Divonis Pengadilan Kamboja, Pengacara AS Datang dengan Kostum Patung Liberty

Reporter

Tempo.co

Selasa, 14 Juni 2022 16:00 WIB

Pengacara Kamboja-AS, Theary Seng tiba dengan berpakaian seperti Patung Liberty sebagai bagian dari aksi protes atas vonis pengkhianatannya di Pengadilan Kota Phnom Penh, di Phnom Penh, Kamboja 14 Juni 2022. REUTERS/Prak Chan Thul

TEMPO.CO, Jakarta -Pengacara dengan dua kewarganegaraan Kamboja-Amerika Serikat, Theary Seng, datang ke pengadilan di Phnom Penh pada Selasa 14 Juni 2022 dengan mengenakan kostum Patung Liberty. Seperti dilansir Reuters, dalam sidang tersebut, hakim memvonis Seng enam tahun penjara atas dakwaan pengkhianatan dan penghasutan.

Selain Seng, pengadilan juga menjatuhkan hukuman penjara pada Selasa kepada sekitar 60 tokoh oposisi yang berafiliasi dengan Partai Penyelamatan Nasional Kamboja (CNRP) yang dibubarkan.

Mereka dituduh berkonspirasi untuk melakukan pengkhianatan dalam persidangan massal yang dikecam oleh Amerika Serikat dan kelompok-kelompok hak asasi manusia.

Adapun 60 terdakwa lain dijatuhi hukuman antara lima hingga delapan tahun penjara.

"Ini tidak dapat diterima dan saya akan menemuinya di penjara untuk membahas banding," kata pengacara Seng, Chuong Choungy di luar pengadilan. Setelah vonis, Seng dibawa ke truk polisi yang memicu perkelahian antara petugas dan pendukungnya.

Advertising
Advertising

Sebelum penangkapannya, Seng memprediksi dirinya akan dinyatakan bersalah. “Vonis ini akan berlaku untuk semua orang Kamboja yang mencintai keadilan, yang mencintai kebebasan, yang adalah demokrat sejati. Ini mengikuti logika rezim otokratis ini untuk menemukan saya bersalah," ujarnya kepada wartawan.

Juru bicara kedutaan AS Chad Roedemeier mengatakan Amerika Serikat "sangat terganggu oleh putusan yang tidak adil hari ini"."Amerika Serikat meminta pihak berwenang Kamboja untuk menghentikan pengadilan bermotif politik, termasuk terhadap warga AS Seng Theary dan pembela hak asasi manusia lainnya, anggota oposisi politik, jurnalis, dan aktivis buruh dan lingkungan," kata Roedemeier kepada Reuters.

Putusan itu memicu kekhawatiran internasional atas tindakan sewenang-wenang perdana menteri Hun Sen, yang telah memerintah Kamboja selama 37 tahun. Dia menjadi terkenal pada 1980-an, setelah kekalahan rezim "ladang pembantaian" Khmer Merah, dan memperkuat kekuasaannya pada 1990-an.

CNRP dilarang dan pemimpinnya Kem Sokha ditangkap sebelum pemilihan umum 2018, yang memungkinkan Partai Rakyat Kamboja pimpinan Hun Sen memenangkan setiap kursi parlemen, dan memicu kemarahan internasional.

Pengadilan menghukum pemimpin oposisi veteran Sam Rainsy, mantan menteri keuangan dan pemimpin CNRP yang tinggal di pengasingan di Prancis, secara in absentia delapan tahun penjara.

Tuduhan terhadap Kem Sokha bermula dari tuduhan bahwa dia bersekongkol dengan Amerika Serikat untuk menggulingkan PM Kamboja Hun Sen. Kem Sokha dan Amerika Serikat menolak tuduhan itu.

Baca juga: Tertunda Selama Pandemi, Pengadilan Oposisi Kamboja Kem Sokha Kembali Dimulai

SUMBER: REUTERS

Berita terkait

Demokrat Wanti-wanti Jangan Ada Partai di Pemerintahan Prabowo tapi Terasa Oposisi

13 jam lalu

Demokrat Wanti-wanti Jangan Ada Partai di Pemerintahan Prabowo tapi Terasa Oposisi

Demokrat mewanti-wanti agar tak ada partai di pemerintahan rasa oposisi.

Baca Selengkapnya

Mahasiswa Irlandia Berkemah di Trinity College Dublin untuk Protes Pro-Palestina

13 jam lalu

Mahasiswa Irlandia Berkemah di Trinity College Dublin untuk Protes Pro-Palestina

Mahasiswa Irlandia mendirikan perkemahan di Trinity College Dublin untuk memprotes serangan Israel di Gaza.

Baca Selengkapnya

Alasan PDIP Sebut Oposisi Perlu Ada dalam Pemerintahan

14 jam lalu

Alasan PDIP Sebut Oposisi Perlu Ada dalam Pemerintahan

PDIP menilai oposisi diperlukan dalam sistem pemerintahan.

Baca Selengkapnya

AS: Israel Belum Sampaikan Rencana Komprehensif Soal Invasi Rafah

1 hari lalu

AS: Israel Belum Sampaikan Rencana Komprehensif Soal Invasi Rafah

Israel belum menyampaikan kepada pemerintahan Presiden Amerika Serikat Joe Biden ihwal "rencana komprehensif" untuk melakukan invasi terhadap Rafah.

Baca Selengkapnya

Menlu India Tak Terima Komentar Joe Biden tentang Xenofobia

1 hari lalu

Menlu India Tak Terima Komentar Joe Biden tentang Xenofobia

Menteri Luar Negeri India menolak komentar Presiden AS Joe Biden bahwa xenofobia menjadi faktor yang menghambat pertumbuhan ekonomi negaranya.

Baca Selengkapnya

Kronologi Pemberangusan Demo Mahasiswa Amerika Pro-Palestina

1 hari lalu

Kronologi Pemberangusan Demo Mahasiswa Amerika Pro-Palestina

Kepolisian Los Angeles mengkonfirmasi bahwa lebih dari 200 orang ditangkap di LA dalam gejolak demo mahasiswa bela Palestina. Bagaimana kronologinya?

Baca Selengkapnya

Hamas: Netanyahu Berusaha Gagalkan Kesepakatan Gencatan Senjata di Gaza

1 hari lalu

Hamas: Netanyahu Berusaha Gagalkan Kesepakatan Gencatan Senjata di Gaza

Pejabat senior Hamas mengatakan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berupaya menggagalkan kesepakatan gencatan senjata di Gaza.

Baca Selengkapnya

Israel Berencana Usir Warga Palestina dari Rafah ke Pantai Gaza

1 hari lalu

Israel Berencana Usir Warga Palestina dari Rafah ke Pantai Gaza

Israel berencana mengusir warga Palestina keluar dari Kota Rafah di selatan Gaza ke sebidang tanah kecil di sepanjang pantai Gaza

Baca Selengkapnya

Detektif Swasta Israel Ditangkap di London, Dicari AS atas Dugaan Peretasan

1 hari lalu

Detektif Swasta Israel Ditangkap di London, Dicari AS atas Dugaan Peretasan

Seorang detektif swasta Israel yang dicari oleh Amerika Serikat, ditangkap di London atas tuduhan spionase dunia maya

Baca Selengkapnya

Belgia Kecam Intimidasi Israel dan AS terhadap ICC

1 hari lalu

Belgia Kecam Intimidasi Israel dan AS terhadap ICC

Kementerian Luar Negeri Belgia mengatakan pihaknya "mengutuk segala ancaman dan tindakan intimidasi" terhadap Pengadilan Kriminal Internasional (ICC)

Baca Selengkapnya