Parlemen Sipil Myanmar Berencana Bawa Kasus Pelanggaran HAM Junta Militer ke ICC

Jumat, 19 Maret 2021 14:30 WIB

Duta Besar Myanmar untuk PBB Kyaw Moe Tun mengacungkan tiga jari di akhir pidatonya di depan Majelis Umum di mana ia memohon tindakan internasional dalam membatalkan kudeta militer di negaranya seperti yang terlihat dalam tangkapan layar yang diambil dari sebuah video, di wilayah Manhattan di New York City, New York, AS, 26 Februari 2021. [United Nations TV / Handout via REUTERS]

TEMPO.CO, Jakarta - Komite yang terdiri dari anggota parlemen sipil Myanmar yang dikudeta sedang mempertimbangkan apakah Mahkamah Kejahatan Internasional (ICC) bisa menyelidiki kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan setelah kudeta militer 1 Februari, kata utusan Myanmar untuk PBB pada Kamis.

Kyaw Moe Tun mengatakan Committee Representing Pyidaungsu Hluttaw (CRPH), yang berusaha untuk membangun kembali pemerintah sipil dan menyingkirkan junta militer, sedang mencari cara agar pemimpin juta bisa dimintai pertanggungjawaban atas kekerasan setelah kudeta.

"ICC adalah salah satunya," kata Kyaw Moe Tun dalam sebuah acara dengan Institute for the Study of Human Rights Columbia University pada Kamis, dikutip dari Reuters, 19 Maret 2021.

"Kami bukan negara anggota di ICC, tetapi kami perlu....mengeksplorasi cara dan sarana untuk membawa kasus ini ke ICC."

Myanmar berada dalam krisis sejak militer menggulingkan pemerintah pemimpin Aung San Suu Kyi dalam kudeta. Militer Myanmar pimpinan Jenderal Min Aung Hlaing menuduh pemilu 8 November 2020 yang dimenangkan Partai NLD Suu Kyi diwarnai kecurangan.

Advertising
Advertising

Sebelum parlemen terpilih menjabat, tentara menahan Aung San Suu Kyi dan para pejabat partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) dan membentuk pemerintahan junta.

Pengunjuk rasa anti-kudeta militer membuat barikade saat mereka terlibat bentrok dengan pasukan keamanan di Jembatan Bayint Naung di Mayangone, Yangon, Myanmar, 16 Maret 2021. Hingga kini sudah sekitar 200 demonstran yang tewas akibat kekerasan dari militer Myanmar. REUTERS/Stringer

Pasukan keamanan telah menggunakan taktik kekerasan yang semakin meningkat untuk menekan demonstrasi setiap hari, dan ribuan orang telah ditahan. Sekitar 217 orang telah terbunuh, menurut kelompok aktivis Assistance Association for Political Prisoners.

Penyelidik Hak Asasi Manusia Independen Perserikatan Bangsa-Bangsa, Thomas Andrews, mengatakan kepada Dewan Hak Asasi Manusia PBB di Jenewa pekan lalu, bahwa militer Myanmar telah melakukan pembunuhan, penyiksaan dan penganiayaan yang mungkin merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan.

Seorang juru bicara junta mengatakan pasukan keamanan telah menggunakan kekuatan hanya jika diperlukan.

Baca juga: Penyelidik PBB Minta Orang-orang Kumpulkan Bukti Kejahatan Junta Militer Myanmar

Myanmar bukan anggota ICC, tetapi CRPH telah mempelajari pasal 12.3 Statuta Roma yang membuat pengadilan tersebut, kata Kyaw Moe Tun. Berdasarkan pasal tersebut, Myanmar dapat mengajukan deklarasi kepada registrar pengadilan untuk "menerima pelaksanaan yurisdiksi oleh pengadilan sehubungan dengan kejahatan yang dipermasalahkan".

Langkah seperti itu kemungkinan akan memicu perdebatan tentang siapa yang diakui secara internasional sebagai pemerintah Myanmar.

Kyaw Moe Tun, yang secara terbuka memutuskan hubungan dengan junta dalam pidatonya di Majelis Umum PBB bulan lalu, dan utusan khusus PBB untuk Myanmar, Christine Schraner Burgener, mengatakan bahwa tidak ada negara yang harus mengakui atau melegitimasi junta Myanmar.

