Rusia Ajak AS Bahas Perjanjian Nuklir, Jumlah Hulu Ledak Bertambah?
Reporter
Daniel Ahmad
Editor
Yudono Yanuar
Kamis, 16 Juni 2022 14:30 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Juru Bicara Kantor Kepresidenan Rusia atau Kremlin, Dmitry Peskov, mengatakan, Rusia dan Amerika Serikat harus membahas perpanjangan perjanjian pengurangan senjata nuklir START.
Perjanjian Strategic Arms Reduction Treaty atau START merupakan satu-satunya perjanjian pembangunan yang tersisa antara Rusia dan AS.
Perjanjian ini sendiri membatasi jumlah hulu ledak nuklir yang dikerahkan oleh AS dan Rusia. Kedua pihak hanya boleh memiliki maksimal 1.550 hulu ledak nuklir yang siap digunakan sebagai rudal antarbenua dan di pangkalan pengebom berat. Selain itu, perjanjian itu juga tersedia untuk berbagai negara kedua.
Sebelumnya, Institut Penelitian Perdamaian Internasional Stockholm atau SIPRI, meneliti masalah pasokan nuklir global yang meningkat. Dalam serangkaian sigi terbarunya, SIPRI mengatakan, Invasi Rusia ke Ukraina dan dukungan Barat untuk Kyiv telah meningkatkan ketegangan di antara sembilan negara bersenjata nuklir di dunia.
SIPRI menyatakan, jika tidak ada tindakan yang segera diambil oleh kekuatan nuklir, persediaan hulu ledak global dapat segera mulai meningkat untuk pertama kalinya dalam beberapa dekade. Padahal, jumlah senjata nuklir sendiri sebenarnya turun sedikit antara Januari 2021 dan Januari 2022.
Rusia memiliki senjata nuklir terbanyak di dunia dengan total 5.977 hulu ledak, sekitar 550 lebih banyak dari Amerika Serikat. Kedua negara memiliki lebih dari 90 persen hulu ledak dunia. SIPRI mengatakan China berada di tengah ekspansi dengan perkiraan lebih dari 300 silo rudal baru.