WHO: Dari 900 Juta Dosis Vaksin COVID-19, 81 Persennya ke Negara Kaya

Sabtu, 24 April 2021 08:00 WIB

Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus menghadiri konferensi pers yang diselenggarakan oleh Asosiasi Koresponden Persatuan Bangsa-Bangsa Jenewa (ACANU) di tengah wabah Covid-19 di markas WHO di Jenewa Swiss 3 Juli, 2020. [Fabrice Coffrini / Pool melalui REUTERS]

TEMPO.CO, Jakarta - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) kembali mengkritik tidak meratanya distribusi vaksin COVID-19. Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, menyampaikan bahwa mayoritas suplai vaksin COVID-19 global masih dikuasai negara-negara kaya sehingga negara-negara berkembang berakhir dengan jumlah vaksin yang minim.

Atas hal tersebut, Ghebreyesus kembali meminta negara-negara kaya dengan surplus vaksin COVID-19 untuk menyumbangkan sebagai suplainya via COVAX. Salah satunya adalah Amerika yang dikabarkan akan memiliki surplus vaksin COVID-19 hingga 600 juta dosis.

"Nyaris 900 juta dosis vaksin COVID-19 telah didistribusikan secara global. Namun, 81 persen di antaranya diterima oleh negara-negara dengan berpendapatan tinggi atau menengah ke atas. Negara-negara dengan pendapatan rendah hanya menerima 0,3 persen," ujar Ghebreyesus, dikutip dari kantor berita Reuters, Jumat, 23 April 2021.

Presiden Prancis Emmanuel Macron sepakat dengan apa yang dikatakan WHO. Ia berkata, rasio distribusi dan penggunaan vaksin COVID-19 secara global masih timpang. Di Eropa, kata ia, perbandingan jumlah warga yang sudah dan belum divaksin adalah 1:6. Sementara itu, di Afrika, ia mengatakan rasionya 1:100.

Macron menganggap hal itu tak bisa diterima. Oleh karenanya, ia mengklaim tengah mengupayakan donasi tambahan sebesar 500 ribu dosis vaksin COVID-19. Adapun vaksin yang akan dipakai bukan berasal dari AstraZeneca.

Sandra Lindsay, seorang perawat dari Long Island Jewish Medical Center saat diberikan vaksin Covid-19 Pfizer oleh Dr. Michelle Chester di New Hyde Park, New York, 14 Desember 2020. Suntikan pertama vaksinasi Covid-19 massal Amerika Serikat akan diberikan pada Senin pagi setelah Pfizer Inc dan mitranya memulai pengiriman vaksin Covid-19 ke seluruh negara bagian. Mark Lennihan/Pool via REUTERS


Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa mendesak perusahaan-perusahaan farmasi untuk mau mentransfer teknologi vaksin mRNA ke negara-negara dengan pendapatan menengah ke bawah. Menurutnya, hal itu akan sangat membantu untuk menyeimbangkan suplai vaksin COVID-19 yang belum merata.

"Mari kita melawan nasionalisme vaksin dan menjamin perlindungan hak cipta tidak dilakukan dengan mengorbankan nyawa manusia," ujar Ramaphosa.

Di saat bersamaan, Uni Eropa dikabarkan berhasil mengamankan pembelian suplai 1,8 miliar dosis vaksin COVID-19 dari Pfizer untuk beberapa tahun ke depan. Sejak bermasalah dengan AstraZeneca, Uni Eropa mulai mempertimbangkan pengadaan dari perusahaan farmasi lain.

Presiden Komisi Eropa, Ursula Von der Leyen, mengakui bahwa ada problem distribusi suplai vaksin COVID-19 tidak merata. Namun, ia mengklaim Uni Eropa tidak akan seperti itu dan mensinyalkan bantuan ke negara-negara miskin. "Kami membuat pilihan berbeda. Kami tahu bahwa kami perlu melawan virus ini tak hanya di rumah, tapi di seluruh benua dan negara, dari Asia hingga Afrika," ujarnya.

Per berita ini ditulis, menurut data WHO, tercatat ada 145 juta kasus dan 3 juta korban meninggal akibat COVID-19 atau virus Corona.

