Rakyat Sri Lanka Rayakan Tahun Baru dengan Unjuk Rasa Dekat Kantor Presiden
Reporter
Tempo.co
Editor
Sita Planasari
Kamis, 14 April 2022 16:54 WIB
TEMPO.CO, Jakarta -Rakyat Sri Lanka berbagi nasi susu dan kue minyak untuk merayakan tahun baru tradisional mereka pada Kamis 14 April 2022 di seberang kantor presiden. Mereka telah berkemah selama enam hari menuntut pengunduran diri Presiden Gotabaya Rajapaksa atas krisis ekonomi terburuk yang pernah terjadi.
Seperti dilansir Al Arabiya, tentara yang cacat dalam perang saudara di negara pulau itu menyalakan perapian, biksu Buddha melantunkan ayat-ayat agama dan yang lainnya menyalakan petasan di tengah nyanyian: “Kemenangan untuk perjuangan rakyat!”
Para pengunjuk rasa menduduki pintu masuk dan sekitar kantor Presiden Gotabaya Rajapaksa, menganggapnya bertanggung jawab atas situasi ekonomi. Mereka juga menyerukan keluarganya untuk meninggalkan kekuasaan, menuduh mereka korupsi dan salah mengatur.
“Dulu anak-anak kami pergi ke kakek-nenek mereka untuk merayakan tahun baru. Tetapi hari ini kami membawa mereka ke sini untuk menunjukkan kepada mereka situasi nyata di negara ini,” kata Dilani Niranjala, yang menghadiri protes bersama suami dan dua putranya yang berusia 10 dan 8 tahun.
“Kami tidak ingin berbohong kepada mereka tentang apa yang terjadi di negara ini dan pergi ke desa kami untuk merayakan tahun baru. Dari masa muda mereka, mereka harus melihat kebenaran dan hidup dengan kebenaran,” ujar dia.
Suami Niranjala, Usitha Gamage, yang berprofesi sebagai sopir taksi, mengaku putus asa menonton berita setiap pagi tentang biaya hidup yang melonjak.
“Saya sangat senang perjuangan ini terjadi dan itu memberi saya harapan dan energi baru,” katanya.“Tahun baru – setelah kami mengusir mereka – akan menjadi tahun yang luar biasa bagi kami. Inilah yang saya katakan kepada anak-anak saya," tuturnya.
Warga Sri Lanka dalam beberapa bulan terakhir mengalami kekurangan bahan bakar dan makanan serta pemadaman listrik setiap hari.
Sebagian besar dari barang-barang itu dibayar dalam mata uang keras, tetapi Sri Lanka berada di ambang kebangkrutan, dibebani dengan cadangan devisa yang semakin menipis dan utang luar negeri US$25 miliar yang harus dibayar kembali selama lima tahun ke depan. Hampir US$7 miliar utang akan jatuh tempo tahun ini.
Mereka terpaksa menunggu dalam antrean panjang untuk membeli gas untuk memasak, bahan bakar, dan susu bubuk, dan para dokter telah memperingatkan ada potensi kelangkaan obat-obatan penting di rumah sakit pemerintah.
<!--more-->
Tharushi Nirmani, seorang mahasiswa berusia 23 tahun yang membantu membagikan makanan kepada para pengunjuk rasa, mengatakan bahwa gerakan itu menyatukan orang-orang Sri Lanka dari latar belakang yang berbeda.
“Selama ini, tahun baru dirayakan oleh hanya dua kelompok etnis – Sinhala dan Tamil – tetapi sebagian besar orang yang bersama kami tadi malam adalah Muslim,” katanya, merujuk pada rekan-rekan sukarelawannya. "Ada kebersamaan yang luar biasa."
Pemerintah mengumumkan pada Selasa bahwa mereka menangguhkan pembayaran utang luar negeri, termasuk obligasi dan pinjaman antar pemerintah, sambil menunggu penyelesaian program restrukturisasi pinjaman dengan Dana Moneter Internasional (IMF).
Pemerintah mengatakan Bank Dunia telah menyediakan US$10 juta untuk membeli obat-obatan dan peralatan penting. Sementara kementerian kesehatan sedang berdiskusi dengan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Bank Pembangunan Asia (ADB) untuk pendanaan tambahan. Pemerintah juga mengimbau warga Sri Lanka yang tinggal dan bekerja di luar negeri untuk menyumbangkan obat-obatan atau uang untuk membelinya.
Sebagian besar kemarahan yang diungkapkan dalam protes berminggu-minggu telah diarahkan pada keluarga Rajapaksa, yang telah memegang kekuasaan selama sebagian besar dari dua dekade terakhir. Kritikus menuduh keluarga meminta pemerintah meminjam banyak untuk membiayai proyek-proyek yang tidak menghasilkan uang, seperti fasilitas pelabuhan yang dibangun dengan pinjaman China.
Presiden dan kakak laki-lakinya, Perdana Menteri Mahinda Rajapaksa, terus memegang kekuasaan di Sri Lanka, meskipun keluarga mereka yang kuat secara politik menjadi fokus kemarahan publik. Rajapaksa telah menolak untuk mengundurkan diri tetapi krisis dan protes yang sedang berlangsung telah mendorong banyak anggota Kabinet untuk mundur. Empat menteri dilantik sebagai juru kunci, tetapi banyak portofolio kunci pemerintah yang kosong.
Baca juga: Sri Lanka Bangkrut, Minta Warganya di Luar Negeri Kirim Uang
SUMBER: AL ARABIYA