Pemilu Malaysia Besok, Anwar Ibrahim Unggul dalam Jajak Pendapat
Reporter
Tempo.co
Editor
Yudono Yanuar
Jumat, 18 November 2022 18:15 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Malaysia menggelar pemilihan umum besok Sabtu, 19 November 2022. Pemilu ini akan menjadi perlombaan sangat kompetitif antara tiga koalisi besar yang dipimpin oleh Perdana Menteri petahana Ismail Sabri Yaakob, pemimpin oposisi lama Anwar Ibrahim dan mantan perdana menteri Muhyiddin Yassin.
Koalisi Barisan Nasional Ismail, yang kalah dalam pemilihan terakhir tahun 2018 karena tuduhan korupsi, sedang berusaha mengembalikan citranya sebagai kandidat paling aman untuk mengelola ekonomi.
Baca juga Malaysia Izinkan Penderita Covid-19 Ikut Nyoblos di TPS
Mantan perdana menteri Najib Razak, yang dipenjara menjalani hukuman 12 tahun karena korupsi atas skandal miliaran dolar di dana negara 1MDB, tetap menjadi andalan mendulang suara untuk Barisan.
Anwar dan Muhyiddin bekerja sama untuk menjatuhkan Najib pada tahun 2018, dan bersekutu dalam pemerintahan koalisi berumur pendek berikutnya yang dipimpin oleh Mahathir Mohamad, perdana menteri terlama Malaysia, yang kembali bertarung pada usia 97 tahun.
Prospek ekonomi dan tekanan inflasi yang meningkat adalah masalah utama bagi warga Malaysia. Mereka juga frustrasi dengan ketidakstabilan politik baru-baru ini yang menurut mereka telah mengalihkan fokus politisi dari pembangunan ekonomi.
Sejak 2018, Malaysia tiga kali ganti perdana menteri dalam runtuhnya dua koalisi karena perebutan kekuasaan antar-faksi.
Barisan telah berjanji untuk memberikan bantuan bulanan kepada rumah tangga berpenghasilan rendah, pengasuhan anak gratis dan pendidikan usia dini, serta pengurangan pajak dalam upaya mengatasi kekhawatiran inflasi para pemilih.
Pemimpin oposisi Anwar juga berjanji untuk memprioritaskan ekonomi dan inflasi. Koalisinya mengatakan akan menawarkan insentif produksi dan menghilangkan kartel untuk mengurangi kenaikan harga bahan makanan pokok.
Sekitar 74% warga Malaysia yang disurvei oleh lembaga survei independen Merdeka Center mengidentifikasi 'masalah ekonomi' sebagai masalah terbesar negara.
Inflasi dan peningkatan pertumbuhan ekonomi menjadi lima perhatian teratas pemilih, menurut jajak pendapat Merdeka yang dilakukan pada bulan Oktober.
"Biaya hidup pasti akan menjadi sesuatu yang harus menjadi fokus pemerintah baru," kata Arinah Najwa Ahmad Said, analis senior di konsultan risiko politik Bower Group Asia.
Pemerintah baru juga harus menangani tunjangan pengangguran karena perusahaan memberhentikan karyawan untuk mengantisipasi masa-masa sulit di masa depan, katanya.
Berikutnya Anwar Pimpin Jajak Pendapat
<!--more-->
Anwar Pimpin Jajak Pendapat
Anwar Ibrahim unggul dalam jajak pendapat dalam persaingan ketat.
Pemilihan umum hari Sabtu tampaknya menjadi yang paling ketat sejak kemerdekaan 1957, dengan jajak pendapat memprediksi tidak ada yang meraih kursi mayoritas di parlemen untuk membentuk pemerintahan.
Koalisi yang dipimpin oleh Anwar - yang dalam 25 tahun telah berubah dari pewaris pemimpin terlama Malaysia menjadi seorang tahanan dalam kasus sodomi, menjadi tokoh oposisi terkemuka negara itu. Ia diperkirakan akan memenangkan kursi terbanyak tetapi kurang dari mayoritas, jajak pendapat dan analis mengatakan.
Aliansi saingan, termasuk yang dijalankan oleh Perdana Menteri Ismail Sabri Yaakob dan mantan perdana menteri Muhyiddin Yassin, dapat bersatu untuk meraih jumlah yang diperlukan dan mencegah Anwar menduduki jabatan tertinggi.
Koalisi Pakatan Harapan pimpinan Anwar diperkirakan akan mengamankan bagian suara terbesar dengan 35%, menurut sebuah survei oleh firma riset Inggris YouGov pada Rabu. Aliansi Perikatan yang dipimpin oleh Muhyiddin berada di jalur untuk 20% dan Barisan Nasional Ismail 17%.
Aliansi Ismail dan Muhyiddin adalah bagian dari koalisi yang berkuasa tetapi bersaing dalam pemilu secara terpisah.
Anwar, mantan menteri keuangan dan wakil perdana menteri, telah muncul di rapat umum besar bersumpah untuk menciptakan stabilitas politik, menyembuhkan perpecahan antara suku Melayu yang mayoritas Muslim dan kelompok etnis lain dan memulihkan ekonomi dengan mendatangkan pekerjaan dan investasi.
"Pemilihan ini bukan tentang mengganti perdana menteri," kata Anwar dalam pidatonya, Kamis, 17 November 2022. "Pemilu ini adalah kesempatan terbaik untuk menyelamatkan negara dan melakukan perubahan besar untuk memulihkan bangsa kita tercinta."
Anwar mengepalai koalisi multietnis, sedangkan Barisan dan Perikatan dipimpin oleh partai-partai yang mengutamakan kepentingan Melayu. Ras dan agama adalah isu yang memecah belah Malaysia, di mana etnis China dan India mencapai sekitar 30% pemilih.
Aliansi Anwar bisa kalah jika blok lain bekerja sama melawannya, kata para analis.
Dalam wawancara dengan Reuters bulan ini, Anwar mengesampingkan kerja sama dengan koalisi Ismail dan Muhyiddin, dengan alasan "perbedaan mendasar" mengenai ras dan agama.
Dalam hal mayoritas parlemen, Pakatan Anwar dapat memiliki keuntungan dalam menarik sekutu, karena perpecahan dan pertikaian membuat dua koalisi besar lainnya "secara inheren tidak stabil", kata Bridget Welsh dari University of Nottingham Malaysia.
Namun dia mengatakan pemeilihan akan ketat, karena 15% hingga 30% pemilih belum memutuskan.
Anwar lebih dari dua dekade sebagai tokoh oposisi termasuk sembilan tahun dipenjara karena sodomi dan korupsi, tuduhan yang menurutnya bermotivasi politik.
Dia dibebaskan dari penjara pada 2018 setelah bergandengan tangan dengan mantan Perdana Menteri Mahathir Mohamad, mentor sekaligus saingan lamanya, untuk mengalahkan Barisan pertama kalinya dalam sejarah Malaysia di tengah kemarahan publik terhadap pemerintah atas skandal 1MDB bernilai miliaran dolar.
Mahathir menjadi perdana menteri untuk kedua kalinya pada tahun 2018 pada usia 92 tahun, berjanji untuk menyerahkan kekuasaan kepada Anwar dalam waktu dua tahun, tetapi koalisi tersebut runtuh dalam 22 bulan karena pertikaian atas transisi tersebut.
Muhyiddin sempat menjadi perdana menteri, tetapi pemerintahannya runtuh tahun lalu, membuka jalan bagi Barisan untuk kembali berkuasa dengan Ismail Sabri di pucuk pimpinan.
REUTERS