PBB Diminta Segera Tentukan Status Keanggotaan Myanmar dan Afghanistan

Selasa, 14 September 2021 14:30 WIB

Duta Besar Myanmar untuk PBB Kyaw Moe Tun mengacungkan tiga jari di akhir pidatonya di depan Majelis Umum di mana ia memohon tindakan internasional dalam membatalkan kudeta militer di negaranya seperti yang terlihat dalam tangkapan layar yang diambil dari sebuah video, di wilayah Manhattan di New York City, New York, AS, 26 Februari 2021. [United Nations TV / Handout via REUTERS]

TEMPO.CO, Jakarta - PBB diminta untuk segera menentukan status keanggotaan Myanmar dan Afghanistan. Hal tersebut berkaitan dengan berubahnya pemerintahan di sana dan perlunya kedua pemerintahan mendapatkan legitimasi dari komunitas internasional. Keanggotaan di PBB adalah salah satu wujud legitimasinya.

Permintaan itu datang menjelang pertemuan yang akan dihadiri para pemimpin negara anggota PBB di New York. Di sisi lain, juga ada Majelis Umum ke-76.

"Ini adalah soal legitimasi. (Pengakuan PBB) Ini adalah tiket untuk mendapat pengakuan komunitas internasional. Alternatifnya ya status pariah," ujar Direktur Crisis Group PBB, Richard Gowan, dikutip dari kantor berita Reuters, Selasa, 14 September 2021.

Sebagaimana diketahui, PBB belum mengakui pemerintahan Junta Myanmar yang dipimpin oleh Min Aung Hlaing. Menurut Komite PBB, pemerintahan tersebut tidak sah karena diperoleh melalui kudeta. Oleh karenanya, ketika Junta Myanmar mengajukan nama dubes yang baru, Komite PBB menolaknya dan memilih untuk mempertahankan dubes sebelumnya, Kyaw Moe Tun.

Per berita ini ditulis, Kyaw Moe Tun berstatus Utusan Khusus PBB untuk urusan Myanmar. Ia belum bisa kembali ke Myanmar dan sudah tidak berstatus dubes di negara tersebut. Adpaun ia baru bisa dihanti apabila Komite PBB, yang menimbang status 193 negara anggota, mengubah putusannya.

Situasi serupa berlaku untuk Afghanistan. Pada pertengahan Agustus lalu, Taliban mengambil alih pemerintahan Afghanistan dan membentuk pemerintahan yang baru. Namun, pengambilalihan pemerintahan tidak dilakukan melalui kudeta, melainkan karena para pejabat pemerintahan kabur dari ibu kota negara, Kabul.

Juru bicara PBB, Farhan Haq, menjelaskan bahwa meski status kedua negara dipertanyakan, upaya resmi untuk meminta kejelasan status baru datang untuk Myanmar. Sementara itu, untuk Afghanistan, belum ada. Jika tetap tidak ada, maka posisi Ghulam Iseczai sebagai Dubes Afghanistan untuk PBB akan tetap.

"Kami sudah menerima dua set komunikasi terkait status Myanmar menjelang Majelis Umum PBB ke-76," ujar Haq soal status Myanmar dan Afghanistan. Mengacu pada aturan Majelis Umum PBB, Komite harus memberikan laporan soal status Myanmar dan Afghanistan sebelum akhir tahun.

Baca juga: Dewan HAM PBB: Taliban Ingkar Janji, Termasuk Soal Hak Perempuan

ISTMAN MP | REUTERS

Berita terkait

Israel Tutup Perbatasan Rafah, PBB: Bencana Kemanusiaan Jika Bantuan Tak Bisa Masuk Gaza

22 jam lalu

Israel Tutup Perbatasan Rafah, PBB: Bencana Kemanusiaan Jika Bantuan Tak Bisa Masuk Gaza

Pejabat PBB mengatakan penutupan perbatasan Rafah dan Karem Abu Salem (Kerem Shalom) merupakan "bencana besar" bagi warga Palestina di Gaza