Dewan Keamanan PBB juga dapat merujuk situasi ke ICC yang berbasis di Den Haag, meskipun kekuatan veto Rusia dan Cina kemungkinan tidak akan mendukung langkah seperti itu di Myanmar.

REUTERS

Berita terkait

Ukraina Tolak Akui Vladimir Putin sebagai Presiden Sah Rusia

25 menit lalu

Ukraina Tolak Akui Vladimir Putin sebagai Presiden Sah Rusia

Kementerian Luar Negeri Ukraina mengatakan tidak ada dasar hukum untuk mengakui Vladimir Putin sebagai presiden Rusia yang sah.

Baca Selengkapnya

Kelompok Perlawanan Myanmar Klaim Tangkap Ratusan Aggota Junta Militer

7 jam lalu

Kelompok Perlawanan Myanmar Klaim Tangkap Ratusan Aggota Junta Militer

Tentara Arakan atau Arakan Army menyatakan telah menangkap ratusan anggota junta Myanmar.

Baca Selengkapnya

Zelensky Masuk Daftar Buronan Rusia, Dubes Ukraina: Upaya Putus Asa dari Negara yang Kalah

9 jam lalu

Zelensky Masuk Daftar Buronan Rusia, Dubes Ukraina: Upaya Putus Asa dari Negara yang Kalah

Duta Besar Ukraina untuk Indonesia menanggapi laporan media bahwa Rusia memasukkan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky ke dalam daftar buronan.

Baca Selengkapnya

Bertemu Pemerintah Belanda, JATAM Kaltim Beberkan Dugaan Pelanggaran HAM di IKN

10 jam lalu

Bertemu Pemerintah Belanda, JATAM Kaltim Beberkan Dugaan Pelanggaran HAM di IKN

JATAM Kaltim berharap negara lain tak menanam modal di IKN lantaran menilai pembangunan IKN telah banyak melanggar HAM.

Baca Selengkapnya

Pelapor Khusus PBB: Serangan Darat Israel ke Rafah akan Memicu Pembantaian Massal

20 jam lalu

Pelapor Khusus PBB: Serangan Darat Israel ke Rafah akan Memicu Pembantaian Massal

Pelapor Khusus PBB untuk Palestina Francesca Albanese menyerukan gencatan senjata di Gaza dan menghentikan rencana serangan ke Rafah

Baca Selengkapnya

8 Bulan Perang Gaza: 4 Tekanan yang Dihadapi Netanyahu

21 jam lalu

8 Bulan Perang Gaza: 4 Tekanan yang Dihadapi Netanyahu

Media Israel melaporkan bahwa tingkat tekanan dari Amerika Serikat akan menentukan tanggapan Netanyahu terhadap upaya pemerintahan Biden.

Baca Selengkapnya

Belgia Kecam Intimidasi Israel dan AS terhadap ICC

3 hari lalu

Belgia Kecam Intimidasi Israel dan AS terhadap ICC

Kementerian Luar Negeri Belgia mengatakan pihaknya "mengutuk segala ancaman dan tindakan intimidasi" terhadap Pengadilan Kriminal Internasional (ICC)

Baca Selengkapnya

Top 3 Dunia: Turki Hentikan Ekspor Impor ke Israel

3 hari lalu

Top 3 Dunia: Turki Hentikan Ekspor Impor ke Israel

Berita Top 3 Dunia pada Jumat 3 Mei 2024 diawali oleh Turki menghentikan semua ekspor impor dari dan ke Israel.

Baca Selengkapnya

Menyusul Kritik dari Israel dan AS, Ini Tanggapan Jaksa ICC

3 hari lalu

Menyusul Kritik dari Israel dan AS, Ini Tanggapan Jaksa ICC

Kantor kejaksaan Mahkamah Pidana Internasional (ICC) menyerukan diakhirinya apa yang mereka sebut sebagai intimidasi terhadap stafnya.

Baca Selengkapnya

Laporan Investigasi: Indonesia Impor Spyware dari Perusahaan Israel

4 hari lalu

Laporan Investigasi: Indonesia Impor Spyware dari Perusahaan Israel

Indonesia dikabarkan tengah mengimpor Indonesia tengah mengimpor sejumlah produk spyware dan pengawasan yang sangat invasif dari Israel.

Baca Selengkapnya