ini sangat penting untuk membuat pemerintah bersatu untuk benar-benar menyelesaikan setidaknya langkah pertama, bagaimana menangani masalah kerugian dan kerusakan," kata Scott.

Negara maju masih belum menepati janjinya yang dibuat pada 2009 untuk membelanjakan 100 miliar euro (Rp 1,6 triliun) per tahun sebagai dana bantuan iklim lainnya. Uang itu dirancang untuk membantu negara miskin mengembangkan energi hijau dan beradaptasi dengan pemanasan global di masa depan.

Menurut Harjeet Singh, Kepala strategi bidang politik global dari Jaringan Aksi Iklim Internasional, perjanjian tersebut menawarkan harapan kepada orang-orang yang rentan kalau mereka akan mendapatkan bantuan untuk pulih dari bencana iklim dan membangun kembali kehidupan mereka.

“Kerugian dan kerusakan adalah cara untuk mengenali bahaya masa lalu dan mengkompensasi kerugian masa lalu itu,” kata ilmuwan iklim Dartmouth, Justin Mankin, yang menghitung jumlah dolar untuk pemanasan di setiap negara. "Bahaya ini dapat diidentifikasi secara ilmiah." tambahnya.

Sedangkan Sacoby Wilson, Professor bidang kesehatan lingkungan dan keadilan dari Universitas Maryland, menilai kesepakatan iklim yang dibuat pada hari Minggu kemarin menyoroti tentang perbaikan. Menurutnya negara-negara utara yang kaya mendapat manfaat dari bahan bakar fosil, sedangkan negara-negara selatan yang lebih miskin mengalami kerusakan akibat banjir, kekeringan, pengungsian iklim, dan kelaparan.

Sebelumnya kantor Kepresidenan Mesir pada Sabtu sore, 19 November 2022, mengusulkan agar ada kesepakatan kerugian dan kerusakan yang baru. Gagasan itu tercetus beberapa jam sebelum kesepakatan tercapai, tetapi negosiator dari Norwegia mengatakan bukan hanya Mesir tetapi negara lain juga harus bekerja sama.

Utusan iklim Jerman Jennifer Morgan dan Menteri Lingkungan Chili Maisa Rojas, yang menggiring kesepakatan itu ke dalam agenda dan ke garis finis, saling berpelukan setelah perjalanan, berpose untuk difoto dan mengatakan "yess, kami berhasil!"

Menurut perjanjian tersebut, dana tersebut pada awalnya akan diambil dari kontribusi negara-negara maju dan sumber-sumber swasta dan publik lainnya seperti lembaga keuangan internasional.

Dana tersebut sebagian besar akan ditujukan untuk negara-negara yang paling rentan, meskipun akan ada ruang bagi negara-negara berpenghasilan menengah yang sangat terpukul oleh bencana iklim untuk mendapatkan bantuan.

Dunia telah menghangat 1,1 derajat Celsius sejak pertengahan abad ke-19. Beberapa pembahasan dalam COP27 di Mesir menyinggung tentang mitigasi, yang tampaknya dikembalikan ke perjanjian Paris 2015.

Sebelum para ilmuwan mengetahui betapa pentingnya ambang batas 1,5 derajat dan banyak menyebutkan ambang batas 2 derajat celcius yang lebih lemah. Ilmuwan iklim Maarten van Aalst dari Pusat Iklim Palang Merah Bulan Sabit Merah mengatakan kondisi ini membuat para ilmuwan dan warga Eropa takut untuk mundur.

“Kita perlu mendapatkan kesepakatan tentang 1,5 derajat. Kami membutuhkan kata-kata yang kuat tentang mitigasi dan itulah yang akan kami dorong.” kata Menteri Lingkungan Hidup Irlandia Eamon Ryan.

Euro News | Nugroho Catur Pamungkas

Baca juga: Tidak Lagi Jadi Presiden, Pemakzulan Donald Trump Tak Cukup Kuat

Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini.

