Apa Saja Poin Kesepakatan yang Dihasilkan dalam KTT COP26?

Reporter

Tempo.co

Senin, 15 November 2021 12:30 WIB

Presiden COP26 Alok Sharma menerima tepuk tangan saat Konferensi Perubahan Iklim PBB (COP26) di Glasgow, Skotlandia, Inggris 13 November 2021. [REUTERS/Phil Noble]

TEMPO.CO, Jakarta - Hampir 200 negara setuju untuk mengadopsi Pakta Iklim Glasgow pada hari Sabtu setelah lebih dari dua minggu negosiasi yang intens pada KTT COP26, dengan tuan rumah Inggris mengatakan kesepakatan itu akan menjaga harapan internasional untuk mencegah dampak terburuk dari pemanasan global.

Berikut adalah pencapaian terbesar dari kesepakatan tersebut, seperti dikutip dari Reuters, 15 November 2021.

MENINGKATKAN KOMITMEN

Perjanjian tersebut mengakui bahwa komitmen yang dibuat oleh negara-negara sejauh ini untuk mengurangi emisi gas rumah kaca yang memanaskan planet, tidak cukup untuk mencegah pemanasan planet melebihi 1,5 derajat Celsius di atas suhu pra-industri.

Untuk mengatasi hal ini, perjanjian itu meminta pemerintah untuk memperkuat target tersebut pada akhir tahun depan, bukan setiap lima tahun, seperti yang disyaratkan sebelumnya.

Kegagalan untuk menetapkan dan memenuhi tujuan pengurangan emisi yang lebih ketat akan memiliki konsekuensi besar. Para ilmuwan mengatakan bahwa melampaui kenaikan 1,5 derajar Celsius akan menyebabkan kenaikan permukaan laut yang ekstrem dan bencana alam termasuk kekeringan yang melumpuhkan, badai dahsyat dan kebakaran hutan yang jauh lebih buruk daripada yang sudah diderita dunia.

Advertising
Advertising

"Saya pikir hari ini kita dapat mengatakan dengan kredibilitas bahwa kita telah menjaga 1,5 (derajat Celcius) dalam jangkauan," kata Alok Sharma, presiden KTT COP26. "Tapi denyut nadinya lemah, dan kami hanya akan bertahan jika kami menepati janji kami."

TARGET BAHAN BAKAR FOSIL

Pakta tersebut untuk pertama kalinya meminta negara-negara untuk mengurangi ketergantungan mereka pada batu bara dan mengurangi subsidi bahan bakar fosil, langkah yang akan menargetkan sumber energi yang menurut para ilmuwan adalah pendorong utama perubahan iklim buatan manusia.

Namun, poin ini mendapat perdebatan sengit di forum.

Tepat sebelum kesepakatan Glasgow diadopsi, India meminta kesepakatan itu meminta negara-negara untuk "menghentikan secara bertahap", alih-alih "menghapus" batu bara. Perubahan kata kecil itu memicu banyak kecemasan di aula pleno, tetapi delegasi menyetujui permintaan demi menyelamatkan kesepakatan.

Kata-kata kesepakatan tentang "subsidi yang tidak efisien", sementara itu, mempertahankan ungkapan "penghapusan bertahap".

Masih ada pertanyaan tentang bagaimana mendefinisikan "tidak berkurang" dan "tidak efisien".

PEMBAYARAN KEPADA NEGARA RENTAN

Kesepakatan itu membuat kemajuan dalam tuntutan negara-negara miskin dan rentan agar negara-negara kaya yang bertanggung jawab atas sebagian besar emisi untuk membayar.

Kesepakatan itu, misalnya, mendesak negara maju untuk setidaknya menggandakan penyediaan pendanaan iklim kolektif mereka untuk adaptasi ke negara berkembang dari tingkat 2019 pada 2025.

Kesepakatan juga, untuk pertama kalinya, menyebutkan apa yang disebut "kerugian dan kerusakan" di bagian sampul perjanjian. Kerugian dan kerusakan mengacu pada biaya yang telah dihadapi beberapa negara dari perubahan iklim, dan negara-negara ini telah bertahun-tahun menginginkan pembayaran untuk membantu mengatasinya.

Namun, di bawah kesepakatan itu, negara-negara maju pada dasarnya baru saja setuju untuk melanjutkan diskusi tentang topik tersebut. Dunia masih harus menunggu diskusi lebih lanjut untuk melihat sejauh mana kesepakatan ini direalisasikan.

ATURAN UNTUK PASAR KARBON GLOBAL

Negosiator juga menutup kesepakatan pengaturan untuk pasar karbon, berpotensi membuka triliunan dolar untuk melindungi hutan, membangun fasilitas energi terbarukan dan proyek lain untuk memerangi perubahan iklim.

Perusahaan serta negara-negara dengan tutupan hutan yang luas telah mendorong kesepakatan yang kuat di pasar karbon yang dipimpin pemerintah di Glasgow, dengan harapan juga melegitimasi pasar offset sukarela global yang tumbuh cepat.

Berdasarkan kesepakatan tersebut, beberapa langkah akan diterapkan untuk memastikan kredit tidak dihitung dua kali di bawah target emisi nasional, tetapi perdagangan bilateral antarnegara tidak akan dikenakan pajak untuk membantu mendanai adaptasi iklim. yang telah menjadi permintaan inti bagi negara-negara kurang berkembang.