Baca juga: WHO Kemungkinan Keluarkan Sertifikat Untuk Vaksin Sinovac Pada 3 Mei

ISTMAN MP | REUTERS

Berita terkait

Airlangga Klaim Amerika Dukung Penundaan UU Anti Deforestasi Uni Eropa

1 hari lalu

Airlangga Klaim Amerika Dukung Penundaan UU Anti Deforestasi Uni Eropa

Amerika Serikat diklaim mendukung penundaan kebijakan UU Anti Deforestasi Uni Eropa yang dianggap merugikan sawit Indonesia.

Baca Selengkapnya

Kilas Balik Kasus Korupsi APD Covid-19 Rugikan Negara Rp 625 Miliar

2 hari lalu

Kilas Balik Kasus Korupsi APD Covid-19 Rugikan Negara Rp 625 Miliar

KPK masih terus menyelidiki kasus korupsi pada proyek pengadaan APD saat pandemi Covid-19 lalu yang merugikan negara sampai Rp 625 miliar.

Baca Selengkapnya

Eks Ketua HRW: Israel Halangi Penyelidikan Internasional terhadap Kuburan Massal di Gaza

2 hari lalu

Eks Ketua HRW: Israel Halangi Penyelidikan Internasional terhadap Kuburan Massal di Gaza

Pemblokiran Israel terhadap penyelidik internasional memasuki Jalur Gaza menghambat penyelidikan independen atas kuburan massal yang baru ditemukan

Baca Selengkapnya

Menteri Pertanian Ukraina Ditahan atas Dugaan Korupsi

2 hari lalu

Menteri Pertanian Ukraina Ditahan atas Dugaan Korupsi

Menteri Pertanian Ukraina Mykola Solsky ditahan setelah ditetapkan sebagai tersangka resmi dalam penyelidikan korupsi bernilai jutaan dolar

Baca Selengkapnya

Persetujuan Baru Soal Penularan Wabah Melalui Udara dan Dampaknya Pasca Pandemi COVID-19

2 hari lalu

Persetujuan Baru Soal Penularan Wabah Melalui Udara dan Dampaknya Pasca Pandemi COVID-19

Langkah ini untuk menghindari kebingungan penularan wabah yang terjadi di awal pandemi COVID-19, yang menyebabkan korban jiwa yang cukup signifikan.

Baca Selengkapnya

Peruri Ungkap Permintaan Pembuatan Paspor Naik hingga Tiga Kali Lipat

3 hari lalu

Peruri Ungkap Permintaan Pembuatan Paspor Naik hingga Tiga Kali Lipat

Perum Peruri mencatat lonjakan permintaan pembuatan paspor dalam negeri hingga tiga kali lipat usai pandemi Covid-19.

Baca Selengkapnya

BNPT Apresiasi Kerja Sama Penanggulangan Terorisme dengan Uni Eropa

3 hari lalu

BNPT Apresiasi Kerja Sama Penanggulangan Terorisme dengan Uni Eropa

Indonesia menjadi role model upaya penanggulangan terorisme. Uni Eropa sangat ingin belajar dari Indonesia.

Baca Selengkapnya

Peneliti BRIN di Spanyol Temukan Antibodi Pencegah Virus SARS-CoV-2

7 hari lalu

Peneliti BRIN di Spanyol Temukan Antibodi Pencegah Virus SARS-CoV-2

Fungsi utama antibodi itu untuk mencegah infeksi virus SARS-CoV-2 yang menyebabkan pandemi Covid-19 pada 2020.

Baca Selengkapnya

Emmanuel Macron Minta Hizbullah Ditarik dari Perbatasan Israel-Lebanon

7 hari lalu

Emmanuel Macron Minta Hizbullah Ditarik dari Perbatasan Israel-Lebanon

Emmanuel Macron rapat dengan Perdana Menteri Lebanon untuk mendiskusikan kelompok Hizbullah.

Baca Selengkapnya

Dimulai Hampir Setengah Abad Lalu, Ini 4 Fakta di Balik Sanksi Terhadap Iran

10 hari lalu

Dimulai Hampir Setengah Abad Lalu, Ini 4 Fakta di Balik Sanksi Terhadap Iran

Sanksi ekonomi Iran telah dimulai hampir setengah abad lalu.

Baca Selengkapnya