Berita terkait

Filipina Pastikan Belum Ada Kata Sepakat dengan Beijing soal Laut Cina Selatan

6 hari lalu

Filipina Pastikan Belum Ada Kata Sepakat dengan Beijing soal Laut Cina Selatan

Filipina menyangkal klaim Beijing yang menyebut kedua negara telah mencapai kata sepakat terkait sengketa Laut Cina Selatan

Baca Selengkapnya

10 Negara Termiskin di Dunia Berdasarkan PDB per Kapita

7 hari lalu

10 Negara Termiskin di Dunia Berdasarkan PDB per Kapita

Berikut ini daftar negara termiskin di dunia pada 2024 berdasarkan PDB per kapita, semuanya berada di benua Afrika.

Baca Selengkapnya

Ahli Klimatologi BRIN Erma Yulihastin Dikukuhkan sebagai Profesor Riset Iklim dan Cuaca Ekstrem

8 hari lalu

Ahli Klimatologi BRIN Erma Yulihastin Dikukuhkan sebagai Profesor Riset Iklim dan Cuaca Ekstrem

Dalam orasi ilmiah pengukuhan profesor riset dirinya, Erma membahas ihwal cuaca ekstrem yang dipicu oleh kenaikan suhu global.

Baca Selengkapnya

Australia-Indonesia Kerja Sama Bidang Iklim, Energi Terbarukan dan Infrastruktur

11 hari lalu

Australia-Indonesia Kerja Sama Bidang Iklim, Energi Terbarukan dan Infrastruktur

Australia lewat pendanaan campuran mengucurkan investasi transisi net zero di Indonesia melalui program KINETIK

Baca Selengkapnya

Amerika Serikat Desak Qatar dan Mesir untuk Kunci Kesepakatan dengan Hamas

27 hari lalu

Amerika Serikat Desak Qatar dan Mesir untuk Kunci Kesepakatan dengan Hamas

Keluarga para sandera warga negara Israel akan ke Gedung Putih pada 8 April 2024. Joe Biden mendesak agar ada kesepakatan dengan Hamas.

Baca Selengkapnya

Rp 19.842 triliun Kredit Global ke Grup Perusahaan Berisiko Iklim, Ada RGE dan Sinarmas

38 hari lalu

Rp 19.842 triliun Kredit Global ke Grup Perusahaan Berisiko Iklim, Ada RGE dan Sinarmas

Walhi dan Greenpeace Indonesia mengimbau lembaga keuangan tidak lagi mendanai peruhasaan yang terlibat perusakan lingkungan dan iklim.

Baca Selengkapnya

Empat Kebijakan Badan Meteorologi Dunia Diadopsi 94 Negara, Apa Saja?

45 hari lalu

Empat Kebijakan Badan Meteorologi Dunia Diadopsi 94 Negara, Apa Saja?

Sebanyak 94 negara peserta salah satu forum meteorologi dunia, SERCOM Ke-3, mengadopsi empat kebijakan terkait layanan cuaca dan iklim.

Baca Selengkapnya

BRIN Kembangkan Analisis Iklim Berdasarkan Lokasi dan Waktu

59 hari lalu

BRIN Kembangkan Analisis Iklim Berdasarkan Lokasi dan Waktu

Model menggunakan data mining pada peramalan data iklim di Jawa Barat.

Baca Selengkapnya

Ini 12 Poin Kesepakatan yang Disorongkan ke Hamas

28 Februari 2024

Ini 12 Poin Kesepakatan yang Disorongkan ke Hamas

Hamas telah menerima sebuah draft proposal dari pembicaraan damai di Ibu Kota Paris yang mengupayakan ada jeda operasi militer dan pertukaran tahanan

Baca Selengkapnya

Benarkah Pemanasan Global Sudah Tembus Batas 1,5 Derajat Celsius?

12 Februari 2024

Benarkah Pemanasan Global Sudah Tembus Batas 1,5 Derajat Celsius?

Januari 2024 lalu adalah rekor baru pemanasan global untuk suhu rata-rata bulanan.

Baca Selengkapnya