80.000 Turis Terjebak di Resor Wisata China Gara-gara Lockdown
Reporter
Tempo.co
Editor
Dewi Rina Cahyani
Senin, 8 Agustus 2022 09:45 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Sekitar 80.000 turis terdampar di resor Pantai Sanya di wilayah China selatan akibat kebijakan lockdwon. Pulau yang dijuluki Hawaii dari China ini ditutup setelah dinyatakan sebagai hot spot penyebaran Covid-19.
Pembatasan mulai berlaku pada Sabtu pagi, ketika pihak berwenang berusaha membendung penyebaran Covid-19 di kota di Pulau Hainan yang tropis. Ada 229 kasus yang dikonfirmasi pada hari Jumat dan tambahan 129 pada hari Sabtu.
Partai Komunis China yang berkuasa berpegang teguh pada pendekatan nol-COVID. Kebijakan ini semakin bertentangan dengan negara-negara di seluruh dunia.
Wabah baru-baru ini di Shanghai menyebar begitu luas sehingga pihak berwenang mengunci seluruh kota, yang terbesar di China, selama dua bulan. Lockdown membuat jutaan orang terjebak dan memberikan pukulan bagi ekonomi nasional.
Otoritas kereta api melarang semua penjualan tiket di Sanya sementara semua penerbangan juga dibatalkan pada. Turis yang ingin meninggalkan Sanya harus dites negatif dari virus corona pada lima tes PCR selama tujuh hari, menurut pihak berwenang.
Sementara itu, hotel akan menawarkan diskon 50 persen kepada tamu selama periode penguncian, menurut seorang pejabat kota selama konferensi pers. Penguncian terjadi saat turis di Sanya mencapai angka tertinggi. Sanya adalah pulau yang terkenal dengan resor dan pantainya.
Salah satu yang terkena aturan lockdown adalah Yang Jing. Pengusaha China itu merencanakan liburan musim panas sejak 2021. Dia memilih pulau tropis selatan Hainan karena rekam jejak COVID-19 yang bagus.
Pulau di Laut China Selatan itu mencatat hanya dua kasus positif COVID-19 yang bergejala sepanjang tahun lalu. Namun bulan ini jumlah kasus tiba-tiba melonjak. Yang Jing dan ribuan turis lain pun terjebak di Sanya.
Yang, bersama suami dan anaknya, menginap di hotel bintang empat dengan biaya sendiri. Keluarga itu makan mie pot setiap hari untuk menghindari pengeluaran lebih banyak untuk makanan. "Ini adalah hari libur terburuk dalam hidup saya," kata Yang, yang berusia 40-an dan tinggal di provinsi Jiangxi di Cina selatan, kepada Reuters, Minggu.
Sanya melaporkan 689 kasus bergejala dan 282 kasus tanpa gejala antara 1 Agustus dan 7 Agustus. Kota-kota lain di sekitar provinsi Hainan, termasuk Danzhou, Dongfang, Lingshui, dan Lingao, semuanya telah melaporkan lebih dari selusin kasus pada periode yang sama.
Seorang turis asing yang tinggal di China dan sedang berbulan madu di Sanya, mengatakan bahwa masalah tambahan bagi turis yang terdampar adalah kenaikan harga besar-besaran termasuk makanan. Selain itu tiket pesawat keluar dari Hainan juga melonjak.
Persediaan makanan di hotelnya juga kian menipis. “Kami berharap Sanya tidak akan berubah menjadi Shanghai yang lain,” kata turis yang menolak menyebutkan namanya itu.
Pengunjung domestik telah membuat industri pariwisata di Hainan tetap hidup melalui sebagian besar pandemi, tetapi penguncian yang tiba-tiba berisiko membuat turis enggan datang lagi. "Kami tidak akan pernah ingin kembali lagi," kata Zhou, yang sedang berlibur bersama enam anggota keluarga lainnya.
Pihak berwenang Sanya mengatakan bahwa turis yang terdampar dapat meninggalkan pulau itu mulai Sabtu depan, asalkan mereka telah melakukan lima tes COVID-19 dan memperoleh hasil negatif untuk semuanya.
Baca: Kapal Perang China dan Taiwan Bermain 'Kucing dan Tikus'
ABC | REUTERS