Fakta Baru Pembunuhan Presiden Haiti: Kesaksian Istri Hingga Dokter Jadi Dalang
Reporter
Terjemahan
Editor
Dewi Rina Cahyani
Selasa, 13 Juli 2021 07:11 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Misteri pembunuhan Presiden Haiti Jovenel Moise perlahan-lahan mulai terungkap. Terdapat sejumlah fakta baru dalam peristiwa berdarah yang terjadi para Rabu pekan lalu.
Berikut di antaranya:
1. Dokter diduga jadi salah satu dalang pembunuhan
Kepolisian Haiti telah menangkap seorang dokter yang diduga terlibat dalam pembunuhan Presiden Jovenel Moise. Tersangka Christian Emmanuel Sanon telah tinggal di Florida Selatan, Amerika Serikat lebih dari 20 tahun.
Polisi mencurigai Sanon sebagai salah satu pemimpin kelompok yang membunuh Moise. Sanon adalah tersangka ketiga keturunan Haiti yang tinggal di Florida.
Sanon ditangkap berdasarkan keterangan dua tersangka lain, James Solages, 35, dan Joseph Vincent, 55. Mereka mengatakan kepada poliso selama interogasi bahwa pembunuhan itu adalah bagian dari rencana untuk mengangkat Sanon sebagai presiden negara Karibia.
Selain mengaku sebagai dokter, Sanon dikenal sebagai pebisnis sukses di di Florida. Bisnisnya mencakup beragam sektor termasuk layanan medis, energi dan perusahaan real estate. Namun sebagian besar bisnisnya saat ini tidak aktif.
2. Kesaksian Ibu Negara
Martine Moise, istri mendiang Presiden Haiti Jovenel Moise berbicara untuk pertama kalinya setelah sang suami tewas diberondong peluru. Martine Moise menggambarkan saat para pembunuh menembak suaminya dengan peluru setelah menerobos masuk ke rumah mereka di tengah malam. Serangan itu terjadi begitu cepat, suaminya Jovenel Moise tidak dapat mengatakan sepatah kata pun.
"Dalam sekejap mata, tentara bayaran memasuki rumah saya dan menembaki suami saya dengan peluru," kata Nyonya Moise dalam rekaman yang beredar. Ia menggambarkan saat para penyerang membunuh suaminya.
Menurut dia, suaminya dihabisi karena alasan politik, terutama referendum tentang perubahan konstitusi yang bisa memberi presiden lebih banyak kekuasaan. Orang-orang yang tidak disebutkan namanya, ujar Moise, ingin membunuh impian presiden.
<!--more-->
3. Pelaku mengaku tak berniat membunuh
Kelompok bersenjata yang terlibat dalam kasus pembunuhan Presiden Haiti Jovenel Moise akhirnya memberikan keterangan baru. Dikutip dari Reuters, beberapa dari mereka dikabarkan mengaku tak berniat membunuh Moise, tetapi menangkapnya. Hal tersebut disampaikan oleh sumber yang terlibat dalam penanganan kasus Moise.
Kelompok bersenjata yang membunuh Moise dikabarkan beranggotakan 26 orang. Dua di antaranya adalah warga Haiti-Amerika bernama James Solages dan Joseph Vincent. Menurut laporan Miami Herald, yang dikutip oleh Reuters, keduanya yang mengatakan bahwa kelompok bersenjata datang ke kediaman Moise untuk menangkapnya, bukan membunuhnya.
"Mereka mengaku sebagai penerjemah untuk unit komando Kolombia yang telah mengeluarkan izin penangkapan (Presiden Jovenel Moise). Namun, ketika mereka datang, Moise sudah meninggal," ujar sumber yang sudah berbicara dengan 19 tersangka dan enggan disebutkan namanya.
Sekarang, di Haiti, berkembang berbagai spekulasi, teori, ataupun konspirasi soal pembunuhan Moise. Ada yang menganggap pembunuhan tersebut tidak dilakukan oleh kelompok bersenjata asal Kolombia itu.
4. Pentagon kirim tim ke Haiti
Amerika Serikat mengirim tim keamanan dan penegakan hukum ke Haiti. Tim ini akan mengidentifikasi bantuan yang dapat diberikan setelah pembunuhan presiden Haiti pekan lalu.
"Hari ini tim antar-lembaga yang sebagian besar dari Departemen Keamanan Dalam Negeri dan FBI sedang menuju ke Haiti untuk melihat apa yang bisa kami lakukan untuk membantu proses investigasi," kata juru bicara Pentagon John Kirby kepada "Fox News Sunday," seperti dikutip dari Reuters, Senin, 12 Juli 2021.
"Itu adalah upaya kami yang paling baik dalam membantu mereka menyelidiki insiden ini, mencari tahu siapa yang bersalah, dan cara terbaik untuk meminta pertanggungjawaban," kata Kirby dalam wawancara.
Tidak segera jelas berapa lama tim AS akan tetap berada di Haiti. Pejabat pemerintah mengatakan pada hari Minggu bahwa Washington juga akan berkonsultasi dengan mitra regionalnya dan PBB.
Amerika Serikat sejauh ini telah menolak permintaan Haiti untuk menerjunkan pasukan ke sana. Sementara PBB, membutuhkan otorisasi Dewan Keamanan untuk mengirim pasukan bersenjata.
<!--more-->
5. Kecurigaan mewarnai penyelidikan pembunuhan Presiden Haiti
Berbagai kecurigaan, konspirasi, ataupun teori berkembang di Haiti soal pembunuhan Presiden Jovenel Moise pada hari Rabu lalu. Tidak semua pihak percaya dengan keterangan pemerintah bahwa Jovenel Moise dibunuh oleh belasan pria bersenjata dari Kolombia. Hasil investigasi sementara dari pengacara distrik di Haiti pun berujung pada sejumlah kejanggalan.
Salah satu sosok yang tidak mempercayai "narasi" pemerintah soal pembunuhan Jovenel Moise adalah Steven Benoit. Ia adalah politisi oposisi dan mantan anggota Parlemen Haiti. Dikutip dari CNN, ia menyatakan tidak mempercayai keterangan yang disampaikan oleh PLT Perdana Menteri (dan sekarang PLT Kepala Negara) Haiti Claude Joseph.
"Saya menyakini para tahanan Kolombia tersebut hanya kurang beruntung. Mereka dikambinghitamkan oleh dalang aslinya," ujar Benoit yang mengakui bahwa dirinya belum memegang bukti kuat. Benoit, belum lama ini, dipanggil oleh kantor Kejaksaan Haiti untuk ditanyai soal tuduhannya.
Sosok lain yang tidak mempercayai Moise dibunuh oleh kelompok bersenjata Kolombia adalah adik perempuan dari salah satu veteran Militer Kolombia yang ditetapkan sebagai tersangka. Perempuan bernama Jenny Capador itu menyakini kakaknya, Duberney Capador, tidak melakukan pembunuh seperti yang diberitakan.
Baca: Profil Tersangka Baru Pembunuh Presiden Haiti: Dokter Tinggal di AS
BBC | REUTERS | CNN | AP