Polisi Korea Selatan Menyelidiki Penjualan Kapal Perang ke Myanmar
Reporter
Terjemahan
Editor
Sapto Yunus
Kamis, 20 Oktober 2022 12:05 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Polisi Korea Selatan sedang menginvestigasi penjualan kapal perang Landing Platform Dock (LPD) ke Angkatan Laut Myanmar pada 2019. Seperti dilaporkan Myanmar Now pada Rabu, 19 Oktober 2022, polisi menyelidiki orang-orang dari Posco International, Daesun Shipbuilding & Engineering, dan Kementerian Pertahanan Korea Selatan atas dugaan pelanggaran Undang-Undang Perdagangan Luar Negeri sehubungan dengan penjualan kapal UMS Mottama.
Baca: Bom Meledak di Penjara Terbesar Myanmar, 8 Orang Tewas
Dokumen yang bocor mengungkapkan perusahaan Korea berusaha menyembunyikan bahwa UMS Mottama telah dibangun dengan spesifikasi militer. Kapal itu dibuat oleh Daesun Shipbuilding & Engineering, yang saat itu mayoritas sahamnya dimiliki bank milik negara Bank Ekspor-Impor Korea. Kesepakatan pembuatannya dimakelari Posco International, anak perusahaan publik dari raksasa baja Korea, Posco.
Permohonan ekspor awal yang ditolak diajukan oleh Daesun Shipbuilding pada Februari 2017 untuk penjualan LPD, yang merupakan kapal serbu amfibi. Sepucuk surat bertanggal Juni 2017 yang dikirim oleh Komodor Zaw Win dari Angkatan Laut Myanmar kepada Administrasi Program Akuisisi Pertahanan Korea bocor ke Myanmar Now. Surat itu berisi permintaan ekspor segera kapal tersebut.
Dalam surat itu, Myanmar mengklaim kapal tersebut akan digunakan untuk tanggap bencana alam dan mengangkut hasil pertanian ke daerah-daerah terpencil yang tidak memiliki fasilitas pelabuhan.
Posco International kemudian mengajukan rencana baru untuk kapal pendukung serbaguna pada Juli 2017. Bekerja sama dengan Deasun Shipbuilding, perusahaan itu mengklaim kapal akan dibangun dengan spesifikasi sipil.
Sepucuk surat Angkatan Laut Myanmar yang bocor ke kelompok aktivis Justice For Myanmar (JFM) menunjukkan Posco International dan Direktorat Pengadaan Angkatan Darat Myanmar mengadakan pertemuan pada Oktober 2017 untuk akuisisi kapal pendukung serbaguna. Surat itu menyebutkan pembelian kapal diusulkan oleh Posco International yang sebelumnya bernama Posco Daewoo.
Dokumen Daesun Shipbuilding pada Desember 2017 tentang spesifikasi kapal menunjukkan perubahan tergesa-gesa dari perusahaan untuk membuat kapal sesuai dengan desain sipil. Misalnya, rincian sistem senjata dan gudang artileri dicoret dan dek tank diubah namanya menjadi “K-Deck".
Namun, desain kapal yang dibocorkan ke Myanmar Now, JFM, dan Masyarakat Sipil Korea untuk Mendukung Demokrasi di Myanmar (KCSSDM) oleh Myat Min Thu, seorang kepala di Angkatan Laut Myanmar yang ambil bagian dalam gerakan pembangkangan sipil, mengungkapkan kapal tersebut dibangun untuk spesifikasi militer dan diekspor secara ilegal.
Diagram pengkabelan Daesun Shipbuilding dari sistem tenaga Mottama menunjukkan kabel lima senjata dipasang di Korea, sebelum dipasang setelah kapal dipindahkan ke Myanmar. Dokumen Daesun lainnya pada sistem komunikasi dan navigasi kapal menunjukkan sistem telepon dipasang untuk lima senjata. Kedua dokumen dibuat pada Oktober 2018.
Kapal itu juga dibangun untuk mengangkut dan meluncurkan kendaraan militer, termasuk tank T-72S dan pengangkut personel lapis baja BTR-3U. Myat Min Thu secara resmi menyerahkan dokumen kapal ke polisi Korea dan bekerja sama dalam penyelidikannya.
“Untuk menghindari sanksi, kapal perang itu diganti namanya menjadi kapal pendukung serbaguna, bukan LPD, dan Angkatan Laut Myanmar berpura-pura akan menggunakannya untuk pencarian dan penyelamatan serta bantuan kemanusiaan dan bantuan bencana,” kata Myat Min Thu kepada Myanmar Now.
“Kapal itu dibuat untuk membawa pengangkut personel lapis baja dan kendaraan tempur infanteri yang sama dengan yang digunakan junta militer untuk melancarkan operasi brutal terhadap kelompok etnis bersenjata dan Angkatan Pertahanan Rakyat,” Myat Min Thu menambahkan.
Dalam pernyataan bersama, JFM dan KCSSDM menyambut baik penyelidikan polisi dan meminta jaksa penuntut umum Korea segera mendakwa mereka yang bertanggung jawab atas penjualan LPD ke Myanmar.
“Kami memiliki curiga Posco International terlibat dalam penjualan LPD karena sejarah panjang kerja sama mereka dengan militer Myanmar. Dengan dukungan klien saya, Myat Min Thu, kami dapat memberikan bukti nyata bahwa Posco International tidak mematuhi hukum domestik Korea dalam membantu junta militer,” ujar Kinam Kim, pengacara Myat Min Thu dan anggota KCSSDM.
UMS Mottama ditugaskan oleh Jenderal Senior Min Aung Hlaing pada tahun 2019, dalam sebuah upacara yang memamerkan penggunaannya untuk militer. Siaran video di TV MWD militer menampilkan pasukan di kapal serang yang siap diluncurkan. Min Aung Hlaing sejak itu menggunakan UMS Mottama dalam latihan angkatan laut.
Juru bicara JFM, Yadanar Maung, mengatakan, “Tidak dapat dimaafkan bahwa Korea Selatan mengizinkan Posco International mentransfer kapal perang Daesun Shipbuilding ini ke militer Myanmar, mengetahui bahwa itu akan digunakan untuk mendukung kejahatan kekejaman militer,” kata Maung.
Selain meminta pertanggungjawaban mereka yang terlibat, JFM mendesak Korea menghentikan aliran dana, senjata, dan peralatan melalui sanksi yang ditargetkan terhadap junta militer Myanmar dan bisnisnya. Baik Posco International maupun Daesun Shipbuilding & Engineering tidak menanggapi permintaan komentar dari Myanmar Now.
Baca: Malaysia Deportasi Pencari Suaka Myanmar
MYANMAR NOW | JUSTICE FOR MYANMAR