Negosiator juga mencapai kompromi yang menetapkan batas waktu, dengan kredit yang dikeluarkan sebelum tahun 2013 tidak diteruskan. Itu dimaksudkan untuk memastikan terlalu banyak kredit lama tidak membanjiri pasar dan mendorong pembelian alih-alih pengurangan emisi baru.

KESEPAKATAN SELA

Ada sejumlah kesepakatan sampingan yang juga mesti disorot. Amerika Serikat dan Uni Eropa mempelopori inisiatif pemotongan metana global di mana sekitar 100 negara telah berjanji untuk mengurangi emisi metana sebesar 30% dari tingkat tahun 2020 pada tahun 2030.

Amerika Serikat dan Cina, dua penghasil karbon terbesar di dunia, juga mengumumkan deklarasi bersama untuk bekerja sama dalam langkah-langkah perubahan iklim, sebuah kesepakatan yang meyakinkan para pengamat tentang niat Cina untuk mempercepat upayanya memerangi pemanasan global.

Perusahaan dan investor juga membuat banyak janji sukarela pada KTT COP26 yang akan menghapus mobil bertenaga bensin, menghilangkan karbon dari perjalanan udara, melindungi hutan, dan memastikan investasi yang lebih berkelanjutan.

Baca juga: KTT COP26 Hasilkan Kesepakatan, Tetapi Tidak Cukup untuk Batasi Pemanasan Global

REUTERS

Berita terkait

Penanganan Polusi Udara, Peneliti BRIN Minta Indonesia Belajar dari Cina

3 jam lalu

Penanganan Polusi Udara, Peneliti BRIN Minta Indonesia Belajar dari Cina

Cina menjadi salah satu negara yang bisa mengurangi dampak polusi udaranya secara bertahap. Mengikis dampak era industrialisasi.

Baca Selengkapnya

Suhu Panas, BMKG: Suhu Udara Bulan Maret 2024 Hampir 1 Derajat di Atas Rata-rata

15 jam lalu

Suhu Panas, BMKG: Suhu Udara Bulan Maret 2024 Hampir 1 Derajat di Atas Rata-rata

Suhu panas yang dirasakan belakangan ini menegaskan tren kenaikan suhu udara yang telah terjadi di Indonesia. Begini data dari BMKG

Baca Selengkapnya

Kemenkes, UNDP dan WHO Luncurkan Green Climate Fund untuk Bangun Sistem Kesehatan Menghadapi Perubahan Iklim

2 hari lalu

Kemenkes, UNDP dan WHO Luncurkan Green Climate Fund untuk Bangun Sistem Kesehatan Menghadapi Perubahan Iklim

Inisiatif ini akan membantu sistem kesehatan Indonesia untuk menjadi lebih tangguh terhadap dampak perubahan iklim.

Baca Selengkapnya

Kerusakan Alat Pemantau Gunung Ruang, BRIN Teliti Karakter Iklim, serta Kendala Tes UTBK Mengisi Top 3 Tekno

3 hari lalu

Kerusakan Alat Pemantau Gunung Ruang, BRIN Teliti Karakter Iklim, serta Kendala Tes UTBK Mengisi Top 3 Tekno

Artikel soal kerusakan alat pemantau erupsi Gunung Ruang menjadi yang terpopuler dalam Top 3 Tekno hari ini.

Baca Selengkapnya

Pusat Riset Iklim BRIN Fokus Teliti Dampak Perubahan Iklim terhadap Sektor Pembangunan

4 hari lalu

Pusat Riset Iklim BRIN Fokus Teliti Dampak Perubahan Iklim terhadap Sektor Pembangunan

Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN fokus pada perubahan iklim yang mempengaruhi sektor pembangunan.

Baca Selengkapnya

Kemenkes, UNDP dan WHO Perkuat Layanan Kesehatan Hadapi Perubahan Iklim

4 hari lalu

Kemenkes, UNDP dan WHO Perkuat Layanan Kesehatan Hadapi Perubahan Iklim

Kemenkes, UNDP dan WHO kolaborasi proyek perkuat layanan kesehatan yang siap hadapi perubahan iklim.

Baca Selengkapnya

Ketua RT Palugada di Balik Rekor MURI Jalan Gang 8 Malaka Jaya Duret Sawit

6 hari lalu

Ketua RT Palugada di Balik Rekor MURI Jalan Gang 8 Malaka Jaya Duret Sawit

Salah satu Rukun Tetangga (RT) di wilayah Jakarta Timur kini tercatat dalam Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI).

Baca Selengkapnya

Pertamina International Shipping Catat Penurunan Emisi Karbon 25.445 Ton

6 hari lalu

Pertamina International Shipping Catat Penurunan Emisi Karbon 25.445 Ton

PT Pertamina International Shipping mencatat data dekarbonisasi PIS turun signifikan setiap tahun.

Baca Selengkapnya

Masukkan Sektor Laut Dalam Second NDC, KLHK: Ekosistem Pesisir Menyerap Karbon

10 hari lalu

Masukkan Sektor Laut Dalam Second NDC, KLHK: Ekosistem Pesisir Menyerap Karbon

KLHK memasukkan sektor kelautan ke dalam dokumen Second NDC Indonesia. Potensi mangrove dan padang lamun ditonjolkan.

Baca Selengkapnya

Sambut Hari Bumi, PGE Laporkan Pengurangan Emisi CO2

11 hari lalu

Sambut Hari Bumi, PGE Laporkan Pengurangan Emisi CO2

PGE berkomitmen dalam penghematan konsumsi energi dan pengendalian jumlah limbah.

Baca Selengkapnya