Pengadilan Rakyat Atas Dugaan Genosida Pada Uighur Dimulai
Reporter
Non Koresponden
Editor
Ahmad Faiz Ibnu Sani
Sabtu, 5 Juni 2021 11:30 WIB
TEMPO.CO, - Pengadilan rakyat di London yang didirikan atas permintaan Kongres Uighur Dunia memulai persidangan mereka untuk menyelidiki dugaan genosida pemerintah Cina terhadap etnis Uighur. Agenda diawali dengan pemeriksaan saksi yang merinci penyiksaan massal, pemerkosaan, dan berbagai pelanggaran lainnya.
Pengadilan tersebut diketuai oleh pengacara hak asasi manusia terkemuka Geoffrey Nice, yang memimpin penuntutan mantan Presiden Serbia Slobodan Milosevic dan telah menangani beberapa kasus yang dibawa ke Pengadilan Kriminal Internasional (ICC).
Penyelenggara berharap proses pengungkapan secara terbuka bukti dugaan penindasan yang diatur oleh negara terhadap Uighur akan memaksa tindakan internasional terhadap pihak berwenang negara itu.
Berdasarkan laporan Al Jazeera, Sabtu, 5 Juni 2021, penyelenggara pengadilan mengatakan pihak berwenang Cina mengabaikan permintaan untuk berpartisipasi.
Sementara penasihat pengadilan mengatakan Amerika Serikat dan Australia menawarkan untuk menyediakan materi yang relevan guna menambah ribuan halaman bukti dokumenter yang telah dikumpulkan.
Kritikus, termasuk Inggris dan AS, mengatakan warga Uighur telah menjadi sasaran pelanggaran hak asasi manusia, termasuk penahanan sewenang-wenang, kerja paksa, penyiksaan, sterilisasi paksa, dan pemisahan keluarga.
Menurut PBB, setidaknya satu juta orang Uighur, kelompok etnis yang sebagian besar muslim, telah ditahan di kamp-kamp konsentrasi di provinsi Xinjiang barat laut Cina.
Sebelum memberikan kesaksian kepada pengadilan melalui tautan video, tiga warga Uighur yang melarikan diri dari Cina ke Turki menceritakan pengalaman mereka. Salah satunya, bernama Rozi. Dia dipaksa melakukan aborsi saat hamil enam setengah bulan. Putra bungsunya ditahan pada 2015, saat masih berusia 13 tahun. Dia berharap pekerjaan pengadilan akan membantu mengarah pada kebebasannya.
“Saya ingin anak saya dibebaskan sesegera mungkin. Aku ingin melihatnya dibebaskan," ucap Rozi.
Warga Uighur kedua merupakan mantan dokter. Ia berbicara tentang kebijakan pengendalian kelahiran yang kejam.
Adapun yang ketiga, seorang mantan tahanan, menuduh dia disiksa siang dan malam oleh tentara Cina saat dipenjara di wilayah perbatasan terpencil.
Cina membantah tuduhan pelecehan, kekerasan, dan mengklaim kamp-kamp itu adalah pusat pendidikan.
Cina secara terbuka mengutuk pengadilan tersebut. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Zhao Lijian mengatakan pengadilan itu adalah mesin yang menghasilkan kebohongan. Itu didirikan oleh orang-orang dengan motif tersembunyi dan tidak membawa bobot atau otoritas. Itu hanya pertunjukan opini publik yang canggung dengan kedok hukum," tuturnya.
Baca juga: Cina Minta Negara Anggota PBB Tidak Hadiri Acara Amerika Soal Muslim Uighur
Sumber: AL JAZEERA