Amerika Diminta Kerja Sama dengan LSM Evakuasi Warga dari Afghanistan

Reporter

Tempo.co

Minggu, 5 September 2021 20:00 WIB

Pemberontak Taliban mengibarkan bendera Taliban saat berkeliling melewati Pashtunistan Square dengan menaiki truk, di Jalalabad, Afganistan, 15 Agustus 2021. Jatuhnya Jalalabad ke tangan Taliban telah memberikan kelompok radikal itu kontrol untuk mengendalikan sebuah jalan raya yang mengarah ke Kota Peshawar di Pakistan. Jalan itu sekarang menjadi salah satu jalan yang ditutup oleh Taliban. Social media website/via REUTERS

TEMPO.CO, Jakarta - Anggota parlemen Amerika Serikat Mike Waltz menyerukan pada Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat agar bekerja sama dengan sejumlah LSM untuk mencoba menerbangkan warga negara Amerika Serikat dan warga dari negara-negara sekutu, yang mungkin masih bersembunyi di beberapa kota di Afghanistan.

Menurut Waltz, evakuasi bisa dilakukan menggunakan pesawat charter. Seruan dari Waltz itu dituangkannya dalam sepucuk surat pada Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken pada Sabtu, 4 September 2021.

Seorang pria menghitung uang saat menunggu pelanggan di pasar pertukaran uang, menyusul pembukaan kembali bank dan pasar setelah Taliban mengambil alih di Kabul, Afghanistan, 4 September 2021. REUTERS/Stringer

Advertising
Advertising

Waltz adalah anggota parlemen dari Partai Republik dan mantan pegawai di Gedung Putih. Dia mengaku mendapat masukan dari sejumlah LSM atau lembaga nirlaba bahwa ada beberapa penerbangan dengan pesawat charter yang sudah didanai dan siap terbang untuk mengevakuasi orang-orang keluar dari Afghanistan.

Dia sangat yakin ada sekelompok warga negara Amerika Serikat, WNA yang mendapat izin tinggal tetap yang sah dan warga negara Afghanistan yang berhak mendapatkan visa khusus, bersembunyi di dekat bandara menunggu untuk dievakuasi dari Afghanistan.

Berdasarkan perhitungan kasar, ada sekitar 124 ribu orang yang sudah dievakuasi dari Ibu Kota Kabul pada akhir bulan lalu melalui evakuasi udara besar-besaran yang dilakukan Amerika Serikat. Bukan hanya warga negara Amerika Serikat, mereka yang ikut dalam penerbangan ini adalah WNA dari negara lainnya serta kelompok rentan warga negara Afghanistan.

Militan garis keras Taliban pernah berkuasa di Afghanistan pada 1996 – 2001. Mereka ketika itu memberlakukan hukuman yang keras dan melarang perempuan bekerja dan sekolah.

Akan tetapi, Taliban berjanji akan menghormati hak-hak masyarakat dan menegakkan semua hak-hak perempuan. Walau begitu, banyak warga Afghanistan dan negara-negara asing waswas Taliban akan kembali mempraktikkan hukuman yang keras, seperti yang dilakukan di masa lalu.

Baca juga: Bandara Kabul Tutup Tanpa Bantuan Teknis, Taliban Optimistis Ada Solusi

Sumber: Reuters

Berita terkait

Retno Marsudi Soroti Kesenjangan Pembangunan Jadi Tantangan Terbesar OKI

18 jam lalu

Retno Marsudi Soroti Kesenjangan Pembangunan Jadi Tantangan Terbesar OKI

Retno Marsudi menyoroti kesenjangan pembangunan sebagai tantangan besar yang dihadapi negara-negara anggota OKI

Baca Selengkapnya

Mahasiswa Irlandia Berkemah di Trinity College Dublin untuk Protes Pro-Palestina

23 jam lalu

Mahasiswa Irlandia Berkemah di Trinity College Dublin untuk Protes Pro-Palestina

Mahasiswa Irlandia mendirikan perkemahan di Trinity College Dublin untuk memprotes serangan Israel di Gaza.

Baca Selengkapnya

AS: Israel Belum Sampaikan Rencana Komprehensif Soal Invasi Rafah

1 hari lalu

AS: Israel Belum Sampaikan Rencana Komprehensif Soal Invasi Rafah

Israel belum menyampaikan kepada pemerintahan Presiden Amerika Serikat Joe Biden ihwal "rencana komprehensif" untuk melakukan invasi terhadap Rafah.

Baca Selengkapnya

Delegasi PBB Evakuasi Pasien dari Rumah Sakit di Gaza Utara

1 hari lalu

Delegasi PBB Evakuasi Pasien dari Rumah Sakit di Gaza Utara

Delegasi PBB mengevakuasi sejumlah pasien dan korban luka dari Rumah Sakit Kamal Adwan di Jalur Gaza utara

Baca Selengkapnya

Menlu India Tak Terima Komentar Joe Biden tentang Xenofobia

1 hari lalu

Menlu India Tak Terima Komentar Joe Biden tentang Xenofobia

Menteri Luar Negeri India menolak komentar Presiden AS Joe Biden bahwa xenofobia menjadi faktor yang menghambat pertumbuhan ekonomi negaranya.

Baca Selengkapnya

Kronologi Pemberangusan Demo Mahasiswa Amerika Pro-Palestina

1 hari lalu

Kronologi Pemberangusan Demo Mahasiswa Amerika Pro-Palestina

Kepolisian Los Angeles mengkonfirmasi bahwa lebih dari 200 orang ditangkap di LA dalam gejolak demo mahasiswa bela Palestina. Bagaimana kronologinya?

Baca Selengkapnya

Hamas: Netanyahu Berusaha Gagalkan Kesepakatan Gencatan Senjata di Gaza

1 hari lalu

Hamas: Netanyahu Berusaha Gagalkan Kesepakatan Gencatan Senjata di Gaza

Pejabat senior Hamas mengatakan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berupaya menggagalkan kesepakatan gencatan senjata di Gaza.

Baca Selengkapnya

Israel Berencana Usir Warga Palestina dari Rafah ke Pantai Gaza

1 hari lalu

Israel Berencana Usir Warga Palestina dari Rafah ke Pantai Gaza

Israel berencana mengusir warga Palestina keluar dari Kota Rafah di selatan Gaza ke sebidang tanah kecil di sepanjang pantai Gaza

Baca Selengkapnya

Detektif Swasta Israel Ditangkap di London, Dicari AS atas Dugaan Peretasan

1 hari lalu

Detektif Swasta Israel Ditangkap di London, Dicari AS atas Dugaan Peretasan

Seorang detektif swasta Israel yang dicari oleh Amerika Serikat, ditangkap di London atas tuduhan spionase dunia maya

Baca Selengkapnya

Belgia Kecam Intimidasi Israel dan AS terhadap ICC

1 hari lalu

Belgia Kecam Intimidasi Israel dan AS terhadap ICC

Kementerian Luar Negeri Belgia mengatakan pihaknya "mengutuk segala ancaman dan tindakan intimidasi" terhadap Pengadilan Kriminal Internasional (ICC)

Baca Selengkapnya