Baca Selengkapnya

Invasi Israel di Rafah, UN Women: 700.000 Perempuan dan Anak Perempuan Palestina dalam Bahaya

1 hari lalu

Invasi Israel di Rafah, UN Women: 700.000 Perempuan dan Anak Perempuan Palestina dalam Bahaya

UN Women memperingatkan bahwa serangan darat Israel di Rafah, Gaza, akan memperburuk penderitaan 700.000 perempuan dan anak perempuan Palestina

Baca Selengkapnya

Ukraina Tolak Akui Vladimir Putin sebagai Presiden Sah Rusia

1 hari lalu

Ukraina Tolak Akui Vladimir Putin sebagai Presiden Sah Rusia

Kementerian Luar Negeri Ukraina mengatakan tidak ada dasar hukum untuk mengakui Vladimir Putin sebagai presiden Rusia yang sah.

Baca Selengkapnya

Temuan PBB tentang Kuburan Massal Gaza: Ada yang Disiksa, Ada yang Dikubur Hidup-hidup

1 hari lalu

Temuan PBB tentang Kuburan Massal Gaza: Ada yang Disiksa, Ada yang Dikubur Hidup-hidup

Para ahli PBB mendesak penjajah Zionis Israel untuk mengakhiri agresinya terhadap Gaza, dan menuntut ekspor senjata ke Israel "segera" dihentikan.

Baca Selengkapnya

Kelompok Perlawanan Myanmar Klaim Tangkap Ratusan Aggota Junta Militer

1 hari lalu

Kelompok Perlawanan Myanmar Klaim Tangkap Ratusan Aggota Junta Militer

Tentara Arakan atau Arakan Army menyatakan telah menangkap ratusan anggota junta Myanmar.

Baca Selengkapnya

Pengakuan Palestina sebagai Negara Berdaulat akan Jadi Pukulan Telak bagi Israel

3 hari lalu

Pengakuan Palestina sebagai Negara Berdaulat akan Jadi Pukulan Telak bagi Israel

Menteri Luar Negeri Turkiye sangat yakin pengakuan banyak negara terhadap Palestina sebagai sebuah negara akan menjadi pukulan telak bagi Israel

Baca Selengkapnya

Retno Marsudi Soroti Kesenjangan Pembangunan Jadi Tantangan Terbesar OKI

3 hari lalu

Retno Marsudi Soroti Kesenjangan Pembangunan Jadi Tantangan Terbesar OKI

Retno Marsudi menyoroti kesenjangan pembangunan sebagai tantangan besar yang dihadapi negara-negara anggota OKI

Baca Selengkapnya

Delegasi PBB Evakuasi Pasien dari Rumah Sakit di Gaza Utara

4 hari lalu

Delegasi PBB Evakuasi Pasien dari Rumah Sakit di Gaza Utara

Delegasi PBB mengevakuasi sejumlah pasien dan korban luka dari Rumah Sakit Kamal Adwan di Jalur Gaza utara

Baca Selengkapnya

Hamas: Netanyahu Berusaha Gagalkan Kesepakatan Gencatan Senjata di Gaza

4 hari lalu

Hamas: Netanyahu Berusaha Gagalkan Kesepakatan Gencatan Senjata di Gaza

Pejabat senior Hamas mengatakan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berupaya menggagalkan kesepakatan gencatan senjata di Gaza.

Baca Selengkapnya

WHO: Rencana Darurat Tak Bisa Cegah Kematian jika Israel Lakukan Serangan Darat di Rafah

4 hari lalu

WHO: Rencana Darurat Tak Bisa Cegah Kematian jika Israel Lakukan Serangan Darat di Rafah

WHO mengatakan tidak ada rencana darurat yang dapat mencegah "tambahan angka kematian" di Rafah jika Israel menjalankan operasi militernya di sana.

Baca Selengkapnya